Bagaimana hukum transplantasi organ tubuh menurut Islam?

Transplantasi organ adalah transplantasi atau cangkok atau pemindahan seluruh atau sebagian organ dari satu tubuh ke tubuh yang lain, atau dari suatu bagian ke bagian yang lain pada tubuh yang sama.

Bagaimana hukum transplantasi organ tubuh menurut Islam?

Transplantasi adalah pemindahan organ tubuh dari orang sehat atau mayat yang organ tubuhnya mempunyai daya hidup dan sehat kepada tubuh orang lain yang memiliki organ tubuh yang tidak berfungsi lagi sehingga resipien (penerima organ tubuh) dapat bertahan hidup secara sehat.

Dalam islam transplantasi bisa dikategorikan urusan duniawi. Karena jika kita amati, tidak ada dalil baik dari Al Qur’an ataupun hadits yang menjelaskannya. Lalu bagaimana hukum mendonorkan organ tubuh untuk di transplantasi?

Allah berfirman:

“Dan tolong menolonglah kamu dalam berbuat kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (QS. Al-Maidah 5 :2)

Dari firman tersebut maka mendonorkan organ tubuh untuk ditransplantasi itu boleh. Namun perlu diperhatikan,dalam mendonorkan organ, organ tersebut bukanlah organ vital, yang jika organ tersebut diambil maka akan menimbulkan kematian bagi pendonor.

Ada dua jenis donor organ:

1. Donor organ ketika pendonor masih hidup

Donor seperti ini dibolehkan dengan syarat. Yaitu, donor tersebut tidak mengakibatkan kematian si pendonor. Misalnya, dia mendonorkan jantung, limpha atau paru-parunya. Hal ini akan mengakibatkan kematian pada diri si pendonor. Padahal manusia tidak boleh membunuh dirinya, atau membiarkan orang lain membunuh dirinya; meski dengan kerelaannya.

Allah Swt berfirman:

Dan janganlah kamu membunuh dirimu. (QS an-Nisa [4]: 29).

Selanjutnya Allah Swt berfirman:

Dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS al-An’am [6]: 151)

Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah RA yang mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda :

“Siapa saja yang menjatuhkan diri dari sebuah gunung dan membunuh dirinya sendiri, maka dia akan dimasukkan ke dalam neraka Jahannam.”

“…dan janganlah kamu menjerumuskan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan.” (QS. Al-Baqarah 2: 195)

2. Donor organ ketika pendonor telah meninggal

Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat para ulama fiqh. Sebagian ulama madzhab Maliki dan Adz-Dzahiri yang berpendapat bahwa npemanfaatan organ tubuh mayat tidak boleh dilakukan dengan landasan sabda Rosulullah Rasulullah saw.,

“Memotong tulang mayat sama dengan memotong tulang manusia ketika masih hidup.” (HR. Abu Daud).

Jadi, mayat harus dihormati sebagaimana ia dihormati semasa hidupnya.

Jumhur ulama fiqh yang terdiri dari sebagian ulama Madzhab Hanafi, Maliki, Syafli dan Hambali berpendapat bahwa memanfaatkan organ tubuh manusia sebagai pengobatan dibolehkan dalam keadaan darurat. Menurut mereka hadits riwayat Abu Dawud tersebut berlaku jika dilakukan semena-mena tapa manfaat. Apabila dilakukan untuk pengobatan itu tidak dilarang karena hadits yang memerintahkan seseorang untuk mengobati penyakitnya lebih banyak dan lebih meyakinkan daripada hadits Abu Daud tersebut.

Transplantasi ini dapat di lakukan dengan syarat si pendonor telah mewariskan sebelum ia meninggal atau dari ahli warisnya (jika sudah wafat).

Namun ada pula yang berpendapat bahwa hukum pemilikan terhadap tubuh manusia setelah dia mati. Merupakan suatu hal yang tidak diragukan lagi bahwa setelah kematiannya, manusia telah keluar dari kepemilikan serta kekuasaannya terhadap semua hal; baik harta, tubuh, maupun istrinya. Dengan demikian, dia tidak lagi memiliki hak terhadap tubuhnya.memang di bolehkan untuk harta namun itu di khususkan hanya untuk harta bukan untuk anggota badan.

Menurut saya, dalam keadaan darurat diperbolehkan, dengan dasar:

Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang [2:173]

Hal ini di karenakan demi menyembuhkan penyakit, karena Allah menurunkan suatu penyakit beserta obatnya. Dan dalam syariat islam menuntut umatnya agarseluruh penyakit harus di obati,angan membiarkan penyakit bersarang di tubuh kita yang dapat berakibat fatal,yaitu kematian. Sesuai dengan firman Allah SWT:

Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah sangat belas kasihan padamu. (QS an-Nisa [4]: 29).