Bagaimana hukuman pedofilia menurut hukum di Indonesia ?

hukum pedofilia

Bagaimana pengaturan tentang pedofilia yang disebut sebagai tindak pidana dalam peraturan hukum di Indonesia ? Dan apa sanksi bagi pelaku tindak pidana pedofilia sesuai dengan peraturan hukum di Indonesia ?

Di dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”), perbuatan yang dikenal sebagai pedofilia adalah perbuatan cabul yang dilakukan seorang dewasa dengan seorang di bawah umur.

Mengutip buku “KUHP Serta Komentar-komentarnya” karya R. Soesilo (hal. 212), istilah perbuatan cabul dijelaskan sebagai perbuatan yang melanggar rasa kesusilaan, atau perbuatan lain yang keji, dan semuanya dalam lingkungan nafsu berahi kelamin. Misalnya, cium-ciuman, meraba-raba anggota kemaluan, meraba-raba buah dada, dan sebagainya; termasuk pula persetubuhan namun di undang-undang disebutkan sendiri.

Dahulu, sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU Perlindungan Anak”) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (“UU 35/2014”), perbuatan cabul, termasuk terhadap anak di bawah umur, diatur dalam Pasal 290 KUHPyang berbunyi:

Diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun:

  1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya;
  2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umumnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas, yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin;
  3. Barang siapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain.
Referensi

www.hukumonline.com

Pada dasarnya belum ada hukum di Indonesia yang mengatur tentang Hukum Pedofilia. **

Pedofilia didefinisikan sebagai gangguan kejiwaan pada orang dewasa atau remaja yang telah mulai dewasa (pribadi dengan usia 18 atau lebih tua) biasanya ditandai dengan suatu kepentingan seksual primer atau eksklusif pada anak prapuber (umumnya usia 16 tahun atau lebih muda, walaupun pubertas dapat bervariasi). Anak harus minimal dua belas tahun lebih muda dalam kasus pedofilia remaja (12 tahun atau lebih tua) baru dapat diklasifikasikan sebagai pedofilia.

Dari definisi diatas sudah jelas bahwa suatu kasus dapat dikatakan pedofilia apabila korbannya berusia dibawah 12 tahun, beberapa referensi menyebutkan dibawah 13 tahun. Definisi anak menurut hukum di Indonesia adalah antara 8 tahun hingga 18 tahun, hal ini sesuai dengan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 yang merumuskan bahwa anak adalah orang dalam perkara anak nakal yang telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun. Sedangkan syarat kedua anak belum pernah kawin. Maksudnya tidak sedang terikat dalam perkawinan ataupun pernah kawin dan kemudian cerai. Apabila si anak sedang terikat dalam perkawinan atau perkawinannya putus karena perceraian, maka si anak di anggap telah dewasa, walaupun umurnya belum genap 18 (delapan belas) tahun.

Sedangkan didalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 dikatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.

Dari definisi tersebut sudah jelas bahwa definis anak didalam kacamata hukum di Indonesia adalah dibawah umur 18 tahun.

Lalu bagaimana dengan hukum kekerasan seksual pada anak-anak ?

Menurut KUHP, yang diatur adalah sanksi bagi para pelaku kekerasan seksual pada anak dibawah umur, bukan spesifik terhadap pelaku pedofilia. Kekerasan seksual pada anak dibawah umur dibagi menjadi dua, yaitu persetubuhan dan perbuatan cabul.

Persetubuhan

Dalam hal persetubuhan adalah persetubuhan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap wanita diluar perkawinan, dimana pihak korban adalah anak dibawah umur.

Pasal 287 ayat 1, menyatakan bahwa:

“barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita diluar pernikahan, padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum 15 (lima belas tahun), atau kalau umurnya tidak ternyata, belum mampu kawin diancam dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan tahun).”

Pasal 288 ayat 1 KUHP, menyatakan bahwa:

“barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di dalam pernikahan, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa sebelum mampu kawin, diancam apabila perbuatan mengakibatkan luka-luka, dengan pidana penjara paling lambat 4 (empat tahun).”

Perbuatan cabul

Perbuatan cabul yang terjadi disini maksudnya adalah perbuatan yang dilakukan oleh orang dewasa terhadap anak dibawah umur untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan kehormatan korban dalam konteks perbuatan asusila.

Pasal 289 KUHP, menyatakan:

“bahwa barang siapa dengan kekerasan atau ancama kekerasan memaksa seseorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun.”

Pasal 290 ayat 2 KUHP, menyatakan:

“bahwa diancam dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun, barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seseorang padahal diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum 15 (lima belas) tahun atau belum kawin.”

Pasal 290 ayat 3 KUHP, menyatakan:

“bahwa barang siapa membujuk seseorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum 15 (lima belas) tahun atau ternyata belum kawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh diluar perkawinan dengan orang lain.”

Pasal 292 KUHP, menyatakan:

“bahwa orang yang cukup umur, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sama kelamin, yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa belum cukup umur, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.”

Pasal 293 ayat 1 KHUP, menyatakan:

“bahwa barang siapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan pembawa yang timbul dari hubungan penyesatan sengaja menggerakan seorang belum cukup umur dan baik tingkah lakunya, untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya perbuatan cabul dengan dia, padahal belum cukup umurnya itu diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun.”

Pasal 294 ayat 1 KUHP, menyatakan:

“bahwa barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak dibawah pengawasannya yang belum cukup umur, atau dengan orang yang belum cukup umur yang memeliharanya, pendidikannya atau bawahannya yang belum cukup umur, diancam dengan pidana paling lama 7 (tujuh) tahun.”

Yang menarik dari tindak pidana pencabulan adalah adanya rasa ketidakadilan bagi korban. Mengapa demikian, kita analisis alasannya :

  • Pasal 289 KUHP memberikan sanksi 9 tahun bagi pelaku pencabulan, tetapi apabila korban berumur kurang dari 15 tahun, sesuai dengan Pasal 290 ayat 2 KUHP, sanksinya lebih rendah, yaitu 7 tahun, padahal dampak psikologis yang diterima lebih besar pada korban anak-anak dibandingkan orang dewasa.

  • Pasal 292 KUHP mengatakan bahwa apabila korbannya mempunyai kelamin yang sama, dan dibawah umur, hanya dikenai sanksi 5 tahun, padahal korban pencabulan oleh orang yang mempunyai jenis kelamin yang sama akan mempunyai dampak yang luar biasa bagi korban.

Oleh karena itu, sudah sepatutnya para penegak hukum memikirkan kembali aturan-aturan yang ada.