Bagaimana hukum penitensier terhadap anak di Indonesia?

Hukum Penitensier atau hukum pelaksanaan pidana adalah keseluruhan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan ang berisi tentang cara bagaimana melaksanakan putusan hakim terhadap seseorang yang memiliki status sebagai terhukum.

Bagaimana hukum penitensier terhadap anak di Indonesia ?

Seorang Anak yang melakukan tindak pidana biasa disebut dengan anak nakal. Berdasarkan Pasal 1 Butir 2 Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, anak nakal adalah:

  1. Anak yang melakukan tindak pidana, atau

  2. Anak yang melakukan perbuatan yang dinyatakan dilarang bagi anak, baik menurut perundang-undangan maupun menurut peraturan hukum lain yang hidup dan berlaku dalam masyarakat bersangkutan.

Kenakalan anak menurut Kartini Kartono adalah perilaku jahat /dursila, atau kejahatan/kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologi) secara sosial pada anak-anak dan remaja yang disebabkan oleh suatu bentuk pengabaian tingkah laku yang menyimpang.

Kenakalan anak adalah reaksi dari penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh anak, namun tidak segera ditanggulangi, sehingga menimbulkan akibat yang berbahaya baik untuk dirinya maupun bagi orang lain. Menurut Romli Atmasasmita, Juvenile Deliquency adalah setiap perbuatan atau tingkah laku seseorang anak di bawah umur 18 (delapan belas) tahun dan belum kawin yang merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum yang berlaku serta dapat membahayakan perkembangan peribadi anak yang bersangkutan.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, Pasal 22 menerangkan bahwa anak nakal yang melakukan tindak-pidana dapat dijatuhi pidana dan tindakan. Hukuman yang diberikan pada anak mungkin dapat di serahkan pada lembaga pemasyarakatan seperti pidana penjara, kurungan, dan tindakan menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan, dan latihan kerja.

Masalah penegakan hak-hak anak dan hukum anak, pada dasarnya sama dengan masalah penegakkan hukum secara keseluruhan. Anak nakal hanya dapat dijatuhkan pidana atau tindakan seperti yang dimuat dalam Pasal 22 UU Pengadilan Anak Nomor 3 Tahun 1997,

Namun **Sistem Peradilan Pidana Anak Nomor 11 Tahun 2012 ** juga menjelaskan bahwa pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal, paling lama 1/2 (satu per dua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa dan apabila Anak Nakal, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 (sepuluh) tahun.

Pasal 81 Ayat (1) bahwa “Pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak paling lama 1/2 (satu perdua) dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa”. Pasal 81 Ayat (6) bahwa “Jika tindak pidana yang dilakukan Anak merupakan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun”.

Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia


Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap penyelidikan sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana.

Anak dalam UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, antara lain :

  1. Anak yang Berhadapan dengan Hukum adalah anak yang berkonflik dengan hukum, anak yang menjadi korban tindak pidana, dan anak yang menjadi saksi tindak pidana

  2. Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana

  3. Anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.

  4. Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri.

Pada sistem peradialan pidana anak dalam undang undang yang baru terdapat istilah keadilan restoratif hal ini tertuang dalam Pasal 1 Angka 6 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

Keadilan Restoratif adalah penyelesaian perkara tindak pidana dengan melibatkan pelaku, korban, keluarga pelaku/korban, dan pihak lain yang terkait untuk bersama-sama mencari penyelesaian yang adil dengan menekankan pemulihan kembali pada keadaan semula, dan bukan pembalasan.

Demi mewujudkan keadilan restoratif, maka dalam Sistem Peradilan Pidana Anak dimungkin adanya diversi. Diversi diperjelas pada Pasal 1 angka 7 UU Nomor 11 Tahun 2012 adalah pengalihan penyelesaian perkara Anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana .

Pihak-pihak yang berperan mewujudkan Sistem Peradilan Pidana Anak yang diatur dalam Pasal 1 UU Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak , antara lain adalah :

  1. Penyidik adalah penyidik anak;
  2. Penuntut Umum adalah penuntut umum anak;
  3. Hakim adalah hakim anak;
  4. Hakim Banding adalah hakim banding anak;
  5. Hakim Kasasi adalah hakim kasasi anak;
  6. Pembimbing Kemasyarakatan adalah pejabat fungsional penegak hukum yang melaksanakan penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan terhadap anak di dalam dan di luar proses peradilan pidana;
  7. Pekerja Sosial Profesional adalah seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang memiliki kompetensi dan profesi pekerjaan sosial serta kepedulian dalam pekerjaan sosial yang diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan/atau pengalaman praktik pekerjaan sosial untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial;
  8. Tenaga Kesejahteraan Sosial adalah seseorang yang dididik dan dilatih secara profesional untuk melaksanakan tugas pelayanan dan penanganan masalah sosial dan/atau seseorang yang bekerja, baik di lembaga pemerintah maupun swasta, yang ruang lingkup kegiatannya di bidang kesejahteraan sosial anak;
  9. Keluarga adalah orang tua yang terdiri atas ayah, ibu, dan/atau anggota keluarga lain yang dipercaya oleh Anak;
  10. Wali adalah orang atau badan yang dalam kenyataannya menjalankan kekuasaan asuh sebagai orang tua terhadap anak;
  11. Pendamping adalah orang yang dipercaya oleh anak untuk mendampinginya selama proses peradilan pidana berlangsung;
  12. Advokat atau pemberi bantuan hukum lainnya adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  13. Lembaga Pembinaan Khusus Anak yang selanjutnya disingkat LPKA adalah lembaga atau tempat anak menjalani masa pidananya;
  14. Lembaga Penempatan Anak Sementara yang selanjutnya disingkat LPAS adalah tempat sementara bagi anak selama proses peradilan berlangsung ;
  15. Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial yang selanjutnya disingkat LPKS adalah lembaga atau tempat pelayanan sosial yang melaksanakan penyelenggaraan kesejahteraan sosial bagi anak;
  16. Klien Anak adalah anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan;
  17. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Bapas adalah unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

Sistem Peradilan Pidana Anak, terkait beberapa unsur yang merupakan satu kesatuan, yaitu : Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak, Hakim Anak serta Petugas Lembaga Pemasyarakatan Anak.

Anak yang berhadapan dengan hukum, tetap memiliki hak untuk dapat dilindungi sebagai seorang anak yang masih di bawah umur. Pasal 3 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan pidana anak menyatakan, setiap Anak dalam proses peradilan pidana berhak di antaranya:

  1. Diperlakukan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya;
  2. Dipisahkan dari orang dewasa;
  3. Melakukan kegiatan rekreasional;
  4. Bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan derajat dan martabatnya;
  5. Tidak dijatuhi pidana mati atau pidana seumur hidup; dan
  6. Tidak ditangkap, ditahan, atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat.

Pasal 20 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 menjelaskan bahwa dalam hal tindak pidana dilakukan oleh anak sebelum genap berumur 18 (delapan belas) tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah Anak yang bersangkutan melampaui batas umur 18 tahun, tetapi belum mencapai umur 21 tahun, akan tetap diajukan ke sidang Anak.

Menurut Sudikno Mertokusumo sebagaimana telah dikutip oleh Romli Atmasasmita dalam bukunya yang berjudul “Peradilan Anak di Indonesia”, peradilan adalah suatu pelaksanaan hukum dalam hal konkrit adanya tuntutan hak, yang fungsinya dijalankan oleh suatu badan yang berdiri sendiri dan diadakan oleh negara serta bebas dari pengaruh apapun satau siapapun dengan cara memberikan putusan yang bersifat mengikat dan bertujuan mencegah “eigenrichting” (premanisme).

Penggunaan kata “anak” dalam Peradilan Anak menunjukkan batasan atas perkara yang ditangani, yaitu perkara anak. Sehingga, proses memberi keadilan berupa rangkaian tindakan yang dilakukan oleh Badan Peradilan tersebut juga harus disesuaikan dengan kebutuhan anak.

Peradilan Anak merupakan suatu pengkhususan pada lingkungan Peradilan Umum, sebagaimana tercantum dalam ketentuan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, dengan kualifikasi perkara yang sama jenisnya dengan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam hal melanggar ketentuan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Oleh karena hal tersebut, maka secara sistematika hukum (recht sistematisch) isi kewenangan Peradilan Anak tidak akan dan tidak boleh

  1. Melampaui kompetensi absolut (absolute competenties) Badan Peradilan Umum;
  2. Memeriksa, mengadili dan memutus perkara-perkara yang telah menjadi kompetensi absolut lingkungan badan peradilan lain, seperti Badan Peradilan Agama.

Hillary Rodham Clinton, menulis dalam bukunya It Takes A Village :

“Anak-anak sama sekali bukan individualis. Mereka bergantung kepada orang dewasa yang mereka kenal, juga kepada ribuan orang lain, yang membuat keputusan setiap hari dan mempengaruhi kesejahteraan mereka. Kita semua, entah sadar atau tidak, bertanggung jawab untuk memutuskan apakah anakanak kita dibesarkan dalam sebuah bangsa yang tidak hanya menjunjung nilai-nilai keluarga tetapi juga menghargai keluarga berikut anakanak didalamnya.”

Undang- undang pengadilan anak telah mengatur secara khusus tentang hukum acara dari tingkat penyidikan sampai dengan acara pemeriksaan di sidang pengadilan. Pada tahap penyidikan secara umum pemeriksaan terhadap perkara Anak Nakal (sebagai pelaku tindak pidana) dilaksanakan sebagai berikut :

a. Pejabat yang berwenang menangani perkara anak.

Pasal 41 Ayat (5), (6), dan (7) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 mengatur :

  1. Penyidikan terhadap anak nakal, dilakukan oleh penyidik yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Kepala Kepolisian Republik Indonesia atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia.

  2. Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah :

    a. telah berpengalaman sebagai penyidik tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa;

    b. mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah.

  3. Dalam hal tertentu dan dipandang perlu, tugas penyidikan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dibebankan kepada :

    a) penyidik yang melakukan tugas penyidikan bagi tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa; atau

    b) penyidik lain yang ditetapkan berdasarkan ketentuan undang- undang yang berlaku.

    c) Penangkapan dan penahanan terhadap anak.

    Saat penangkapan, implementasi hak tersangka anak sudah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan KUHAP dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997, tetapi dalam hal penahanan belum terlaksana sebab tempat penahanan anak belum terpisah dari tempat penahanan bagi orang dewasa.

b. Pemeriksaan terhadap tersangka anak dilaksanakan secara kekeluargaan sesuai dengan ketentuan Pasal 42 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997.

c. Tersangka anak berhak di damping oleh penasihat hukum. Bantuan hukum terhadap tersangka anak diatur dalam Pasal 51 Ayat (1), (2) dan (3) Undang- Undang Nomor 3 Tahun1997.

d. Penyidikan perkara anak wajib dirahasiakan.

e. Pemberkasan perkara anak.

Pemberkasan perkara anak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan KUHAP sebab hal ini tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997. Pada tahap penuntutan, penuntut umum yang melakukan penuntutan terhadap anak nakal sesuai dengan ketentuan Pasal 53 Undang-undang Nomor 3 Tahun 1997 adalah penuntut umum yang ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Jaksa Agung atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Jaksa Agung.

Seorang hakim anak harus memenuhi Syarat-syarat untuk dapat ditetapkan sebagai hakim anak, dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 ditentukan sebagai berikut :

  1. telah berpengalaman sebagai hakim di pengadilan dalam lingkungan peradilan umum,

  2. mempunyai minat, perhatian, dedikasi dan memahami masalah anak.

Seluruh pengadilan negeri di Indonesia sudah ada hakim khusus yang menangani anak nakal/terdakwanya anak-anak yang surat keputusannya dikeluarkan oleh Ketua Mahkamah Agung.

SANKSI DAN PEDOMAN PENJATUHAN SANKSI


Adapun Sanksi yang dapat dijatuhkan, sebagai berikut :

  1. Pidana yang dapat dijatuhkan dapat berupa :

    a. Pidana Pokok yang dapat berupa : (Pasal 23 ayat (2) UU no.3 Tahun 1997

    1. pidana penjara;
    2. pidana kurungan;
    3. pidana denda, atau
    4. pidana pengawasan, dan

    b. Pidana Tambahan yang dapat berupa : (Pasal 23 (3) UU No.3 Tahun 1997

    1. perampasan barang-barang tertentu dan atau
    2. pembayaran ganti rugi.
  2. Tindakan yang dapat dijatuhkan dapat berupa :

    a. mengembalikan kepada orang tua, wali atau orang tua asuh,
    b. menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja, atau
    c. menyerahkan kepada Departemen Sosial atau Organisasi Sosial Kemasyarakatan yang bergerak di bidang pendidikan, pembinaan dan latihan kerja (lihat Pasal 24 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997).

Tindakan tersebut diatas dapat disertai dengan teguran dan syarat tambahan yang ditetapkan oleh hakim (lihat pada ayat (2)nya).

Penjelasan Pasal 24 ayat (2) UU No.3/1997 :

Yang dimaksud dengan “teguran” adalah peringatan dari Hakim baik secara langsung terhadap anak yang dijatuhi tindakan maupun secara tidak langsung melalui orang tua, wali atau orang tua asuhnya agar anak tersebut tidak mengulangi lagi perbuatan yang mengakibatkan ia dijatuhi tindakan. Yang dimaksud dengan “syarat tambahan” misalnya kewajiban untuk melapor secara periodik kepada Pembimbing Kemasyarakatan.

Pedoman Penjatuhan Sanksi, adalah sebagai berikut :

  • Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, hakim menjatuhkan pidana atau tindakan sebagaimana tersebut di atas (Pasal 25 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997). Terhadap Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf b, hakim menjatuhkan tindakan sebagaimana tersebut di atas (Pasal 25 ayat (2) UU No.3 Tahun 1997).

  • Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka pidana penjara yang dapat dijatuhkan kepada anak tersebut paling lama 10 Tahun (Pasal 26 ayat (2) UU No. 3 Tahun 1997).

  • Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai umur 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka hanya dapat dijatuhkan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1) huruf b berbunyi : menyerahkan kepada negara untuk mengikuti pendidikan, pembinaan dan latihan kerja (Pasal 26 ayat (3) UU No.3 Tahun 1997).

    Apabila Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, belum mencapai 12 tahun melakukan tindak pidana yang diancam dengan bukan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, maka dijatuhkan salah satu tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU No.3 Tahun 1997 (Pasal 26 ayat (4) UU No.3 Tahun 1997).

  • Pidana Penjara yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa (Pasal 26 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997).

  • Pidana Kurungan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling lama ½ dari maksimum ancaman pidana kurungan bagi orang dewasa (Pasal 27 UU No.3 Tahun 1997).

  • Pidana denda yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal paling banyak ½ dari maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa. Apabila pidana denda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ternyata tidak dapat dibayar maka diganti dengan wajib latihan kerja (Pasal 28 ayat (1), (2) UU No.3 Tahun 1997). Wajib latihan kerja sebagai pengganti denda dilakukan paling lama 90 hari kerja dan lama latihan kerja tidak lebih dari 4 jam sehari serta tidak dilakukan pada malam hari (Pasal 28 ayat (3) UU No.3 Tahun 1997).

  • Pidana bersyarat dapat dijatuhkan oleh Hakim apabila pidana penjara yang dijatuhkan paling lama 2 tahun. Dalam putusan pengadilan mengenai pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditentukan syarat umum dan syarat khusus (Pasal 29 ayat (1), (2) UU No.3 Tahun 1997).

    • Ayat (3) : syarat umum ialah bahwa Anak Nakal tidak akan melakukan tindak pidana lagi selama menjalani masa pidana bersyarat
    • Ayat (4) : syarat khusus : ialah untuk melakukan atau tidak melakukan hal tertentu yang ditetapkan dalam putusan hakim dengan tetap memperhatikan kebebasan anak.
    • Ayat (5) : masa pidana bersyarat bagi syarat khusus lebih pendek daripada masa pidana bersyarat bagi syarat umum.
    • Ayat (6) : jangka waktu masa pidana bersyarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) paling lama 3 tahun.

    Anak Nakal yang menjalani pidana bersyarat dibimbing oleh Balai Pemasyarakatan dan berstatus sebagai Klien Pemasyarakatan dan berstatus sebagai Klien Pemasarakatan (Pasal 29 ayat (8) UU No. 3 Tahun 1997). Selama menjalani masa pidana bersyarat, Jaksa melakukan pengawasan. (Pasal 29 ayat (7) UU No.3 Tahun 1997).

  • Pidana Pengawasan yang dapat dijatuhkan kepada Anak Nakal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2 huruf a, paling singkat 3 bulan dan paling lama 2 tahun (Pasal 30 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997)

    • Ayat (2) : anak yang bersangkutan ditempatkan dibawah pengawasan Jaksa dan bimbingan Pembimbing Kemasyarakatan.
    • Ayat (3) : akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah

PEMASYARAKATAN TERHADAP ANAK


Landasan Hukum

  1. UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan
  2. UU No. 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak

Batasan-batasan (Pasal 1 UU No. 12 Tahun 1995)

  1. Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan, dan cara pembinaan yang merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam tata peradilan pidana (butir ke-1)

  2. Sistem Pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan, memperbaiki diri, dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan, dan dapat hidup secara wajar sebagai warga yang baik dan bertanggungjawab (butir ke-2)

  3. Warga Binaan Pemasyarakatan adalah Narapidana, Anak Didik Pemasyarakatan dan Klien Pemasyarakatan (butir ke-5).

  4. Lembaga Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan Narapidana dan Anak Didik Pemasyarakatan (butir ke-3)

  5. Balai Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut BAPAS adalah pranata untuk melaksanakan bimbingan Klien Pemasyarakatan (butir ke-4).

  6. Narapidana adalah Terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS (butir ke-7).

  7. Anak Didik Pemasyarakatan adalah :

    • Anak Pidana yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan menjalani pidana di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun

    • Anak Negara yaitu anak yang berdasarkan putusan pengadilan diserahkan pada negara untuk dididik dan ditempatkan di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun.

    • Anak Sipil yaitu anak yang atas permintaan orang tua atau walinya memperoleh penetapan pengadilan untuk dididik di LAPAS Anak paling lama sampai berumur 18 tahun (butir ke-8).

  8. Klien Pemasyarakatan yang selanjutnya disebut Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan BAPAS (butir ke-9).

  9. Pasal 6 ayat (3), Pasal 42 ayat (1) jo Pasal 39 UU No.12 Tahun 1995.

Menyatakan :

Klien Pemasyarakatan atau klien terdiri dari :

  • Terpidana bersyarat;
  • Narapidana, Anak Pidana dan Anak Negara yang mendapatkan pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas,
  • Anak Negara yang berdasarkan putusan pengadil pembinaannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial.
  • Anak Negara yang berdasarkan Kepala Menteri atau Pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, bimbingannya diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial, dan
  • Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya.

Pasal 45 UU No. 12 Tahun 1995 :

Ayat (1) : Menteri membentuk Balai Pertimbangan Pemasyarakatan dan Tim Pengamat Pemasyarakatan.

  1. Balai Pertimbangan Pemasyarakatan terdiri dari dari para ahli di bidang pemasyarakatan yang merupakan wakil instansi pemerintah terkait, badan non pemerintah dan perorangan lainnya (ayat (3) dari pasal tersebut)
    Tugas :
    a. memberi saran, dan atau
    b. memberi pertimbangan kepada Menteri (ayat (2) dari pasal tersebut)

  2. Tim Pengamat Pemasyarakatan terdiri dari pejabat-pejabat LAPAS, BAPAS atau pejabat terkait lainnya, bertugas :
    a. memberi saran mengenai bentuk dan program pembinaan dan pembimbingan dalam melaksanakan sistem pemasyarakatan,
    b. membuat penilaian atas pelaksanaan program pembinaan dan pembimbingan,
    c. menerima keluhan dan pengaduan dari Warga Binaan Pemasyarakatan (ayat (4) dari pasal tersebut)

Beberapa ketentuan yang terdapat di dalam UU No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak:

  • Anak Didik Pemasyarakatan ditempatkan di LAPAS
    Anak yang harus terpisah dari orang dewasa (Pasal 60 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997)

  • Anak Pidana yang belum selesai menjalani pidananya di LAPAS Anak dan telah mencapai umur 18 tapi belum mencapai umur 21 tahun dipindahkan ke LAPAS dan ditempatkan secara terpisah dari yang telah mencapai umur 21 tahun atau lebih (Pasal 61 ayat (1) jo (1) UU No.3 Tahun 1997).

  • Pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada Anak Pidana yang telah menjalani pidana penjara 2/3 dari pidana yang dijatuhkan yang sekurang-kurangnya 9 bulan dan berkelakuan baik (Pasal 62 ayat (1) UU No.3 Tahun 1997). Pada ayat (5), (2)- nya dinyatakan : Anak Pidana tersebut berada dibawah pengawasan Jaksa dan Pembimbing Kemasyarakatan serta dilaksanakan oleh Balai Pemasyarakatan dan diamati oleh Tim Pengamat Pemasyarakatan.

  • Pembebasan bersyarat disertai dengan masa percobaan yang lamanya sama dengan siswa pidana harus dijalankannya (Pasal 62 ayat (3) UU No.3 Tahun 1997).
    Pembebasan bersyarat ditentukan dengan syarat umum dan syarat khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29. (3) Pasal (4) UU No.3 Tahun 1997.

Sumber : Bambang Dwi Baskoro, Hukum Acara Pidana Lanjut, Universitas Diponegoro