Bagaimana hukum memakan uang suap?

Uang suap

Suap, disebut juga dengan sogok atau memberi uang pelicin. Adapun dalam bahasa syariat disebut dengan risywah. Secara istilah disebut “memberi uang dan sebagainya kepada petugas (pegawai), dengan harapan mendapatkan kemudahan dalam suatu urusan”.

Bagaimana hukum memakan uang suap?

Para ahli fikih beralasan dengan empat dalil dalam menyatakan haramnya suap: Al-Qur’an, sunah, ijma’, dan akal.

1. Al-Qur’an

Allah Swt berfirman:

“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (Qs. Al-Baqarah [2]:188)

Allamah Thabathabai dalam penafsiran ayat di atas berkata: Pada ayat di atas, Allah Swt menggambarkan orang yang menyuap seorang hakim dengan ilustrasi yang sangat indah. Diilustrasikan penyuap adalah seorang yang menimba air dari dalam sumur. Air sumur itu adalah hukum yang diinginkan oleh penyuap tersebut. Sedangkan timba yang ia gunakan adalah uang suap yang digunakan untuk mengeluarkan air dari dalam sumur.Keniscayaan diharamkannya menyuap, adalah tanda diharamkannya menerima uang suap.

2. Riwayat

Banyak sekali riwayat yang menjelaskan diharamkannya suap dan menyebutnya sebagai bukti kekufuran. Misalnya, Rasulullah Saw bersabda:

“Jauhilah suap, karena perbuatan itu adalah kufur. Orang yang memakan uang suap tidak akan mencium bau surga.”

3. Ijma’

Dalil lain diharamkannya suap menurut para ahli fikih adalah adanya ijma’ dan kesepakatan semua aliran Islam baik dari kalangan Syiah maupun Sunni.

4. Akal

Suap membawa banyak kerugian bagi masyarakat. Jika ada seseorang yang bisa mendapatkan segala apa yang diinginkannya dengan menggunakan uang, maka orang-orang yang tidak memiliki uang dan bahkan tidak mau menyuap bakal mengalami masalah untuk meraih hak-hak mereka. Ketika semua pihak telah terbiasa menerima suap, maka mereka tidak akan mau menjalankan tugasnya dengan baik terhadap orang-orang yang tidak membayar suap. Akhirnya aturan dan peraturan bakal berantakan.

Oleh karena itu, sebagian faqih seperti Muqaddas Ardabili menyatakan bahwa akal adalah satu-satunya dalil yang sangat jelas atas haramnya suap. Sebagaimana yang disebutkan dalam kitab Majma’ul Fa’idah wal Burhan:

"Alasan haramnya suap dapat dipahami dari akal, Qur’an, hadis dan ijma’.

Sumber : Hukum Seputar Suap Dan Hadiah | Almanhaj