Bagaimana keadaan ketahanan pangan global di masa pandemi ditinjau dari produksi pertanian?

Seperti yang kita ketahui penurunan produksi pangan saat masa pandemic dapat menyebabkan krisis ketahanan pangan. Tentunya ketahanan tersebut memiliki tingkat permasalahan yang berbeda tergantung dengan wilayah tempat tinggal. Bagaimana keadaan ketahanan pangan global di masa pandemi ditinjau dari produksi pertanian?

c9b0dfd2d048bb3f5778fa0ce1bb10f5

Pandemi pada abad ke-21 telah terjadi sebanyak tiga kali yaitu SARS-CoV (2002-2003), MERS-CoV (2012), dan saat ini yang terbaru adalah Corona atau SARS-CoV-2. Masa pandemic memang menjadi tantangan tersendiri bagi setiap negara di seluruh dunia. Krisis menjadi hal utama yang dapat melanda setiap negara baik itu ekonomi, kesehatan, maupun pangan. Apabila ditinjau dari produksi pertanian, adanya pandemic COVID-19 dapat mempengaruhi ketahanan pangan. Pengaruh ini bervariasi setiap wilayah. Baik negara maju maupun negara berkembang.

Pada negara maju, produksi utama pertanian adalah jagung, gandum dan kedelai. Sistem penanaman tanaman pangan cenderung telah memakai mekanisasi sehingga jarang terjadi kontak sosial yang terlalu sering. Pada tanaman non pangan, sistem yang di gunakan kebanyakan adalah dengan manual atau tenaga kerja manusia karena mekanisasi dalam skala besar memerlukan biaya yang mahal. Pertanian padat karya ini apabila di terapkan pada masa pandemic akan meningkatkan resiko penularan penyakit sehingga pergantian jam atau shift harus diterapkan. Dampak dari penerapan pembatasan sosial, menyebabkan beberapa komoditas yang siap panen dibiarkan atau tidak dipanen.

Pada negara berkembang dan negara miskin, pembatasan pekerjaan ini dapat mempengaruhi ketahanan pangan yang merugikan karena pembatasan pekerjaan dapat membatasi tenaga kerja memperoleh pendapatan. Produksi pertanian sebagian besar memakai tenaga kerja manusia sehingga semua proses penanaman hingga panen menggunakan sistem padat karya. Meskipun pada umumnya di negara berkembang dan miskin banyak petani yang umur nya lebih muda, namun sistem kesehatannya lebih buruk dibandingkan negara maju sehingga sistem kekebalan tubuhnya lebih lemah. Hal ini menjadi tantangan kesehatan dan juga ketahanan pangan mengingat sistem tubuh yang lemah rentan terjangkit virus.

Sumber:
Laborde, D., Martin, W., Swinnen, J., & Vos, R. (2020). COVID-19 risks to global food security. Science, 369 (6503), 500-502.

1 Like

Di tengah pandemi COVID-19, segala aspek kehidupan cenderung mengarah pada situasi normal baru. Himbauan pemerintah kepada masyarakat untuk melakukan pekerjaan dari rumah ( working for home ) dan menjaga jarak secara fisik ( social/physical distancing ) serta kebijakan beberapa pemerintah daerah yang mengimplementasikan karantina wilayah secara parsial dan melakukan pembatasan kegiatan di keramaian, telah membuat perubahan situasi yang baru di hampir semua aspek kehidupan, termasuk perubahan pola rantai pasok pangan. Sistem atau pola kerja di sektor pangan memang tampaknya berubah sangat signifikan di tengah pandemi COVID-19 ini, mulai dari proses produksi hingga konsumsi, dari hulu hingga hilir.

Dari perspektif produksi atau hulu, para petani dan produsen makanan mulai merasakan perubahan terkait pasokan input dan juga harus menyesuaikan protokol berproduksi untuk menjamin kualitas dan keamanan pangan di tengah pandemi COVID-19 , khususnya di wilayah yang sudah terkontaminasi. Mobilisasi bahan pangan juga akan mengalami beberapa penyesuaian di mana terjadi pola perubahan jalur pasokan yang lebih banyak menuju pasar-pasar modern dan pasar yang berbasis online. Sementara itu dari sisi konsumsi, akibat diterapkannya social/physical distancing atau pembatasan sosial berskala besar (PSBB) di beberapa wilayah, pola transaksi juga mulai berubah yang ditunjukkan semakin meningkatnya transaksi yang menggunakan platform digital atau online. Kondisi inilah yang pada akhirnya membutuhkan penyesuaian strategi kebijakan terkait pangan di semua lini (produksi hingga konsumsi dan hulu hingga hilir) agar ketahanan pangan di Indonesia tetap terjamin.

Referensi:
Hirawan, F. B. & Verselita, A. A. 2020. Kebijakan Pangan di Masa Pandemi COVID 19. CSIS Commentaries DMRU-048-ID. 1-7.

Pada kondisi di masa pandemi COVID 19 ini Produksi hasil pertanian pasti akan mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi di masa pandemi ini memang tidak hanya pada sektor ekonomi. Ada berbagai sektor yang ikut terdampak seperti pariwisata, pendidikan, dan salah satu sektor yang krusial adalah pertanian. Di tengah imbauan untuk tetap jaga jarak dan tetap di rumah, kebutuhan akan pangan menjadi sesuatu yang tidak dapat ditunda, sehingga menjaga ketahanan pangan di tengah pandemi menjadi tantangan tersendiri.

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) telah mengingatkan negara di seluruh dunia tentang adanya potensi krisis pangan dunia akibat pandemi Covid-19. Lalu apakah kita akan hidup dalam kekurangan pangan di sepanjang pandemi ini? Mungkin saja jika pemerintah lengah dalam menjaga ketahanan pangan negara kita.

Ketahanan pangan bukan berarti tahan tidak makan. Bukan pula menahan-nahan sumber makanan kita untuk beberapa periode waktu. Menurut UU No 18/2012 tentang Pangan, ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tecermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.