Bagaimana jaringan distribusi model manufacturer/distributor storage with customer pickup ?

Distribusi adalah aktivitas menyalurkan atau mengirimkan barang dan jasa supaya sampai hinga konsumen akhir. Bagaimana jaringan distribusi model manufacturer/distributor storage with customer pickup ?

Dalam pendekatan ini, persediaan barang disimpan pada produsen atau gudang distributor. Ketika konsumen melakukan order sebuah produk melalui internet atau telepon, maka konsumen tersebut akan menuju ke tempat yang telah ditentukan sebelumnya untuk mengambil barang.

Sebagai contoh, jaringan ritel nasional, alfamart, telah mengeluarkan produk yang diberi nama alfacart. Produk ini menggunakan sistem O2O, yaitu online to offline, di mana pengguna melakukan pemesanan di situs web atau aplikasi mobilenya lalu membayar secara tunai di kasir Alfamart terdekat dan pengambilan barangnya dengan sistem pick up point atau mengambil langsung di jaringan Alfamart terdekat sesuai pilihan sendiri.

Ilustrasi model jaringan distribusi ini dapat dilihat pada gambar berikut.

Karakteristik performan atau kinerja dari Desain Jaringan Disitribusi dapat dilihat dari dua faktor utama, yaitu ; Faktor Biaya dan Faktor Layanan.

###Faktor Biaya


Apabila performan atau kinerja model jaringan distribusi ini dilihat dari Faktor Biaya, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

Persediaan Barang

Biaya persediaan barang model ini dapat dijaga tetap rendah, dengan memanfaatkan agregasi barang.

Transportasi

Biaya transportasi model ini adalah yang paling rendah dibandingkan model lainnya, mengingat proses pengiriman barangnya dapat dilakukan bersama-sama ke pick-up point yang telah ditetapkan.

Dengan pengiriman barang dalam jumlah yang besar, maka biaya transportasi akan dapat dikurangi secara signifikan.

Fasilitas

Biaya fasilitas akan tinggi jika pickup point harus dibuat khusus. Oleh karena itu, penggunaan fasilitas yang sudah ada untuk dijadikan pickup point merupakan solusi yang terbaik dalam menekan biaya fasilitas.

Seperti yang dilakukan alfacart, pickup point-nya menggunakan toko alfamart yang sudah ada.

Informasi

Infrastruktur sistem informasi yang baik sangat diperlukan dalammodel ini agar dapat memberikan keterbukaan informasi dari produsen atau distributor ke pick-up point hingga konsumen mengambil barang yang ada. Koordinasi diantara semua entitas yang terlibat menjadi kunci kesuksesan model ini.

Oleh karena itu, biaya investasi untuk infrastruktur sistem informasi model ini cenderung tinggi.

###Faktor Layanan


Apabila performan atau kinerja model jaringan distribusi ini dilihat dari Faktor Layanan, maka hal-hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai berikut :

Waktu Respon

Waktu respon yang dibutuhkan sama seperti bila menggunakan model distributor storage dengan menggunakan jasa pengiriman pihak ketiga. Bahkan apabila barang yang dipesan secara online sudah tersedia di pick-up point, maka konsumen dapat mengambilnya pada hari itu juga.

Keberagaman Produk

Keberagaman produknya mirip dengan model jaringan distribusi manufacturer atau distributor storage.

Ketersediaan Produk

Ketersediaan produknya mirip dengan model jaringan distribusi manufacturer atau distributor storage.

Pengalaman Pengguna

Pengalaman pengguna pada modek ini dibandingkan model lainnya akan lebih rendah mengingat konsumen harus mengambil sendiri barang yang dipesan. Tetapi disisi yang lain, bagi konsumen yang lebih memilih pembayaran tunai, dibandingkan pembayaran online, akan sangat terbantukan mengingat pembayaran dapat dilakukan di pick-up point dengan menggunakan uang tunai.

Time to Market

Time to market mirip dengan model jaringan distribusi manufacturer atau distributor storage.

Order Visibility

Order visibility sangat penting bagi konsumen dalam model ini, terutama adalah pemberitahuan bahwa barang yang dipesan sudah dapat diambil di pick-up point yang telah ditentukan sebelumnya. Jangan sampai konsumen datang ke pick-up point tetapi barang yang dipesan belum ada.

Returnability

Proses pengembalian barang dapat dilakukan dengan mudah, mengingat proses tersebut dapat dilakukan di pick-up point.

Model jaringan distribusi ini cocok untuk produk-produk tambahan yang akan menjadi nilai tambah bagi distributor atau retailer. Sebagai contoh, pada alfacart, dijual produk-produk pakaian, elektronik, komputer hingga peralatan rumah tangga. Apabila produk tersebut ditempatkan di toko yang sudah ada maka akan memakan banyak waktu.

Penjualan online tersebut dilakukan dalam rangka meng-optimalkan jaringan rantai suplai yang sudah dimilik oleh alfamart.

Referensi :

Chopra, Sunil., Peter Meindl, “Supply chain management : strategy, planning, and operation”, Sixth Edition, Pearson

E-commerce Alfacart belum lama ini meluncurkan versi 2.0 yang menghadirkan beberapa perubahan bagi penggunanya. Dalam versi terbarunya, Alfacart akan menggandeng warung hingga toko tradisional sebagai mitra jaringan online to offline (O2O) sehingga tidak lagi terbatas pada jaringan grup toko-toko Alfamart.

Ada beberapa alasan mengapa Alfacart tertarik menggandeng warung, toko tradisional dan unit bisnis ritel offline lainnya jaringan O2O-nya. CEO Alfacart.com, Catherine Sutjahyo mengatakan bahwa versi 2.0 ini hadir setelah melihat perkembangan perusahaan yang begitu pesat melalui strategi O2O.

Pihaknya juga mempertimbangkan kebutuhan masyarakat modern di Indonesia sehingga Alfacart harus siap berubah seiring kebutuhan dengan selalu berinovasi.

“O2O sudah menjadi kebutuhan semua e-commerce jika ingin bertahan di bisnis ini. Berdasarkan pengalaman kami di tahun 2016, sekitar delapan puluh persen konsumen masih memilih membayar transaksinya secara tunai di payment point kami. Tak hanya itu, tujuh puluh persen konsumen juga menginginkan fleksibilitas dalam mengambil barang belanjaannya di pick up point kami,” jelas Catherine di Jakarta belum lama ini.

Selama sepuluh bulan ini, kata Catherine, pihaknya melihat konsep O2O telah menjadi kunci keberhasilan Alfacart menjadi e-commerce terbesar di Indonesia untuk barang kebutuhan sehari-hari. Karenanya, Alfacart menargetkan melipatgandakan jumlah O2O yang sudah besar menjadi lebih besar lagi di luar grup Alfamart.

“Dan akan kami sebut sebagai Kios AKU (Alfacart Komunitas Usaha),” ucapnya.

Warung sebagai Pick Up Point dan Purchase Point

Alfacart versi 2.0 memiliki tujuan membantu membesarkan UKM Indonesia. Lalu, apa persyaratan bagi warung maupun toko tradisional yang ingin bergabung ke dalam jaringan O2O Alfacart?

Menurut Chief Marketing Officer Alfacart.com, Haryo Suryo Putro, tidak ada persyaratan yang berat untuk bergabung dalam jaringan O2O Alfacart. Pihaknya hanya perlu menjamin ketersediaan tempat serta keamanan barang dagangan yang akan diambil oleh konsumen.

“Yang akan kita perkenalkan nanti ada dua model. Yang pertama, warung sebagai Pick Up Point, di mana produk bisa saja datang dari penjual mana pun dan warung hanya sebagai tempat pengambilan produk untuk konsumen saja,” ujar Haryo lagi.

“Yang kedua, warung sebagai Purchase Point. Di mana kalau ada konsumen yang belanja di warung dan kebetulan warung tersebut tidak memiliki barang yang diinginkan, maka mereka bisa cek di Alfacart.com. Nantinya kalau tersedia, barang bisa dikirimkan ke tempat konsumen langsung,” ucapnya lagi.

Haryo menambahkan, konsep O2O ini sedang dalam tahap uji coba di beberapa titik. Nantinya baru akan diluncurkan dalam skala besar jika semua sudah siap.

Sayangnya, Haryo belum bisa memastikan kapan implementasi O2O dengan warung dan toko tradisional. “Harapannya bisa cepat karena konsep O2O ini sudah kita jalankan sendiri di Alfacart dan mendapat respon sangat positif oleh konsumen. Karenyanya kami berniat memperluas jangkauannya,” tandasnya.

Alfacart memang menerapkan strategi yang berbeda damal manajemen rantai suplai-nya, dengan menambahkan model manufacturer/distributor storage with customer pickup

Model ini sudah cukup sukses diimplementasikan di pasar Indonesia, dengan melihat kinerja Alfacart mulai dari awal diluncurkannya, Mei 2016.

Yang sedikit mengejutkan adalah, target pasar Alfacart awalnya diperuntukkan bagi pasar Jabodetabek, tetapi kenyataannya malah diterima baik oleh Pasar Jawa Timur.

Berdasarkan data yang ada, pangsa pasar Alfacart di Jawa Timur mencapai 42 persen sementara Jabodetabek tercatat hanya 33,69 persen, nyaris terpaut 10 persen.

Sementara di posisi ketiga ditempati oleh Jawa Tengah dengan 17,66 persen.

Untuk pasar kota, kota Malang menjadi kota dengan jumlah transaksi terbesar dengan 12,06 persen, disusul DKI Jakarta dengan 14,21 persen, dan Sidoarjo dengan 6,061 persen.

“Kami menemukan fakta baru bahwa pasar e-commerce tidak lagi hanya terkonsentrasi di wilayah Jakarta dan sekitarnya. Wilayah di luar Jakarta, seperti Malang dan Sidoarjo, serta kota-kota lain seperti Rembang dan Klaten Jawa Tengah, Pontianak. Makassar pun menjadi pasar yang harus semakin kami cermati agar kami kian tepat dalam menghadirkan layanan yang sesuai dengan karakteristik kebutuhan mereka yang tentunya sangat beragam,” ujar Catherine Hindra Sutjahyo, Chief Executive Officer, Alfacart.com dalam rilis yang diterima Tech In Asia.