Bagaimana kaitan Protes Pemilihan Umum di Iran (2009-2010) dan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi?

Protes Pemilihan Umum di Iran (2009-2010) dan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi

Hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan pada 12 Juni 2009 ini menunjukkan bahwa kandidat incumbent, Presiden Mahmoud Ahmadinejad terpilih kembali sebagai kepala pemerintahan Iran. Meskipun demikian, pendukung kandidat oposisi, Mir Hossein Mousavi, percaya bahwa hasil pemilihan umum ini telah dimanipulasi serta bersifat tidak adil

Bagaimana kaitan Protes Pemilihan Umum di Iran (2009-2010) dan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi ?

Protes Pemilihan Umum di Iran (2009-2010) dan Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi


Latar belakang dari protes pemilihan umum di Iran yang dimulai pada akhir tahun 2009 dapat ditelusuri dari sejarah perkembangan politik negara ini. Menurut Yahya R. Kamalipour, masyarakat Iran telah berjuang untuk menginstitusionalisasi nilai-nilai kebebasan, hak asasi manusia, dan aturan hukum di negaranya selama lebih dari satu abad—meskipun hal ini tidak selamanya mencapai kesuksesan yang nyata. Contohnya Revolusi Konstitusi yang dijalankan pada 1906 digagalkan oleh Rusia dan pada tahun 1953, sebuah revolusi kembali digagalkan oleh kudeta yang didalangi oleh CIA dan Inggris. Aspirasi mayarakat pun kembali muncul dalam berbagai konteks sejarah, termasuk Revolusi Islam tahun 1979 dan pada akhirnya pemilihan umum yang dilaksanakan pada tahun 2009, yang berujung pada protes publik yang diwarnai kekerasan.

Hasil pemilihan presiden yang dilaksanakan pada 12 Juni 2009 ini menunjukkan bahwa kandidat incumbent, Presiden Mahmoud Ahmadinejad terpilih kembali sebagai kepala pemerintahan Iran. Hal ini juga mendapat dukungan dari Supreme Leader Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Meskipun demikian, pendukung kandidat oposisi, Mir Hossein Mousavi, percaya bahwa hasil pemilihan umum ini telah dimanipulasi serta bersifat tidak adil. Sebagai respon, para pemilih yang tidak merasa puas kemudian memulai protes dengan berdemonstrasi di Tehran dan kota-kota besar lainnya di Iran. Protes yang awalnya bersifat damai inipun perlahan-lahan diwarnai oleh kekerasan setelah tentara pemerintahan Iran berusaha untuk menghentikan para demonstran dengan jalan kekerasan. Ratusan orang terbunuh, mengalami kekerasan fisik, ditangkap, dan juga dipenjara. Hal ini kemudian mendapatkan perhatian dari media di seluruh dunia, dan meluncurkan “Gerakan Hijau” (“ Green Movement ” atau “ Green Wave ”)— pendukung Mousavi—yang terus meningkatkan momentumnya di dalam dan luar Iran.68

Salah satu hal yang ditekankan dalam protes yang berlangsung ini adalah pengaruh penggunaan teknologi informasi dan komunikasi—terutama melalui Internet—terhadap berbagai demonstrasi yang berlangsung, terutama dalam hal pengorganisasian demonstrasi serta penyebaran pesan dan informasi berhubungan dengan gerakan protes yang dilakukan pada waktu itu.

Bahkan sebelum pemilihan berlangsung, berbagai perangkat social networking mulai dipakai oleh berbagai kandidat untuk menyebarkan pesan mereka, terutama para kandidat oposisi yang memiliki akses terbatas terhadap saluran komunikasi publik yang dikuasai oleh pemerintahan yang masih berkuasa di bawah Presiden Mahmoud Ahmadinejad. Mir Hossein Mousavi (perdana menteri beraliran kiri dari tahun 1981 hingga 1989), Mehdi Karroubi (mantan ketua parlemen yang reformis), dan Mohsen Rezaei (mantan komandan Garda Revolusi Iran) mulai menggunakan teknologi baru yang dapat menjangkau orang yang lebih banyak dalam kampanye yang mereka lakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Behzad Mortavazi, seorang anggota komite kampanye Mousavi, penggunaan teknologi semacam ini dijalankan karena pesan-pesan yang disampaikan akan lebih mudah untuk diperbanyak, misalnya dengan mem-forward pidato dan slideshow foto melalui Bluetooth dan e-mail, serta mengundang lebih banyak pendukung di Facebook. Contohnya, pendukung Mousavi telah membuka sekitar 20 halaman Facebook yang telah menarik sekitar 7.500 anggota pada bulan Mei 2009. Meskipun pesan yang disampaikan tidak serta-merta anti-incumbent .

Sebelum pemilihan presiden tahun 2009 dimulai pula, pemerintahan Iran telah memblokir akses Internet dalam jangka waktu yang singkat, terutama dalam pemilihanpemilihan umum sebelumnya. Namun beberapa pengamat melihat bahwa kemajuan yang dimiliki oleh pemerintahan Iran dalam memonitor dan memfilter teknologi telah membuat aktivitas pemblokiran tidak perlu lagi untuk dilakukan. Sebaliknya, pemerintahan justru mulai menggunakan Internet untuk mendiseminasi disinformasi dan konten yang bersifat pro-pemerintahan. Setelah pemilihan presiden dilaksanakan, dan gerakan-gerakan protes mulai dimulai, koneksi Internet dilaporkan telah melambat namun tetap dapat diakses. Selain itu, jumlah aktivis Internet dan blogger yang ditangkap juga meningkat. Hal ini menunjukkan adanya aktivitas pemerintahan dalam memfilter dan memonitor penggunaan Internet di dalam Iran yang aktif.

Pemerintahan Iran melacak komunikasi dan konten online melalui lokasi yang tersentralisasi di dalam monopoli telekomunikasi negara ini, yaitu Kementerian Komunikasi dan Teknologi Informasi. Batas kebebasan bagi situs Internet dan blog ini masih diperdebatkan di bawah hukum Iran, namun berdasarkan Undang-Undang Pers yang ada, setiap blogger diharuskan memiliki izin untuk menjalankan aktivitasnya. Selain itu, seluruh konten di dalam situs web dan blog harus sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kementerian Budaya dan Panduan Islam. Pemerintahan Iran juga mengatur akses ke Internet dengan membatasi kecepatan Internet yang dapat disediakan oleh ISP ( Internet Service Provider / penyedia jasa Internet) sebesar 128 kilobyte per second (kbps) bagi pengguna. Kebijakan ini membuat para pengguna Internet di Iran mengalami kesulitan dalam mengunduh konten-konten multimedia. Selain itu, dilaporkan pula bahwa Iran telah membatasi kecepatan akses Internet bagi rumah tangga. Sementara, laporan lain menyebutkan bahwa Iran telah menangkap berbagai aktivis, blogger, dan jurnalis dengan tuduhan seperti pernyataan anti-pemerintahan, propaganda yang melawan Iran, dan membahayakan keamanan nasional Iran.

Terdapat sejumlah bentuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang dipakai oleh kelompok oposisi, terutama Twitter, gambar, video (yang kebanyakan diunggah ke situs video-sharing, YouTube), Facebook, serta berbagai blog dan situs lainnya. Berikut akan dijelaskan signifikansi dari masing-masing terhadap protes yang dijalankan di Iran.

1. Twitter

Twitter dilihat sebagai perangkat social media yang dapat dengan cepat menyediakan berita terakhir mengenai observasi protes yang terjadi di lapangan serta menyebarkan informasi bagi berbagai outlet berita. Karena Twitter dapat digunakan melalui komputer maupun telepon seluler yang terhubung ke Internet, yang dimiliki sebagian besar masyarakat Iran, maka media ini sering dipakai ketika rangkaian protes sedang berlangsung. Agar pesan-pesan yang dikirim melalui Twitter yang berhubungan dengan protes Iran dapat ditemukan dengan mudah, baik dalam bahasa Farsi maupun Inggris, maka digunakan hashtag #IranElection.

Lev Grossman melihat bahwa Twitter merupakan medium yang sangat cocok bagi gerakan-gerakan protes yang bermunculan karena gratis, dapat digunakan di mana saja ( mobile ), sangat personal, dan sangat cepat (asalkan terdapat koneksi Internet yang baik). Selain itu Twitter dapat dipakai dengan jaringan SMS (pesan singkat melalui jaringan telepon seluler), sehingga memudahkan pengguna telepon seluler di berbagai belahan Iran. Twitter juga memungkinkan tersebarnya informasi ke luar Iran dengan lebih mudah berdasarkan pandangan mata para demonstran. Hal ini berbeda dengan informasi yang datang dari media-media resmi Iran seperti koran dan televisi di mana berita-berita mengenai protes—khususnya mengenai kekerasan tentara pemerintahan terhadap demonstran—telah disensor.

Meskipun demikian, penggunaan Twitter di Iran bukan tanpa halangan: penggunan di Iran sering menemui bahwa pemerintahan memblokir akses mereka ke layanan telepon selular dan beberapa situs, termasuk Twitter. Solusi yang dijalankan adalah dengan menggunakan proxy (server di mana IP dari situs yang ingin diakses akan disembunyikan) dan cara-cara lain sehingga informasi yang diinginkan dapat muncul, meskipun membutuhkan waktu yang lebih lama untuk diakses.

Signifikansi Twitter dalam protes Iran ditekankan oleh berbagai media yang menjuluki protes Iran sebagai “ Twitter Revolution ”—meskipun hal ini juga dikritik oleh berbagai pihak lain. Julukan ini dipakai antara lain oleh The Washington Post dalam editorialnya mengenai protes Iran. Hal senada juga diungkapkan oleh kolumnis majalah politik The Atlantic, Andrew Sullivan, yang mengatakan bahwa, “ the revolution will be twittered .”

Di lain sisi, keunggulan Twitter juga menjadi kelemahannya. Informasi yang sedemikian banyak mengenai protes Iran yang tersirkulasi di Twitter sangat beragam dan tidak dapat terverifikasi. Ada beberapa anggapan bahwa sebagian dari tweet (pesan) dalam bahasa Inggris berasal dari orang-orang Iran yang berada di luar negeri dengan tujuan menarik perhatian media-media internasional. Meskipun demikian, Twitter tetap menjadi salah satu channel utama bagi para demonstran untuk menyampaikan pesan mereka yang berkaitan dengan protes pemilihan presiden Iran ini.

2. Gambar

Gambar atau fotografi mengenai protes Iran ini didistribusikan dalam jumlah yang besar melalui berbagai platform photo-sharing di Internet. Salah satunya adalah melalui sebuah blog foto berjudul “Tehran24” yang diperbarui secara berkala. Pemilik blog ini mengatakan bahwa situsnya telah diblokir di Iran dan hanya bisa diakses dari luar negeri. Selain itu, kecepatan dalam mengunggah ( upload ) foto sangat lambat. Waktu yang dibutuhkan untuk mengunggah satu foto bisa mencapai satu jam. Namun, foto-foto yang diterbitkan di blog ini berasal dari para saksi yang melihat keadaan protes yang berlangsung di ibukota Iran. Selain blog di atas, foto-foto juga dikirimkan melalui situs photo-sharing, seperti Flickr dan Picasa, yang memperlihatkan protes dan kerusuhan yang terjadi di jalananjalanan Tehran.

3. YouTube (video)

Perangkat teknologi lain yang dipakai adalah YouTube, yaitu sebuah situs videosharing. Sejumlah video amatir telah di-upload ke situs ini dengan jangka waktu yang cukup lebar—mulai dari masa kampanye untuk pemilihan umum hingga protes yang terjadi. Contoh-contoh video yang ada menunjukkan kerusuhan yang terjadi di jalanan-jalanan Tehran serta kekerasan yang dilakukan oleh Basiji (pasukan milisi paramiliter di bawah Garda Revolusi Iran) terhadap para demonstran.

4. Facebook

Jika Twitter lebih bersifat real-time dan berguna bagi penyebaran pesan secara cepat, maka Facebook menjadi tempat bagi para demonstran untuk mendukung suatu tujuan tertentu dan menyampaikan pandangan mereka tentang hal tersebut, dalam hal ini, ketidaksetujuan mereka terhadap hasil pemilihan presiden yang memenangkan Presiden Ahmadinjead. Kampanye yang muncul di Facebook salah satunya muncul dalam bentuk suatu group (halaman forum) yang berjudul “ I [heart] Iran ,” di mana para pendukung oposisi Green Movement menyampaikan komentar mereka mengenai protes yang berlangsung dalam bahasa Farsi dan Inggris. Beberapa anggota juga meng-upload klip-klip video protes di halaman ini. Terdapat juga kampanya yang mengajak pengguna Facebook lainnya untuk mengganti gambar profil mereka menjadi warna hijau untuk menunjukkan dukungan mereka bagi kelompok oposisi. Meskipun demikian, tidak semua Facebook group terdiri dari pendukung oposisi. Sebuah group bernama “In support of President Mahmoud Ahmadinejad ” mendukung hasil pemilihan umum serta kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Presiden Ahmadinejad.

5. Blog dan Situs Web Lainnya

Berbagai blog dan situs Web lain melaporkan mengenai protes yang berlangsung, baik yang berasal dari Iran sendiri maupun media internasional. Salah satunya adalah situs Global Voices, yang mengumpulkan artikel-artikel blog dari kontributornya di Tehran dan menyajikan analisis dan gambar-gambar mengenai protes pemilihan umum di sana.

Meskipun protes terjadi secara terus-menerus hingga tahun 2010, tidak ada hasil nyata yang muncul dari berbagai demonstrasi yang dilangsungkan. Mahmoud Ahmadinejad tetap memeganng kursi kepala pemerintahan di Iran sebagai presiden, sementara suara kelompok oposisi kian melemah, yang disebabkan, antara lain, semakin ketatnya pengawasan yang