Bagaimana Kebijakan Mendukung Kebebasan Internet (Internet Freedom) di Iran oleh Amerika Serikat di bawah 21st Century Statecraft?

Kebijakan Mendukung Kebebasan Internet (Internet Freedom) di Iran oleh Amerika Serikat di bawah 21st Century Statecraft

Kebijakan mengenai kebebasan Internet pertama kali didirikan ketika Hillary Clinton menyampaikan pidatonya akan isu ini pada bulan Januari 2010.

Bagaimana Kebijakan Mendukung Kebebasan Internet (Internet Freedom) di Iran oleh Amerika Serikat di bawah 21st Century Statecraft ?

Kebijakan Mendukung Kebebasan Internet (Internet Freedom) di Iran oleh Amerika Serikat di bawah 21st Century Statecraft


Kebijakan mengenai kebebasan Internet pertama kali didirikan ketika Hillary Clinton menyampaikan pidatonya akan isu ini pada bulan Januari 2010. AS, yang melihat dirinya sebagai pemimpin global dalam mempromosikan kebebasan berekspresi di era Internet ini, mencanangkan kebijakan yang memiliki tiga elemen utama: hak asasi untuk kebebasan berekspresi, pers, dan berkumpul di Internet ( cyberspace ); pasar terbuka untuk barang dan jasa digital untuk mengembangkan inovasi, investasi, dan kesempatan ekonomi; dan kebebasan untuk berhubungan dengan mendukung akses kepada teknologi koneksi yang ada di berbagai belahan dunia. Kebijakan ini juga terkait dengan negara-negara yang pemerintahannya memblokir konten, menyensor kebebasan berekspresi, dan memberhentikan potensi Internet sebagai mesin yang mendukung kebebasan berekspresi dan perdagangan. Secara keseluruhan, kebijakan kebebasan Internet ini dijalankan untuk mendukung pemerintahan, ekonomi, dan masyarakat yang terbuka.

Kemudian pada pidatonya yang kedua mengenai isu ini, Hillary Clinton juga mengangkat visinya mengenai Kebebasan Internet dan mengangkat isu “ dictators dilemma ” yang menjangkiti masyarakat yang tertutup. Rezim-rezim ini harus menentukan apakah mereka memilih untuk mendapatkan keuntungan ekonomi dan sosial dari Internet atau harus ketinggalan berbagai kesempatan itu dalam rangka mengontrol kebebasan berekspresi. Salah satu pengejawantahan kebijakan ini adalah kerjasama Departemen Luar Negeri AS dengan berbagai pemerintahan lain untuk membangun strategi bersama untuk mempertahankan kebebasan sekaligus menjamin keamanan di Internet.

Dalam isu kebebasan Internet, Iran merupakan salah satu negara yang cukup ketat dalam mengontrol penggunaan Internet sejak akses mulai menyebar dari universitas dan badan pemerintahan ke masyarakat umum pada akhir dekade 1990-an. Pada tahun 2009 dan 2010, Iran diperkirakan memiliki pengguna Internet sebesar 33.200.000 jiwa, yang setara dengan sekitar 45% populasi keseluruhan.83 Selain itu, diperkirakan pula bahwa 47 juta orang Iran memiliki telepon seluler dan 60 persen dari populasi berumur di bawah 30 tahun dan terobsesi dengan teknologi.

Iran juga memiliki jumlah blogger yang signifikan yang menulis berbagai macam konten, terutama berhubungan dengan isu-isu politik di dalam Iran. Berdasarkan laporan Departemen Luar Negeri AS pada tahun 2009 yang berjudul 2009 Country Reports on Human Right Practices , pemerintahan Iran memonitor komunikasi yang terjadi melalui Internet, terutama melalui situs-situs social networking , seperti Facebook, Twitter, dan YouTube, dengan teknologi yang dibeli pada akhir 2008. Dari aktivitas ini, pemerintahan Iran mengancam, mengganggu, dan menangkap orang-orang yang menuliskan komentar-komentar yang mengkritik pemerintahan di Internet. Selain itu, dalam beberapa kasus, dilaporkan bahwa pemerintahan Iran juga menyita paspor dan juga menangkap anggota keluarga pelaku.

Ketika protes berlangsung, pemerintahan Iran juga semakin gencar dalam memonitor penggunaan Internet. Hal ini tidak hanya ditujukan untuk mencari para pendukung oposisi, namun juga orang-orang Iran yang tersebar di seluruh dunia yang mengkritik rezim Ahmadinejad, menurut seorang mantan anggota parlemen Iran. Usaha pengawasan yang dilakukan oleh pemerintahan Iran meliputi pelacakan aktivitas Facebook, Twitter, dan YouTube yang dilakukan oleh orang-orang Iran di seluruh dunia. Mereka yang secara terang-terangan mengkritik pemerintahan Ahmadinejad melaporkan telah mendapatkan ancaman, contohnya keluarga mereka yang masih tinggal di Iran ada yang ditanyai maupun ditahan sementara akibat hal-hal yang mereka terbitkan di Internet. Sejumlah orang juga diminta untuk menunjukkan akun Facebook mereka oleh petugas imigrasi ketika baru tiba di Bandara Internasional Imam Khomeini di Tehran. Beberapa dari mereka menyatakan bahwa paspor mereka ditahan karena kritik yang telah mereka katakan di berbagai situs social media.

Pada bulan November 2009, deputi komandan tentara Iran, Jend. Massoud Jazayeri, menulis sebuah editorial di koran konservatif Kayhan bahwa kelompok protes di dalam dan di luar iran telah diidentifikasi dan akan ditanggulangi pada waktu yang tepat. Selain itu, menteri intelijen Heydar Moslehi telah mengumumkan pelatihan “letnan Internet senior” untuk melawan musuh-musuh virtual Iran secara online. Iran juga mengumumkan adanya unit baru beranggotakan 12 orang dalam tentara yang bernama Unit Kriminal Internet untuk melacak individu yang menyebarkan kebohongan dan penghinaan terhadap rezim Ahmadinejad. Pasukan keamanan elit Iran, Garda Revolusi, juga memiliki unit pengawasan Internet yang terpisah untuk melacak aktivis dan tokoh politik yang memiliki pengaruh. Setelah protes pemilihan terjadi, unit-unit pengawasan Internet ini juga melacak aktivitas online orang-orang Iran di luar negeri.

Menyikapi keadaan ini, Departemen Luar Negeri AS berusaha untuk membantu para demonstran agar tetap mendapat akses ke Internet, terutama untuk menggunakan perangkat-perangkat yang krusial, seperti Twitter. Pandangan akan pentingnya menjamin kebebasan Internet di Iran juga ditekankan oleh Menteri Pertahanan AS Robert Gates yang mengatakan pada bulan Juni 2009 bahwa perangkat social media, seperti Twitter, memainkan peranan yang krusial dalam mendokumentasikan dan mengkoordinasi protes yang terjadi di Iran. Hal ini menjadi “aset strategis yang besar bagi Amerika Serikat ( huge strategic asset for the United States ),” ungkapnya. Selain karena sifatnya yang membuat informasi sangat sulit untuk dikontrol oleh pemerintahan otoritarian, kemunculan social media juga menjadi “kemenangan besar bagi kebebasan di seluruh dunia karena monopoli informasi tidak lagi berada di tangan pemerintahan ( it’s a huge win for freedom around the world because this monopoly of information is no longer in the hands of the government ).”

Pandangan ini dimanifestasikan oleh Departemen Luar Negeri AS, antara lain, dengan menghubungi Twitter untuk menunda upgrade dan maintenance sistem yang mereka lakukan yang akan memberhentikan layanan perangkat ini pada siang hari bagi rakyat Iran. Hal ini sejalan dengan pernyataan Presiden AS Barack Obama bahwa suara rakyat Iran harus didengarkan dan tidak justru ditekan. Obama juga menyatakan bahwa dirinya mengutuk seluruh kekerasan yang terjadi dan bahwa dunia sedang melihat Iran yang menginginkan perubahan. Setelah permintaan ini, perusahaan Twitter, Inc. mengatakan dalam blog-nya bahwa penundaan upgrade sistem akhirnya dijalankan karena kegunaan Twitter sebagai alat komunikasi yang sangat penting di Iran. Departemen Luar Negeri AS mengeluarkan pernyataan bahwa kebijakan ini tidak ditujukan untuk ikut campur dalam urusan internal Iran, namun sebagai bagian dari misi AS untuk memastikan bahwa suara rakyat Iran dapat didengar dan bahwa Twitter telah menjadi bentuk komunikasi yang krusial bagi sebagian besar demonstran.

Selain dengan menghubungi Twitter, pemerintahan AS juga mencoba untuk mengirimkan pesannya bagi masyarakat Iran dengan menggunakan video yang berisikan pernyataan Presiden Obama pada hari Nowruz atau tahun baru Iran. Dalam video yang diunggah ke YouTube pada bulan Maret 2010 ini, Obama mengemukakan bagaimana sejarah antara kedua negara tersebut telah mengalami berbagai masalah, namun dirinya mengharapkan “permulaan baru” dengan Iran. Secara implisit, Obama juga mengkritik aksi pemerintahan Iran dalam menggunakan kekerasan untuk menghentikan protes pemilihan umum yang terjadi. Selain itu, Obama juga menekankan bahwa AS berkomitmen untuk mendukung hak asasi rakyat Iran untuk dapat berbicara dengan bebas, berkumpul tanpa adanya rasa takut, hak untuk mendapat perlakuan hukum yang adil, dan hak untuk mengekspresikan pandangan tanpa adanya ancaman terhadap dirinya sendiri maupun keluarganya. Video ini telah ditonton lebih dari 100,000 kali dan diterima dengan baik oleh publik Iran.

Rebecca MacKinnon, seorang ahli kebijakan Internet di New America Foundation , beranggapan bahwa pemerintahan AS lebih giat dalam mendukung kebebasan Internet di negara-negara yang memiliki hubungan tidak terlalu baik dengan AS, termasuk Iran. Meskipun demikian, dalam berbagai pernyataan, pemerintahan AS menekankan bahwa agenda kebebasan Internet ini tidak ditujukan untuk perubahan rezim ataupun untuk melemahkan musuh yang AS miliki.