Bagaimana Hukuman Mati ditinjau dari segi Instrumen Hukum Internasional?

Hukuman Mati ditinjau dari segi Instrumen Hukum Internasional

Bagaimana Hukuman Mati ditinjau dari segi Instrumen Hukum Internasional ?

Hukuman Mati Ditinjau dari Hukum Nasional suatu negara


Kedaulatan hukum adalah sebuah norma dan aturan yang harus dijalankan dan diterapkan atas tindakan kejahatan. Kedaulatan hukum sebuah negara adalah mutlak hak setiap negara yang harus dihormati negara lain. Kemanusiaan pula menjadi titik agar setiap manusia dapat menjadi manusia yang baik dan bukan menghancurkan manusia lainnya. Hubungan Diplomatik juga sebagai elemen penting dalam menjalani hubungan antara negara dalam tatanan internasional.

Hukuman mati menjadi suatu hal dilematis ketika kita dihadapkan pada penerapan kedaulatan hukum dan penerapan nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai contoh, di satu sisi negara Cina menerapkan hukuman mati bagi pelaku koruptor di negara mereka. Walaupun hal ini menimbulkan perdebatan dalam ruang internasional, namun isu kemanusiaan yang muncul akan dengan sendirinya mencair dikarenakan tidak ada subjek yang dihukum yang merupakan warga negara lain. Dengan kata lain, hukuman mati yang dilakukan oleh pemerintah Cina adalah tindakan yang dilakukan terhadap rakyat Cina sendiri sehingga tidak ada negara manapun yang dapat mengintervensi undang-undang pemerintah Cina.

Sama halnya dengan negara seperti Arab Saudi, Amerika Serikat, dan negara lainnya yang menjalankan hukuman mati untuk warganya adalah atas dasar upaya penerapan kedaulatan hukum negara tersebut. Pemerintah Cina menganggap kejatahan korupsi merupakan kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat sehingga dapat menyengsarakan rakyat dan merugikan negara. Menurut Amnesty International, setidaknya 5.837 eksekusi mati dilakukan di 22 negara dan di daerah pada tahun 2010. Diantara beberapa negara yang menerapkannya adalah Cina, Amerika Serikat, Arab Saudi, Korea Utara, Iran, Libya , Indonesia dan lainnya. Bahkan Amerika menerapkan hukuman mati bagi warga negaranya yang terlibat dalam kasus spionase , pembunuhan dan pengkhianatan. Bahkan negara tetangga Malaysia juga memiliki aturan hukum yang mengatur tentang eksekusi mati yang tertuang dalam Bagian 39B Akta Dadah (Narkoba) Berbahaya 1952 yang mewajibkan hukuman mati harus dijalankan kepada pelaku kejahatan narkoba.

Di negara-negara Timur Tengah, Arab Saudi, dan Iran, tingkat tertinggi hukuman mati dijalankan kepada pelaku pembunuhan , pemerkosaan, perzinahan, pemurtadan, narkoba dan lainnya. Jelas bahwa penerapan hukuman mati di masing-masing negara memiliki perbedaan dalam tingkat vital atau urgensinya berdasarkan hal yang dianggap menjadi ancaman. Namun sangat jelas bahwa penerapan hukuman mati yang dilakukan adalah bentuk kedaulatan formalitas hukum di suatu negara yang berdaulat yang menganggap suatu kasus merupakan ancaman yang bersifat langsung ataupun tidak langsung terhadap kondisi negara ataupun masyarakatnya.

Hukuman Mati ditinjau dari segi Instrumen Hukum Internasional


Analisa terhadap beberapa norma hukumm Internasional yang sedikit banyak bersentuhan dengan isu pelaksanaan hukuman mati. Terdapat dua jenis instrumen yang secara khusus hendak diamati, yakni Instrumen HAM Internasional dan Instrumen yang berupa Statuta-statuta Mahkamah Kejahatan Internasional. Untuk kategori yang pertama, terdapat dua instrumen yang yang dibahas, yakni Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR), kedua Instrumen ini dipilih untuk dibahas karena keduanya seringkali dipergunakan sebagai argumen untuk mengatakan bahwa norma-norma hukum internasional melarang penerapan hukuman mati. Sedangkan untuk kategori yang kedua, instrumen Hukum Internasional yang hendak diamati adalah agreement for the prosecution and punishment of the major war criminals of the european axis, Statuta International Criminal Tribunal for the former Yugoslavia (ICTY), Statuta International Criminal Tribunal for Rwanda (ICTR) dan Statuta Roma 1998 yang menjadi dasar pembentukkan International Criminal Court (ICC).

1. Hukuman mati ditinjau dari Pasal 3 DUHAM.

Berdasarkan Pasal 3 ” Setiap orang berhak atas kehidupan, kemerdekaan, dan keamanan pribadi ”. Bentuk yang paling ekstrim dari pelanggaran hak untuk hidup ini ialah pembunuhan atau melukai jasmai atau rohani dari seseorang ataupun dari kelompok Hukuman mati jelas telah melanggar pasal ini, dimana orang yang dijatuhi hukuman mati telah dirampas kehidupannya, kemerdekaannya, keamanan pribadinya. Bagaimanapun juga, hukuman mati adalah hukuman yang sangat melanggar hak untuk hidup bagi manusia sebagai makluk ciptaan Tuhan.Dapat dilihat banyak orang yang telah dijatuhi hukuman mati, antara lain koruptor di Cina, Saddam Hussein, ataupun lainnya. Namun seperti kasus Rwanda dan Yugoslavia pelaku pelanggaran HAM hanya diganjar dengan hukuman maksimal pidana seumur hidup, karena hukuman mati di jaman modern ini mulai ditinggalkan oleh negara-negara di dunia, meskipun masih ada beberapa negara yang masih melaksanakannya dengan berbagai cara.

Pengaturan tentang hak dasar yaitu hak untuk hidup yang diatur dalam DUHAM tersebut yang dalam hal ini dihubungkan dengan hukuman mati, terdapat pengecualian terhadap pelaksanaan hak tersebut yaitu dengan adanya pemahaman mendalam terhadap adanya derogable rights , yaitu dalam hal yang pertama ” a public emergency which treatens the life of nation ” dapat dijadikan dasar untuk membatasi pelaksanaan hak-hak kebebasan dasar, dengan syarat bahwa kondisi keadaan darurat ( public emergency ) tersebut harus diumumkan secara resmi ( be officially proclaimed ), bersifat terbatas serta tidak boleh diskriminatif.

2. Hukuman mati ditinjau dari Pasal 6 ICCPR

Hukuman mati ditinjau menurut Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan politik yaitu Pasal 6 ayat (1) Pada setiap insan manusia melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorangpun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas kehidupannya. Seperti halnya dijelaskan pada Pasal 3 DUHAM bahwa pelaksanaan eksekusi mati, telah melanggar pasal 6 ayat (1), eksekusi mati pada dasarnya menimbulkan kesakitan fisik dan dirampasnya hak hidup dari seseorang, dan ini yang bertentangan dengan Pasal 6 ayat (1) ICCPR dan Pasal 3 DUHAM. Meskipun banyak negara belum menghapuskan hukuman mati antara lain Indonesia, Cina dan negara Irak belum menghapuskan hukuman mati, yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya pemenuhan dan pengaturan yang jelas terhadap pelaksanaan hukuman tersebut baik itu dalam proses penangkapan maupun dalam pelaksanaan pemeriksaan di persidangan, sehingga hal tersebut bertentangan dengan konsep the rule of law dimana terdapatnya pengaturan yang jelas baik itu persamaan kedudukan dihadapan hukum dan juga terdapatnya peradilan yang bebas dan tidak memihak yang berimplikasi kekuasaan kehakiman yang merdeka.

Pasal 6 ayat (2) Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil Politik menyatakan bahwa:

Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusannya dapat diberikan hanya untuk kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa melanggar suatu ketentuan dari Kovenan ini dan Konvensi Tentang Pencegahan Dan Penghukuman Kejahatan Pemusnahan (suku) Bangsa. Hukuman ini hanya boleh dilaksanakan dengan putusan terakhir dari pengadilan yang berwenang.

Lebih lanjut Pasal 6 ayat (4) Kovenan Internasional tentang Hak Sipil Politik mengatur bahwa:

Seseorang yang telah dihukum mati harus mempunyai hak untuk memohon pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengampunan, atau keringanan hukuman mati dapat diberikan dalam segala bab.

Hal tersebut diatur secara limitatif dalam Kovenan Internasional Tentang Hak Sipil dan Politik, dalam Pasal 4 ayat (1) ICCPR menyatakan :

Dalam keadaan darurat umum yang mengancam kehidupan bangsa dan terdapatnya keadaan darurat tersebut telah diumumkan secara resmi, negara-negara pihak pada kovenan ini dapat mengambil upaya-upaya yang menyimpang ( derogate ) dari kewajiban mereka berdasarkan kovenan ini, sejauh hal itu dutuntut oleh situasi darurat tersebut, dengan ketentuan bahwa upaya-upaya tersebut tidak bertentangan dengan kewajiban negara-negara pihak itu menurut hukum internasional, dan tidak menyangkut diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan asal-usul sosial, sehingga vonis mati yang dijatuhkan terhadap sesorang tidak bertentangan dengan Pasal 3 DUHAM, karena kejahatan yang dilakukan adalah kejahatan HAM berat dan memenuhi ketentuan Pasal 4 ICCPR.