Bagaimana Karakteristik Manusia dilihat dari Sisi Adversity Quotient?

Adversity Quotient

Adversity Quotient dapat digunakan untuk menilai sejauh mana seseorang ketika menghadapi masalah rumit. atau dengan kata lain AQ dapat digunakan sebagai indikator bagaimana seseorang dapat keluar dari kondisi yang penuh tantangan.

Apa saja tipe-tipe manusia apabila dilihat dari sisi Adversity Quotient ?

Paul G. Stolzt (2000) membuat tiga karekateristik manusia berdasarkan Adversity Quotient yang dimilikinya. Penjelasan dari ketiga karakteristik manusia tersebut adalah sebagai berikut :

  1. Tipe pertama dinamakan sebagai Quitter. Mereka adalah kelompok orang yang menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi. Cirinya :

    • Memiliki gaya hidup yang datar
    • Bekerja sekedar cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
    • Cendrung menghindari tantangan berat
    • Jarang sekali memiliki persahabatan sejati
    • Dalam menghadapi perubahan mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung menolak perubahan.
    • Seringkali menggunakan kata-kata yang sifatnya membatasi, seperti tidak mau, mustahil, dan sebaginya.
    • Tidak memilki visi dan keyakinan akan masa depan
    • Kontribusinya sangat kecil ketika sedang berhadapan situasi sulit.
  2. Tipe kedua adalah Camper. Mereka adalah orang-orang yang memiliki kemauan untuk mendaki, meskipun kemudian akan berhenti di pos tertentu ketika dirinya merasa cukup. Cirinya :

    • Mereka merasa cukup puas telah mencapai suatu tahapan tertentu
    • Masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat, dan beberapa usaha.
    • Mengorbankan kemampuan individunya untuk mendapatkan kepuasan
    • Menahan diri terhadap perubahan, meskipun kadang tidak menyukai perubahan besar karena mereka merasa nyaman dengan kondisi yang ada.
    • Mereka menggunakan bahasa dan kata-kata yang kompromistis, misalnya, ini cukup bagus, atau kita cukupkan sampai disini saja.
    • Prestasi mereka tidak tinggi, dan kontribusinya tidak besar juga
    • Meskipun telah melalui berbagai rintangan, namun mereka akan berhenti juga pada suatu tempat dan mereka berdiam diri di situ.
  3. Tipe ketiga adalah Climber. Mereka membuktikan dirinya untuk terus mendaki. Mereka adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan- kemungkinan. Cirinya:

    • Hidupnya lengkap karena telah melewati dan mengalami semua tahapan sebelumnya. Mereka menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang memalui rintangan-rintangannya yang sedang dilewatinya.
    • Menyambut baik tantangan, memotivasi diri, memilki semangat tinggi, dan berjuang mendapatkan yang terbaik dari hidup. Mereka cenderung membuat segala sesuatu terwujud.
    • Tidak takut menjalani potensi-potensi tanpa batas yang ada, memahami dan menyambut baik resiko rasa sakit yang muncul karena kesediaan menerima kritik.
    • Menyambut baik setiap perubahan, bahkan ikut mendorong perubahan tersebut kearah yang positif.
    • Bahasa yang digunakan adalah bahasa dan kata-kata yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan. Mereka berbicara tentang apa yang bisa dikerjakan dan cara mengerjakannya. Mereka berbicara tentang tindakan, dan tidak sabar dengen kata-kata yang tidak didukung dengan perbuatan.
    • Memberikan kontribusi yang cukup besar karena bisa mewujudkan potensi yang ada pada dirinya.
    • Mereka tidak asing dengan situasi yang sulit karena kesulitan merupakan bagian dari hidupnya.

Didalam merespon suatu kesulitan terdapat tiga kelompok tipe manusia ditinjau dari tingkat kemampuannya (Stolz, 2000: 18) :

  • Quitters
    Quitters, mereka yang berhenti adalah seseorang yang memilih untuk keluar, menghindari kewajiban, mundur dan berhenti apabila menghadapi kesulitan. Quitters (mereka yang berhenti), orang-orang jenis ini berhenti di tengah proses pendakian, gampang putus asa, menyerah (Ginanjar Ary Agustian, 2001: 271).

    Orang dengan tipe ini cukup puas dengan pemenuhan kebutuhan dasar atau fisiologis saja dan cenderung pasif, memilih untuk keluar menghindari perjalanan, selanjutnya mundur dan berhenti.

Para quitters menolak menerima tawaran keberhasilan yang disertai dengan tantangan dan rintangan.

Orang yang seperti ini akan banyak kehilangan kesempatan berharga dalam kehidupan. Dalam hirarki Maslow tipe ini berada pada pemenuhan kebutuhan fisiologis yang letaknya paling dasar dalam bentuk piramida.

  • Campers
    Campers atau satis-ficer (dari kata satisfied = puas dan suffice = mencukupi) . Golongan ini puas dengan mencukupkan diri dan tidak mau mengembangkan diri. Tipe ini merupakan golongan yang sedikit lebih banyak, yaitu mengusahkan terpenuhinya kebutuhan keamanan dan rasa aman pada skala hirarki Maslow.

    Kelompok ini juga tidak tinggi kapasitasnya untuk perubahan karena terdorong oleh ketakutan dan hanya mencari keamanan dan kenyamanan.

    Campers setidaknya telah melangkah dan menanggapi tantangan, tetapi setelah mencapai tahap tertentu, campers berhenti meskipun masih ada kesempatan untuk lebih berkembang lagi. Berbeda dengan quitters, campers sekurang- kurangnya telah menanggapi tantangan yang dihadapinya sehingga telah mencapai tingkat tertentu.

  • Climbers
    Climbers (pendaki) mereka yang selalu optimis, melihat peluang- peluang, melihat celah, melihat senoktah harapan di balik keputusasaan, selalu bergairah untuk maju. Nokta kecil yang dianggap sepele, bagi para Climbers mampu dijadikannya sebagai cahaya pencerah kesuksesan (Ginanjar Ary Agustian, 2001: 17).

    Climbers merupakan kelompok orang yang selalu berupaya mencapai puncak kebutuhan aktualisasi diri pada skala hirarki Maslow. Climbers adalah tipe manusia yang berjuang seumur hidup, tidak perduli sebesar apapun kesulitan yang datang.

    Climbers tidak dikendalikan oleh lingkungan, tetapi dengan berbagai kreatifitasnya tipe ini berusaha mengendalikan lingkungannya. Climbers akan selalu memikirkan berbagai alternatif permasalahan dan menganggap kesulitan dan rintangan yang ada justru menjadi peluang untuk lebih maju, berkembang, dan mempelajari lebih banyak lagi tentang kesulitan hidup.

Tipe ini akan selalu siap menghadapi berbagai rintangan dan menyukai tantangan yang diakibatkan oleh adanya perubahan- perubahan.

Kemampuan quitters, campers, dan climbers dalam menghadapi tantangan kesulitan dapat dijelaskan bahwa quitters memang tidak selamanya ditakdirkan untuk selalu kehilangan kesempatan namun dengan berbagai bantuan, quitters akan mendapat dorongan untuk bertahan dalam menghadapi kesulitan yang sedang ia hadapi.

Kehidupan climbers memang menghadapi dan mengatasi rintangan yang tiada hentinya. Kesuksesan yang diraih berkaitan langsung dengan kemampuan dalam menghadapi dan mengatasi kesulitan, setelah yang lainnya meyerah, inilah indikator- indikator adversity quotient yang tinggi.

Dalam hirarki Maslow dapat dijelaskan hubungan quitters, campers, dan climbers sebagai berikut :

Karakteristik manusia Advertsity Quotient
Gambar karakteristik manusia dilihat dari sisi Advertsity Quotient

Dalam bukunya, Stoltz menyatakan terdapat tiga tingkatan daya tahan seseorang dalam menghadapi masalah, antara lain (Stoltz, 2000):

Quitter


  1. Menolak untuk mendaki lebih tinggi lagi.

  2. Gaya hidupnya tidak menyenangkan atau datar dan tidak “lengkap”.

  3. Bekerja sekedar cukup untuk hidup.

  4. Cenderung menghindari tantangan berat yang muncul dari komitmen yang sesungguhnya

  5. Jarang sekali memiliki persahabatan yang sejati.

  6. Dalam menghadapi perubahan mereka cenderung melawan atau lari dan cenderung menolak dan menyabot perubahan.

  7. Terampil dalam menggunakan kata-kata yang sifatnya membatasi, seperti “tidak mau”, “mustahil”, “ini konyol” dan sebagainya.

  8. Kemampuannya kecilatau bahkan tidak ada sama
    sekali; mereka tidak memiliki visi dan keyakinan akan masa depan, konribusinya sangat kecil.

Camper


  1. Mereka mau untuk mendaki, meskipun akan “berhenti” di pos tertentu, dan merasa cukup sampai disitu.

  2. Cukup puas telah mencapai suatu tahapan tertentu (satisficer).

  3. Masih memiliki sejumlah inisiatif, sedikit semangat, dan beberapa usaha.

  4. Mengorbankan kemampuan individunya untuk mendapatkan kepuasan, dan mampu membina hubungan dengan para camper lainnya.

  5. Menahan diri terhadap perubahan, meskipun kadang tidak menyukai perubahan besar karena mereka merasa nyaman dengan kondisi yang ada.

  6. Menggunakan bahasa dan kata-kata yang kompromistis, misalnya, “ini cukup bagus”, atau “kita cukuplah sampai di sini saja”.

  7. Prestasi mereka tidak tinggi, dan kontribusinya tidak
    besar juga.

  8. Meskipun telah melalui berbagai rintangan, namun mereka akan berhenti juga pada suatu tempat dan mereka “berkemah” di situ.

Climber


  1. Mereka membaktikan dirinya untuk terus “mendaki”, mereka adalah pemikir yang selalu memikirkan kemungkinan-kemungkinan.

  2. Hidupnya “lengkap” karena telah melewati dan mengalami semua tahapan sebelumnya. Mereka menyadari bahwa akan banyak imbalan yang diperoleh dalam jangka panjang melalui “langkah-langkah kecil” yang sedang dilewatinya.

  3. Menyambut baik tantangan, memotivasi diri, memiliki semangat tinggi, dan berjuang mendapatkan yang terbaik dalam hidup; merekacenderung membuat segala sesuatu terwujud.

  4. Tidak takut menjelajahi potensi-potensi tanpa batas yang ada di antara dua manusia; memahami dan menyambut baik risiko menyakitkan yang ditimbulkan karena bersedia menerima kritik.

  5. Menyambut baik setiap perubahan, bahkan ikut mendorong setiap perubahan tersebut ke arah yang positif.

  6. Bahasa yang digunakan adalah bahasa dan kata-kata yang penuh dengan kemungkinan-kemungkinan; mereka berbicara tentang apa yang bisa dikerjakan dan cara mengerjakannya; mereka berbicara tentang tindakan, dan tidak sabar dengan kata-kata yang tidak didukung dengan perbuatan.

  7. Memberikan kontribusi yang cukup besar karena bisa mewujudkan potensi yang ada pada dirinya.

  8. Mereka tidak asing dengan situasi yang sulit karena
    kesulitan merupakan bagian dari hidup.