Bagaimana karakter kepemimpinan Transformasional?

kepemimpinan Transformasional641x256

Karakter dapat diartikan sebagai suatu gambaran yang berbeda, dan karakter kepemimpinan adalah untuk membedakan kualitas para pemimpin yang akan memberikan warna dalam operasionalisasi kepemimpinannya di ranah praktik. Menjadi seorang pemimpin transformasional membutuhkan karakter yang mampu untuk mempengaruhi orang lain secara individu.

Lalu Bagaimana karakter kepemimpinan Transformasional ?

Menurut Koehler dan Pankowskin dalam Maulana ali (2012) ada tujuh karakter kepemimpinan transformasional yang harus dibangun, yaitu:

  1. Toleransi yang tingi terhadap ketidakpastian ( high tolerance for uncertainty)
    Dengan memberikan toleransi terhadap sesuatu yang tidak menentu berarti pemimpin telah menerima kemungkinan adanya perubahan di lingkungan organisasi yang dipimpinnya. Pemimpin bukan saja berada dalam suatu perubahan tetapi mereka harus mampu menyebabkan perubahan. Para pemimpin di pemerintahan sehari-hari berhadapan dengan ketidakpastian, karena kekurangan data yang akurat dalam proses manajemennya. Namun bagaimana juga perubahan yang dilakukan oleh pemimpin transformasional tidak akan membuat suatu yang tidak kondusif di lingkungan organisasi, tetapi menjadikan pengalaman yang berharga. Toleransi yang rendah untuk kepastian (low tolerance for certainty). Kepastian berarti isu-isu sudah pasti akan terjadinya atau sudah ditetapkannya, sebagai contoh nilai (values), keyakinan (beliefs), misi (mission), dan prinsip-prinsip manajemen ( management principles). Pemimpin organisasi percaya bahwa ide-ide tersebut adalah dasar untuk mengelola organisasi dengan efektivitas yang tinggi, sehingga tidak diperlukan inisiatif untuk suatu perubahan menyesuaikan dengan kondisi atau dinamika lingkungan yang berkembang.

  2. Energi yang terpelihara (sustained energy)
    Energi adalah kapasitas melakukan kegiatan. Pemimpin transformasional adalah seorang yang energik. Di dalam pemerintahan, stereotipikal administrator adalah seseorang datang kekantor terlambat, waktu makan siang yang panjang dan pulang lebih awal dari waktu yang ditentukan, ini tentu tidak benar. Kebanyakan administrator pemerintah bekerja untuk waktu yang lebih panjang dari yang ditetapkan. Bekerja pada waktu yang panjang, bagaimanapun juga tidak membuat seorang administrator menjadi pemimpin.

    Karakter yang lebih penting dari kepemimpinan transformasional adalah kemauan untuk komit dengan energy yang ada dan mendukung asosiasi. Mereka tidak hanya mampu melaksanakann tugas administratif, tetapi mereka dapat memberikan waktu bersama asosiasinya dalam berbagai tingkatan. Mereka berada di pertemuanpertemuan tim dalam rangka proses pemberdayaan dan berpartisipasi sebagai anggota tim. Mereka mempunyai energy untuk mereview data secara berhati-hati yang dihasilkan proses pemberdayaan. Daripada bersembunyi di dalam kantornya , pemimpin transformasional adalah secara terus menerus bergerak, mendengar asosiasi mereka dan mengidentifikasi serta menghilangkan kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi pada saat tim berproses. Pemimpin transformasional tidak pergi bekerja dengan terus-menerus duduk di dalam kantornya, memecahkan persoalan-persoalan, dan bertemu dengan anggota asosiasinya. Hentikan pertentangan, dan datang ke kantor untuk bekerja membuat sesuatu kontribusi yang positif, mereka adalah enerjetik.

  3. Nafsu untuk kualitas ( passion for quality )
    Administrator pemerintahan paling senang apabila dapat menyelesaikan pekerjaan sesuai sasaran dan kuota yang telah ditentukan. Pemimpin transformasional selalu berusaha doing the right thing dengan antusias untuk mencapai hasil yang luar dari kebiasaan (extraordinary).

  4. Ketabahan ( perseverance )
    Apa yang dilakukan pemimpin transformasional adalah mencoba memberikan pengikut atau bawahan suatu kekuasaan untuk mengontrol proses, dalam rangka melakukan proses pemberdayaan, yang tentu akan menghadapi banyak perlawanan, rintangan, dan hambatannya.

    Pemimpin transformasional memahami bahwa semua pegawai di dalam organisasi harus memiliki kemampuan professional dalam melaksanakan yugas dan kewajibannya. Mereka membutuhkan upaya meningkatkan keterampilan dan pengetahuannya. Walaupun banyak
    perlawanan, rintangan, dan hambatan yang dihadapi, tetapi mereka tidak pernah menyerah dan berhenti. Namun, pemimpin transformasional tidak akan berupaya untuk menhindari atau lari dari perlawanan, rintangan dan hambatan tersebut, bahkan senang menghadapi tantangan tersebut. Walaupun banyak yang mengkritik dan berbicara tentang kepemimpinan di belakangnya, dia terima dengan senang hati. Dengan penuh keyakinan dan ketabahan melaksanakan program-program perubahan mind-set, struktur, dan perilaku organisasi sesuai dengan nilai, kepercayaan, dan prinsipprinsip organisasi.

  5. Pencitraann diri yang positif ( positive self-image)
    Pertama kita harus yakin bahwa karakter dapat dirubah dengan suatu proses pemberdayaan. Orang-orang yang memiliki karakter cari selamat atau tidak yakin dirinya dapat merubah karakter dirinya, tidak akan mampu merubah karakter orang lain. Mereka takut melakukan pemberdayaan karena takut menghadapi resiko atau konsekuensinya. Apabila dia tidak percaya kepada dirinya sendiri maka dia tidak akan percaya dengan orang lain. Jika mereka tidak merasa mereka bekerja akan memberi arti dan memberi nilai tambah, mereka tidak akan termotivasi untuk lebih meningkatkan derajat kepuasannya terhadap hasil pekerjaan yang dilakukannya, maka dia tidak akan mungkin dapat mendorong orang lain untuk bekerja dengan tuntutan hasil yang tinggi pula.

    Pemimpin transformasional membutuhkan pemikiran yang didasarkan pada mental yang kuat. Citra dirinya sendiri harus positif dapat secara baik dan efektif berhubungan dengan orang lain yang akan berusaha merusak konsep-konsep yang telah direncanakan. Pemimpin transformasional harus memiliki gambaran mental yang positif, sebagai seorang jujur ( honest ), cerdas ( Intelligent ), memahami organisasi ( knowledgeable about their organization), proaktif ( proactive ), dan visioner (visionary), dengan perhatian yang sungguhsungguh atau tulus ( genuine concern ) kepada rakyat dan organisasinya.

    Pencitraan diri yang positif itulah sebagai modal untuk melakukan proses pemberdayaan. Dengan memahami pencitraan diri yang positif memungkinkan dia untuk menilai kekuatan dan kelemahannya, serta menyebabkan dia tidak takut akan gagal dalam tugasnya. Dia selalu berfikir sukses tidak gagal. Sebagai konsekuensinya, tidak takut menempatkan kepentingan pribadinya yang kedua dan kepentingan organisasi yang pertama.

  6. Kepercayaan ( credibility )
    Karakteristik yang membantu seseorang untuk dapat mempengaruhi orang lain adalah kepercayaan. Kepercayaan didefinisikan sebagai ‘ perceived trust you attach to a person’ ( Koehlen dan Pankowski dalam Maulana ali (2012). Kepercayaan ada 2 dimensi, yaitu kewenangan ( authoritativeness ) dan karakter. Dimensi yang pertama, otoritas, adalah persepsi pengikut yang berkaitan dengan kompetensi pemimpin, otoritas dan reliabilitas. Cara mengukur derajat kepercayaan dapat dilakukan dengan menjawab 5 pertanyaan berikut ini, yaitu

    1. Is the leader informed? 2
    2. Is the leader Intelligent?
    3. Is the leader qualified?
    4. Is the leader reliable?
    5. Is the leader valuable to the organization ?

Pemimpin transformasional dengan tingkat kepercayaan yang tinggi akan dihargai positif oleh pengikutnya dalam menjawab lima pertanyaan terseut. Dimensi kedua dari pada kepercayaan dan karakter adalah pola perilaku yang diterima karena moralitas dan reputasinya. Untuk melihat karakter seorang pemimpin, ada dengan menggunakan lima pertanyaan berikut ini :

  1. Is the leader honest?
  2. Is the leader friendly?
  3. Is the leader pleasant?
  4. Is the leader nice?
  5. Is the leader unselfish?.

Pemimpin transformasional dicirikan dengan karakter yang dibangun atas otorisasi yang diberikan padanya dan sekaligus nilai kepercayaan.

  1. Keinginan yang kuat untuk mempengaruhi orang lain ( strong desire to influence others )

    Memiliki keinginan yang kuat untuk mempengaruhi orang lain bukan berarti sang pemimpin perlu mengontrol mereka. Kebanyakan administrator lebih suka mempraktekan otoritas dan komando, mengatur atau bias juga membatasi perilaku meraka. Di satu pihak, mempengaruhi berarti melakukan sesuatu aksi pengaruh yang tidak menggunakan otoritas yang ada, tetapi berdasarkan kepada kekuatan karakter, keahlian, dan atau pengetahuan. Pemimpin transformasional dibutuhkan untuk mengontrol proses, bukan orangnya. Pemimpin
    transformasional memiliki keinginan yang kuat untuk mempengaruhi orangnya, agar mereka menerima konsep yang dapat menuntun mereka.

    Pemimpin transformasional menginginkan pengikutnya untuk memahami akurat konsep dan nilai-nilai yang ditawarkan. Pemimpin transformasional juga memiliki keinginan yang kuat untukk menyamakan konsep dan belief, tidak hanya kepada orang-orang tertentu saja, tetapi pada semua orang yang terlibat di dalam organisasi. ,Pemimpin transformasionalnya merasa senang kalau ada yang membantah pendapatnya; memberikan saran, kritik, dan koreksi.

    Dengan demikian, ia juga tidak menabukan adanya perbedaan pendapat, dan dinamika konflik sepanjang hal tersebut bermanfaat bagi organisasi, dan didukung oleh argument-argumen yang rasional untuk memperbaiki organisasi. Dalam kesempatan seperti itu, pemimpin transformasional akan meyakinkan kepada orang lain bahwa konsep yang ditawarkannya masuk akal. Pemimpin transformasional juga tidak akan mendominasi pertemuan dan mendominasi pembicaraan. Mungkin saja pemimpin transformasional tersebut menganggap sudah selayaknya dia tidak bicara dalam pertemuan tersebut manakala pertemuan berjalan efektif dan memiliki kontribusi untuk menyempurnakan organisasi secara terus menerus.

Gaya Kepemimpinan Transformasional

Sudarwan Danim (2009: 59 ) menjelaskan kepemimpinan transformasional berasal dari kata “ to transform ” yang berarti mentransformasikan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk yang berbeda. Misalnya mentransformasi visi menjadi realita, potensi menjadi aktual, laten menjadi manifes dan sebagainya. Dengan demikian, kepala sekolah dapat dikategorikan menerapkan kaidah ini, apabila dia mampu mengubah energi sumber daya manusia.

Kepemimpinan Transformasional menurut Terry (Kartono 1998: 38) adalah aktivitas mempengaruhi orang-orang agar mereka suka berusaha mencapai tujuan-tujuan kelompok. Menurut Ordway Teod dalam bukunya ” The Art Of Leadership ” (Kartono 1998 : 38) merupakan kegiatan mempengaruhi orang-orang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan. Young dalam Kartono (1998) mendefinisikan bahwa kepemimpinan adalah bentuk dominasi yang didasari atas kemampuan pribadi yang sanggup mendorong atau mengajak orang lain untuk berbuat sesuatu, berdasarkan akseptasi atau penerimaan oleh kelompoknya dan memiliki keahlian khusus yang tepat bagi situasi khusus.

Esensi kepemimpinan transformatif adalah mengubah potensi menjadi energy nyata, mengubah potensi institusi menjadi energy untuk meningkatkan mutu proses dan hasil belajar. Jadi, kepemimpinan kepala sekolah dapat didefenisikan sebagai bentuk (gaya ) yang diterapkan dalam mempengaruhi bawahan yang terdiri dari guru, tenaga administrasi, para siswa, dan orang tua peserta didik.

Menurut Bass (1998) dalam Swandari (2003) mendefinisikan bahwa kepemimpinan transformasional sebagai pemimpin yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara-cara tertentu. Dengan penerapan kepemimpinan transformasional bawahan akan merasa dipercaya, dihargai, loyal dan respek kepada pimpinannya. Menurut O’Leary (2001) kepemimpinan transformasional adalah gaya kepemimpinan yang digunakan oleh seseorang manajer bila ia ingin suatu kelompok melebarkan batas dan memiliki kinerja melampaui status quo atau mencapai serangkaian sasaran organisasi yang sepenuhnya baru. Kepemimpinan transformasional pada prinsipnya memotivasi bawahan untuk berbuat lebih baik dari apa yang bisa dilakukan, dengan kata lain dapat meningkatkan kepercayaan atau keyakinan diri bawahan yang akan berpengaruh terhadap peningkatan kinerja.

Konsepsi kepemimpinan transformasional pertama kali dikemukakan oleh James McGregor Burns. Dalam kaitannya dengan kepemimpinan transformasional, Bernard Bass (Stone et al, 2004) mengatakan sebagai berikut: “ Transformational leaders transform the personal values of followers to support the vision and goals of the organization by fostering an environment where relationships can be formed and by establishing a climate of trust in which visions can be shared ”. Selanjutnya, secara operasional Bernard Bass (Gill et al, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “ Leadership and performance beyond expectations ”. Sedangkan Tracy and Hinkin (Gill dkk, 2010) memaknai kepemimpinan transformasional sebagai berikut: “ The process of influencing major changes in the**attitudes and assumptions of organization members and building commitment for the organization’s mission or objectives ”.

Jadi, kepemimpinan transformasional ( transformational leadership ) istilah transformasional berinduk dari kata to transform , yang bermakna mentransformasilkan atau mengubah sesuatu menjadi bentuk lain yang berbeda. Seorang pemimpin transformasional harus mampu mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan yang bermakna sesuai dengan target yang telah ditentukan. Sumber daya dimaksud berupa Sumber daya manusia, Fasilitas, dana, dan faktor eksternal organisasi.

Adapun indikator kepemimpinan transformasional yaitu:

  • pembaharu,

  • memberi teladan,

  • mendorong kinerja bawahan,

  • mengharmoniskan lingkungan kerja,

  • memberdayakan bawahan,

  • bertindak atas sistem nilai,

  • meningkatkan kemampuan terus menerus,

  • mampu menghadapi situasi yang rumit (Sudarwan Danim dan Suparno, 2009: 62 ).

Karakteristik Kepemimpinan Transformasional

Seorang Pemimpin berkewajiban juga untuk melakukan kegiatan pengendalian, agar dalam usahanya memengaruhi pikiran, perasaan, sikap dan perilaku anggota organisasi, selalu terarah pada tujuan organisasi. Adapun karakteristik kepemimpinan transformasional menurut Avolio dkk (Stone et al, 2004) adalah sebagai berikut:

  • Idealized influence. Mempunyai makna bahwa seorang pemimpin transformasional harus kharisma yang mampu “menyihir” bawahan untuk bereaksi mengikuti pimppinan. Dalam bentuk konkrit, kharisma ini ditunjukan melalui perilaku pemahaman terhadap visi dan misi organisasi, mempunyai pendirian yang kukuh, komitmen dan konsisten terhadap setiap keputusan yang telah diambil, dan menghargai bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional menjadi role model yang dikagumi, dihargai, dan diikuti oleh bawahannya.

  • Inspirational motivation. Berarti karakter seorang pemimpin yang mampu menerapkan standar yang tinngi akan tetapi sekaligus mampu mendorong bawahan untuk mencapai standar tersebut. Karakter seperti ini mampu membangkitkan optimisme dan antusiasme yang tinggi dari pawa bawahan. Dengan kata lain, pemimpin transformasional senantiasa memberikan inspirasi dan memotivasi bawahannya.

  • Intellectual stimulation. Karakter seorang pemimpin transformasional yang mampu mendorong bawahannya untuk menyelesaikan permasalahan dengan cermat dan rasional. Selain itu, karakter ini mendorong para bawahan untuk menemukan cara baru yang lbih efektif dalam menyelesaikan masalah. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu mendorong (menstimulasi) bawahan untuk selalu kreatif dan inovatif.

  • Individualized consideration. Berarti karakter seorang pemimpin yang mampu memahami perbedaan individual para bawahannya. Dalam hal ini, pemimpin transformasional mau dan mampu untuk mendengar aspirasi, mendidik, dan melatih bawahan. Selain itu, seorang pemimpin transformasional mampu melihat potensi prestasi dan kebutuhan berkembang para bawahan serta memfasilitasinya. Dengan kata lain, pemimpin transformasional mampu memahami dan menghargai bawahan berdasarkan kebutuhan bawahan dan memperhatikan keinginan berprestas dan berkembang para bawahan.

Bernard M. Bass mengatakan ada empat komponen dalam kepemimpinan transformasional Komponen-komponen tersebut adalah:

  • Inspirational Motivation. Pemimpin transformasional memiliki visi yang jelas. Mereka mampu mengartikulasikan visi mereka kepada anggota tim.

  • Intellectual stimulation. Pemimpin Transformasional tidak hanya menantang status quo ; mereka juga mendorong kreativitas di kalangan anggota tim. Pemimpin mendorong anggota timnya untuk mengeksplorasi cara- cara baru dalam melakukan sesuatu dan kesempatan baru untuk belajar.

  • Individualized Consideration. Kepemimpinan transformasional juga melibatkan, menawarkan dukungan dan dorongan kepada masing-masing individu dalam tim. Mereka juga menjaga jalur komunikasi tetap terbuka sehingga anggota tim merasa bebas untuk berbagi ide dan memberikan pengakuan langsung dari kontribusi unik dari setiap anggota tim.

  • Idealized Influence. Pemimpin transformasional berfungsi sebagai panutan bagi pengikutnya. Mereka tidak hanya memimpin tapi mereka juga memberikan contoh nyata.

Dari apa yang disampaikan oleh Bernard M. Bass tentang komponen- komponen kepemimpinan tranformasional, maka untuk menjadi pemimpin transformational berarti Anda harus melakukan hal-hal untuk mendapatkan empat komponen tersebut dalam diri kita. Caranya adalah dengan melakukan beberapa hal berikut ini:

  • Membuat visi yang jelas. Semua pemimpin besar bertindak dengan visi yang jelas. Mereka salalu bisa memberikan jawaban dengan pasti mengapa mereka malakukan sebuah tindakan. Dan untuk menciptakan visi yang jelas, Anthony Robbins telah memberikan empat petunjuk sederhana. Pertama, tulislah satu atau dua paragraf tentang alasan yang membuat Anda bergairah mengembangkan diri Anda, organisasi dan tim Anda. Kedua, Pastikan visi Anda emosional, inspiratif yang mampu menggerakkan diri Anda dan tim Anda untuk melakukan tindakan. Ketiga, Pastikan visi Anda spesifik. Keempat, Jangan perfeksionis.

  • Mengelola penyampaian visi. Perlu Anda pahami sejelas dan seinspiratif apapun visi Anda, jika tim Anda tidak mamahami dan tidak peduli, semua akan sia-sia. Karena itulah sangat penting bagi Anda untuk mengelola penyampaian visi Anda, supaya tim Anda memliki pemahaman yang sama, keyakinan yang sama dan tujuan yang sama untuk kesuksesan bersama.

  • Memotivasi Tim, Mungkin Anda memiliki motivasi yang kuat, tapi apakah tim Anda juga memiliki itu. Anda harus sadar, motivasi Anda tidak bisa Anda miliki sendiri, tapi harus Anda salurkan ke semua tim Anda, supaya mereka memiliki motivasi untuk mencapai visi yang Anda tetapkan. Karena jika tidak, usaha Anda akan sia-sia.

  • Kreatif dan Inovatif*, Menjadi pemimpin transformasional berarti Anda siap menjadi orang berbeda. Dan untuk itu Anda perlu menjadi kreatif dan inovatif. Ini tidak hanya berlaku untuk diri Anda tapi juga bagi tim Anda. Kreatif dan inovatif ini penting, karena akan menjadikan diri Anda, tim Anda dan organisasi Anda berbeda dengan yang lain.

  • Membangun budaya belajar di dalam organisasi; Jika ingin organisasi Anda mampu bersaing dan berkembang lebih pesat, Anda tidak dapat mengesampingkan hal ini. Membangun budaya ini penting itu menciptakan anggota tim yang tangguh dan produktif.

Dengan demikian untuk mewujudkan gaya kepemimpinan transformasional harus berawal dari membuat visi yang jelas dan diakhiri dengan membangun budaya belajar dalam organisasi. Jika hal ini dilakukan dengan baik, maka kualitas diri akan semakin meningkat yang pada akhirnya akan terwujud organisasi yang maju dan organisasi yang bunafit dan kompetitif.

Kepemimpinan transformasional merupakan jenis kepemimpinan baru (new leadership paradigm) yang dipandang efektif untuk mendinamisasikan perubahan, terutama pada situasi lingkungan yang bersifat transisional.Gagasan awal model kepemimpinan transformasional dikembangkan oleh James McGregor Burns yang menerapkannya dalam konteks politik dan selanjutnya ke dalam konteks organisasional oleh Bernard Bass.

Dalam upaya pengenalan lebih dalam tentang konsep kepemimpinan transformasional ini, Bass mengemukakan adanya kepemimpinan transaksional yaitu kepemimpinan yang memelihara atau melanjutkan status quo. Kepemimpinan jenis ini didefiniskan sebagai kepemimpinan yang melibatkan suatu proses pertukaran (exchage process) dimana para pengikut mendapat imbalan yang segera dan nyata untuk melakukan perintah-perintah pemimpin.

Kepemimpinan transformatif dapat didefinisikan sebagai kemampuan seorang pemimpin dalam bekerja dengan dan atau melalui orang lain untuk mentransformasikan secara optimal sumber daya organisasi dalam rangka mencapai tujuan sesuai dengan target capaian yang telah ditetapkan. Sumber daya dimaksud dapat berupa SDM, fasilitas, dana, dan faktor-faktor eksternal keorganisasian.

Menurut Erik Rees (2001) yang dikutip Ara Hidayat (2009) paradigma baru dari kepemimpinan transformasional mengangkat tujuh prinsip sebagaimana di bawah ini:

  • Simplifikasi
    Keberhasilan dari kepemimpinan diawali dengan sebuah visi yang akan menjadi cermin dan tujuan bersama. Kemampuan serta keterampilan dalam mengungkapkan visi secara jelas, praktis dan tentu saja transformasional yang dapat menjawab “Kemana kita akan melangkah?” menjadi hal pertama yang penting untuk kita implementasikan.

  • Motivasi
    Kemampuan untuk mendapatkan komitmen dari setiap orang yang terlibat terhadap visi yang sudah dijelaskan adalah hal kedua yang perlu kita lakukan. Pada saat pemimpin transformasional dapat menciptakan suatu sinergitas di dalam organisasi, berarti seharusnya dia dapat pula mengoptimalkan, memotivasi dan memberi energi kepada setiap pengikutnya. Praktisnya dapat saja berupa tugas atau pekerjaan yang betul-betul menantang serta memberikan peluang bagi mereka pula untuk terlibat dalam suatu proses kreatif baik dalam hal memberikan usulan ataupun mengambil keputusan dalam pemecahan masalah, sehingga hal ini pula akan memberikan nilai
    tambah bagi mereka sendiri.

  • Fasilitasi
    Dalam pengertian kemampuan untuk secara efektif memfasilitasi “pembelajaran” yang terjadi di dalam organisasi secara kelembagaan, kelompok, ataupun individual. Hal ini akan berdampak pada semakin bertambahnya modal intelektual dari setiap orang yang terlibat di dalamnya.

  • Inovasi
    Kemampuan untuk secara berani dan bertanggung jawab melakukan suatu perubahan bilamana diperlukan dan menjadi suatu tuntutan dengan perubahan yang terjadi. Dalam suatu organisasi yang efektif dan efisien, setiap orang yang terlibat perlu mengantisipasi perubahan dan seharusnya pula mereka tidak takut akan perubahan tersebut. Dalam kasus tertentu, pemimpin transformasional harus sigap merespon perubahan tanpa mengorbankan rasa percaya dan tim kerja yang sudah dibangun.

  • Mobilitas
    Pengerahan semua sumber daya yang ada untuk melengkapi dan memperkuat setiap orang yang terlibat di dalamnya dalam mencapai visi dan tujuan. Pemimpin transformasional akan selalu mengupayakan pengikut yang penuh dengan tanggung jawab.

  • Siap Siaga,
    Kemampuan untuk selalu siap belajar tentang diri mereka sendiri dan menyambut perubahan dengan paradigma baru yang positif.

  • Tekad
    Tekad bulat untuk selalu sampai pada akhir, tekad bulat untuk menyelesaikan sesuatu dengan baik dan tuntas. Untuk ini tentu perlu pula didukung oleh pengembangan disiplin spiritualitas, emosi, dan fisik serta komitmen.

Ada beberapa karakeristik pemimpin transformatif menurut Tichy dan Devanna dalam Sadler(1997):

  • pemimpin menempatkan diri sebagai agent of change.

  • mereka berani bertindak untuk melakukan perubahan, pimpinan tersebut berani menghadapi resistensi, menanggung risiko, dan berani menghadapi kenyataan.

  • pemimpin percaya kepada pengikut, dengan cara mengembangkan kepercayaan melalui motivasi, kejujuran dan pemberdayaan, peduli terhadap aspek- aspek humanistik.

  • pemimpin transformasional menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan seperti mengembangkan rasa empati dan simpati, saling menghargai, memperhatikan harkat dan martabat sesama, saling memperdulikan, ramah, bertindak secara santun, peduli terhadap aspek-aspek pribadi dan sosio-emosional.

  • pemimpin selalu belajar sepanjang hayat.

  • pemimpin mampu mengatasi permasalahan yang kompleks, tidak menentu dan membingungkan.

  • pemimpin memiliki pandangan jauh kedepan (visioner)

Burns (1978; dalam Sarwono, 2009) pemimpin transformasional dapat menunjukkan karakteristik ketika berhubungan dengan anggotanya yaitu

  1. Menawarkan sebuah tujuan yang melebihi target-target jangka pendek
  2. Berfokus pada kebutuhan intrinsik yang lebih tinggi
  3. Mengembangkan dan meningkatkan minat para anggotanya untuk melupakan keinginan pribadi mereka agar bekerja demi kepentingan kelompok.
  4. Memiliki karakteristik antara lain berkarisma, mencukupi kebutuhan emosional anggotanya, menstimulasi anggota kelompok secara intelektual.

Kelebihan Kepemimpinan Transformasional

Adapun kelebihan dari kepemimpinan transformasional (Bass dan Avolio, 1994)

  1. Tidak membutuhkan biaya yang besar (organisasi profit)
  2. Komitmen yang timbul pada karyawan bersifat mengikat emosional
  3. Mampu memberdayakan potensi karyawan
  4. Meningkatkan hubungan interpersonal

syarat-syarat kepemimpinan transfoemasional

Kepemimpinan efektif dapat dibedakan dari ciri-ciri individu dalam menerapkan dalam menerapkan kepemimpinan tersebut.Kepemimpinan harus sebagai kepemimpinan yang membawa anggotanya melampaui batas kepentingan pribadi dan mempunyai syarat tertentu. Syarat-syarat kepemimpinan transformasional menurut Burns dan Nanus (dalam Yulk,1994) adalah;

  1. Mengembangkan visi
    Para pemimpin transformasional menyalurkan energi-energi kolektif dari para anggota organisasi pada sebuah visi umum, semua pemimpin mempunyai visi mengenai suatu massa depan yang diinginkan dan yang mungkin di organisasi mereka.
  2. Mengembangkan komitmen dan kepercayaan
    Tidaklah cukup dngan hanya mengidentifikasi sebuah visi yang masuk akal dan menarik.Visi harus dikomunikasikan dan diwujudkan dalam budaya organisasi dengan kepatuhan atau paksaan. Para pemimpin yang efektif akan menggunakan sebuah kombinasi dari slogan, symbol dan ritual.
  3. Memudahkan pembelajaran organisasional
    Para pemimpin yang efektif melakukan sejumlah hal untuk mengembangkan keterampilan mereka dan meningkatkan pengetahuan yang diperoleh dari keberhasilan dan kegagalan yang dialami.