Bagaimana kedudukan Hukum Tata Pemerintahan dalam Hukum di Indonesia?

Hukum Tata Negara

Hukum Tata Negara merupakan hukum mengenai kewenangan (Competentieleer) karena aturan-aturan hukum ini mengatur tentang pengadaan alat-alat perlengkapan negara dan mengatur kekuasaan alat-alat perlengkapan tersebut. Bagaimana kedudukan Hukum Tata Pemerintahan dalam Hukum di Indonesia?

Keberadaan Hukum Tata Pemerintahan dalam kerangka hukum negara secara keseluruhan dijelaskan oleh Van Vollenhoven melalui perhitungan pengurangan terhadap semua norma hukum (Hukum Nasional) dengan Hukum Tata Negara (HTN) materiil, Hukum Perdata Materiil dan Hukum Pidana Materiil, yang mana hasil dari pengurangan tersebut adalah merupakan kewenangan atau lingkungan HTP.

Teknik atau cara yang dilakukan oleh Van Vollenhoven ini disebut Teori Sisa atau Teori Residu . Berdasarkan teorinya ini selanjutnya Van Vollenhoven membuat skema pembidangan seluruh materi hukum nasional tersebut sebagai berikut:

(Teori Residu Van Vollenhoven)

Tidak saja letaknya dalam lapangan hukum yang sama, yaitu berinduk pada hukum publik, objek antara HTN dengan HTP adalah sama pula karena keduanya merupakan hukum yang mengatur hubungan antara penguasa dengan warga negaranya. Selain persamaan terdapat pula perbedaan di antara keduanya, yang mana terhadap perbedaan ini diterima dengan bermacam-macam pendapat.

  • Pertama, kelompok yang berpendapat bahwa di antara keduanya mempunyai perbedaan yang bersifat prinsipal, yaitu terletak pada materi keduanya yang berbeda. Para ahli yang berpendapat seperti ini misalnya adalah Van Vollenhoven dan Logemann. Hukum tata negara berada dalam keadaan diam (statis, de staat in rust). Sebagai hukum mengenai kompetensi kewenangan, HTN mencakup 7 (tujuh) hal mengenai jabatan-jabatan yaitu:

    1. Jabatan-jabatan yang ada dalam susunan suatu negara.
    2. Siapa yang mengadakan jabatan-jabatan itu.
    3. Bagaimana cara mengisi orang untuk jabatan-jabatan itu.
    4. Apa fungsi jabatan-jabatan itu.
    5. Apa kekuasaan hukum jabatan-jabatan itu.
    6. Bagaimana hubungan masing-masing jabatan itu.
    7. Sampai batas-batas mana kekuasaan jabatan-jabatan itu.

    Sebaliknya HTP oleh kelompok ini dikatakan sebagai hukum tentang negara dalam keadaan bergerak (bekerja/dinamis), karena hukum ini berisi aturan-aturan hukum yang mengikat alat-alat perlengkapan negara saat alat-alat perlengkapan itu menjalankan kekuasaannya (bergerak). Hukum yang berisi peraturan perundangan tentang bagaimana cara-cara pemerintah itu melaksanakan kewenangan/kekuasaannya.

  • Kedua, adalah kelompok (Kranenburg dan Van der Pat) yang berpendapat bahwa di antara HTP dan HTN tidak terdapat perbedaan yang prinsipal. Mereka menyatakan apa yang terjadi adalah sama dengan yang terjadi pada Hukum Perdata dan Hukum Dagang, di mana yang pertama bersifat umum dan yang kedua bersifat khusus. Dengan dasar pemikiran ini maka mereka mengatakan bahwa HTN adalah bersifat umum sedangkan HTP bersifat khusus.

Donner menengahi kedua perbedaan tersebut dengan mengatakan bahwa kedua aliran tersebut sebetulnya menganut atau berpijak pada konsep yang sama, yaitu:

  • HTN merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah negara yang sifatnya fundamental.

  • HTP merupakan hukum yang mengatur masalah-masalah negara yang sifatnya teknis operasional.

Hubungan HTP dengan Hukum Pidana adalah saling membantu karena letaknya sama-sama dalam lapangan hukum publik, sehingga sangat membantu bagi penegakan HTP, yaitu dengan menggunakan sanksi-sanksi pidana (sebagaimana yang terdapat dalam Hukum Pidana) pada kasus- kasus yang terjadi dalam rangka para pejabat negara menjalankan tugasnya yang khusus. Dengan kata lain, Hukum Pidana adalah merupakan sarana dalam penegakan HTP. Oleh sebab itu Dr. H.J. Romeyn memandang Hukum Pidana ini sebagai hulprecht (hukum pembantu) bagi HTP.

Sedangkan Batas dan hubungan HTP terhadap Hukum Perdata/Privat dengan melihat pada Skema Letak HTP dalam kerangka Ilmu Pengetahuan Hukum, keduanya berada pada 2 (dua) lapangan hukum yang berbeda, yaitu HTP berada di lapangan Hukum Publik sedangkan Hukum Perdata pada skop lapangan Hukum Privat.

Hukum Publik mendasari hubungan antara orang dengan negara (yang dalam hal ini kepentingannya diwakili pemerintah) sedangkan Hukum Privat mengatur hubungan antara masing-masing individu. Dengan demikian secara teoritis atau dalam konsep, jelas digambarkan bahwa keduanya tidak ada hubungan, tidak saling sentuh satu sama lainnya. Namun dalam praktek peradilan dalam kasus-kasus yang terkait dengan HTP, di mana aturan-aturan hukum dalam HTP untuk menyelesaikan permasalahan tersebut belum ada, sehingga dalam peradilan tersebut sering kali meminjam dan menggunakan aturan-aturan pokok Hukum Perdata dalam menetapkan keputusannya. Artinya sama dengan Hukum Pidana, Hukum Perdata/Privat membantu HTP dalam menyelesaikan persoalan-persoalan HTP yang belum lengkap sarana pelaksanaan peradilannya.

Misalnya dalam hal perjanjian sewa-menyewa atau jual beli (gedung) antara Pemerintah dengan Warga Negaranya, aturan hukum yang digunakan adalah aturan hukum yang ada dalam Hukum Privat. Faktor-faktor inilah yang kemudian melatarbelakangi timbulnya perbedaan pendapat terhadap ada dan atau tidak adanya hubungan antara HTP dengan Hukum Privat, atau relevan tidaknya bidang Hukum Privat ini masuk dalam lapangan HTP. Jawaban atas permasalahan ini sangat tergantung pada sudut pandang yang dipilih dan digunakan dalam mengupas permasalahan hubungan antara HTP dengan Hukum Privat ini.

Berdasarkan pada siapa pihak yang berkuasa terhadap penegakan hukum, maka HTP dapat dikatakan sebagai Hukum Antara , karena kedudukannya berada di antara Hukum Pidana dan Hukum Perdata. Pembentukan dan penegakan aturan-aturan dalam Hukum Pidana tidak dapat diserahkan ke swasta melainkan harus dilakukan oleh penguasa (negara) karena hukum tersebut berisi norma-norma yang sangat penting (esensial) bagi kehidupan masyarakat. Sebaliknya pada Hukum Perdata, pembentukan dan penegakan norma-norma hukumnya dapat diserahkan kepada pihak swasta.