Bagaimana Hukumnya Onani atau Masturbasi Menurut Islam?

Onani atau masturbasi

Bagaimana hukumnya onani atau masturbasi menurut Islam ?

Hukum onani menurut islam sesungguhnya adalah haram dan berdosa. Namun beda kasus jika melakukan onani untuk menghindari perilaku zina ataupun seks bebas hukumnya adalah mubah. Apabila dilakukan tidak berdosa, dan jika ditinggalkan akan mendapatkan pahala. Biasanya hal ini terjadi karena melihat lawan jenis yang sangat menggoda, pada akhirnya nafsu syahwat menjadi sangat memuncak dan tidak bisa ditahan lagi.

Untuk menghindari perbuatan zina, maka solusi terbaiknya adalah melakukan onani. Ingat ya, niatnya hanya untuk menghindari dosa besar zina. Penjelasan ini ditafsirkan berdasarkan kaidah fiqih dengan penjelasan sebagai berikut,

“diperbolehkan melakukan bahaya yang lebih ringan, untuk menghindari bahaya yang lebih berat.”

Kebiasaan onani yang dianggap sebagai perbuatan haram karena melakukan proses perangsangan alat kelamin sendiri untuk mendapatkan suatu kepuasaan, namun tidak disertai adanya pasangan yang diutarakan oleh Imam Asy-Syafi’i dan Imam Malik. Pernyataan tersebut juga diperkuat oleh penjelasan dalam Al-Qur’an, yakni sebagai berikut :

“Dan mereka yang menjaga kehormatannya (dalam hubungan seksual) kecuali kepada istri atau hamba sahayanya, maka sesungguhnya mereka tidaklah tercela. Maka barangsiapa yang menginginkan selain yang demikian, maka mereka adalah orang-orang yang melampaui batas.” (Al-Mu’minun: 5-7)

Para ulama seperti halnya madzhab Maliki, Syafi’i dan Zaidiyah sudah sangat jelas melontarkan argumen mereka mengenai ayat di atas bahwa onani pada dasarnya memang di haramkan. Hal tersebut didasarkan dengan perintah Allah Swt pada surat Al-Mu’minun ayat 5 sampai bahwa anda sebagai laki-laki harus pandai-pandai menjaga kemaluannya tersebut dan hanya diperbolehkan terhadap istri anda saja.

Kemudian jika anda-anda sekalian tidak mengindahkannya dan tetap melakukan perbuatan onani, maka anda termasuk ke dalam orang-orang yang melampaui batas yang sudah ditetapkan kehalalannya oleh Allah dan justru malah memilih keharaman yang ditetapkan oleh Allah.

Para ulama madzhab Hanafi mempunyai pendapat lainnya yakni sebagai berikut, bahwa melakukan perbuatan onani bisa termasuk diharamkan untuk kondisi-kondisi tertentu saja, dan akan berubah menjadi wajib pada kondisi-kondisi yang lainnya.

Mereka juga menjelaskan bahwa melakukan perbuatan onani bisa menjadi wajib jika seseorang takut melakukan perbuatan yang termasuk perzinahan bila tidak segera melakukan onani. Hal seperti ini juga tidak sembarangan diutarakan, karena sudah didasarkan pada kaidah-kaidah yang berlaku dengan mengambil dari kemudharatan yang dirasa akan lebih ringan.

Namun para ulama tersebut menganggap haram jika onani hanya dilakukan untuk aktivitas bersenang-senang yang digunakan sebagai rutinitas dan untuk memancing syahwatnya saja. Mereka juga menjelaskan bahwa perbuatan onani bisa dikatakan tidak menjadi masalah, jika orang tersebut merasa dirinya sudah dikuasai oleh hawa nafsu ataupun syahwat yang tidak bisa ditahan lagi, sementara ia belum mempunyai seorang istri atau pun budak perempuan untuk menyalurkan hasratnya sehingga ketenangan syahwat bisa diatasi dan dikendalikan.

Ditambah lagi dengan sabda Rasulullah Saw, dengan penjelasan sebagai berikut :

“Wahai para pemuda, apabila siapa diantara kalian yg telah memiliki ba’ah (kemampuan) maka menikahlah, karena menikah itu menjaga pandangan dan kemaluan. Bagi yang belum mampu maka puasalah, karena puasa itu sebagai pelindung. (HR Muttafaqun `alaih)

Sedangkan pendapat Ibnu Hazm mengenai onani bahwa perbuatan itu termasuk makruh hukumnya dan tidak akan mendapatkan dosa akibatnya karena apabila seseorang yang memegang bagian kemaluannya dengan menggunakan bagian tangan kirinya, maka bisa dikatakan diperbolehkan menurut ijma dari para ulama. Sehingga melakukan perbuatan onani itu, bukanlah dianggap sebagai suatu perbuatan yang tergolong diharamkan. Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al An’am ayat 119, penjelasannya sebagai berikut :

Artinya : “Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu.” (QS. Al An’am : 119)

Dan melakukan perbuatan onani tidak ada keterangan jelasnya mengenai keharamannya, oleh sebab itu bisa dikatakan halal sebagaimana firman-Nya yang tercantum di dalam Al-Qur’an surat Al Baqoroh ayat 29, penjelasannya sebagai berikut :

Artinya : “Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu.” (QS. Al Baqoroh : 29)

Mereka yang mengizinkannya ialah Ibnu Abbas, al Hasan dan juga sebagian lagi adalah ulama tabi’in yang masyhur. Al Hasan berpendapat bahwa dahulu kala saat terjadi peperangan banyak kaum laki-laki yang melakukannya. Mujahid berpendapat bahwa banyak orang dahulu yang menganjurkan kepada para pemuda-pemudanya untuk melakukan perbuatan onani dengan harapan akan bisa menjaga kesuciannya. Seperti halnya pada hukum perbuatan onani yang dilakukan oleh seorang wanita, mempunyai hukum yang sama dengan perbuatan onani yang dilakukan oleh seorang laki-laki. (Fiqhus Sunnah juz III hal 424 – 426)

Berdasarkan pendapat yang diperoleh dari para ulama yang sudah diulas di atas tidak satupun dari mereka yang secara tegas menjelaskan bahwa melakukan perbuatan onani sama halnya dengan perbuatan zina. Namun mereka mengungkapkan bahwa melakukan perbuatan tersebut bisa dikategorikan sebagai muqoddimah zina (perbuatan yang dianggap sebagai pendahuluan zina). Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat Al-Israa ayat 32, penjelasannya sebagai berikut :

Artinya : “dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Israa : 32)

Rasulullah saw,”Barangsiapa yang menjaga diri (iffah) maka Allah akan menjaganya, barangsiapa yang meminta pertolongan kepada Allah maka Allah akan menolongnya, barangsiapa yang bersabar maka Allah akan memberikan kesabaran kepadanya dan tidaklah seseorang diberikan suatu pemberian yang lebih baik atau lebih luas daripada kesabaran.” (HR. Bukhori, didalam Fath no 1469)

Sumber : https://www.islampos.com/ini-hukum-onani-dalam-islam-34033/