Bagaimana hubungan kecerdasan emosional dalam kepemimpinan?

kecerdasan emosional dalam kepemimpinan

Leadership atau kepemimpinan adalah skill dalam mengatur, mengelola, dan mengarahkan suatu kepentingan organisasi didalam organisasi itu sendiri agar dapat mencapai organisasi tersebut.

Istilah leadership berkaitan dengan kecakapan, sikap, keterampilan dan pengaruh terhadap apa yang ia pimpin. Dalam kepemimpinan seorang pemimpin juga harus memiliki skill kepemimpinan, diantaranya adalah Emotional Intellegence atau kecerdasan emosional.

Setiap manusia mempunyai skill leadership didalam dirinya, hanya saja seberapa besar pengaruhnya bisa menjadikannya menjadi pemimpin. Beberapa cara untuk menumbuhkan jiwa kepemimpinan di dalam diri adalah dengan berani bicara di depan umum, mencoba untuk menjadi orang yang aktif dan inovatif, sering terlibat berkerjasama di dalam tim, berani mengambil resiko dan lain-lain.

Karena sebuah jiwa kepemimpinan sangat penting sekali dimiliki oleh setiap manusia, selain untuk memimpin untuk orang lain, jiwa kepemimpinan juga dapat mengatur hidupnya sendiri. Dan juga leadership penting dalam hal teamwork didalam organisasi agar mencapai tujuan organisasi tersebut.

Kecerdasan emosi adalah kemampuan untuk mendapatkan dan menerapkan pengetahuan dan emosi diri dan orang lain agar bisa lebih berhasil dan bisa mencapai kehidupan yang lebih memuaskan.

Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi biasanya memiliki dua unsur penting dalam dirinya antara lain :

  • Kemampuan untuk berempati yang dimana memiliki kemampuan untuk membaca dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain, sebagai contohnya adalah kepandaian kita dalam melayani pelanggan.
  • Kemampuan untuk melakukan interaksi sosial dengan orang lain dimana seorang individu mampu mengelola perasaan orang lain dengan baik.

Kecerdasan emosional bagi seorang pemimpin itu begitu penting, karena akan membawa manfaat bagi diri sendiri dan memengaruhi orang-orang yang dibawah pimpinannya. Tak mengherankan bahwa kecerdasan emosi menjadi salah satu utama dalam proses seleksi untuk mendapatkan seorang pemimpin, karena kecerdasan emosilah yang menjadi pilar penentu apakah orang tersebut akan sukses kedepannya jika dibandingkan dengan skill leadership lainnya.

Kecerdasan emosi sangat dibutuhkan untuk para pemimpin di era ini, yang dapat menghadapi permasalahan kompleks yang membutuhkan kemampuan inovatif, tidak hanya sekedar tahu penyelesaiannya, namun mau untuk membangun visi kedepannya yang lebih jauh.

Adapun sumber yang menyatakan bahwa faktor-faktor kecerdasan emosional dibagi menjadi lima yaitu :

  1. Emphatic respon; kemampuan untuk menyadari perasaan emosi dari orang lain
  2. Mood regulation; kemampuan untuk mengontrol perasaan yang mengganggu
  3. Interpersonal skill; kemampuan dalam mengatur hubungan dan membangun network
  4. Inter-motivation;
  5. Self-awereness; kemampuan seseorang untuk mengerti mood, emosi dan dorongan serta efek dari semua itu.

Penerapan dari kecerdasan emosional pada diri kita dilakukan melalui pengelolaan gejala tubuh antara lain : kapan kita tersenyum, cemberut, bahagia, tertawa, gembira, sedih, marah, kesal, gundah, gelisah dan lain-lain.

Bicara soal leadership, tak lepas dari tokoh dunia yang terkenal dengan gaya kepemimpinannya, yaitu Sang Proklamator negara kita, Ir. Soekarno. Beliau adalah pemimpin yang kharismatik, memiliki semangat pantang menyerah dan rela berkorban demi persatuan dan kesatuan serta kemerdekaan bangsanya.

Selain itu beliau juga memiliki kecerdasan emosi yang luar biasa. Beliau dapat menerapkan kecerdasan emosi tersebut untuk melawan para penjajah-penjajah dan memanfaatkan vacum of power untuk saat paling berharga, yaitu memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.

Gaya kepemimpinan yang diterapkan oleh Ir. Soekarno berorientasi pada moral dan etika ideologi yang mendasari negara, sehingga sangat konsisten dan sangat fanatik, cocok diterapkan pada era tersebut. Sifat kepemimpinan yang juga menonjol dan Ir. Soekarno adalah percaya diri yang kuat, penuh daya tarik, penuh inisiatif dan inovatif serta kaya akan ide dan gagasan baru. Sehingga pada puncak kepemimpinannya, pernah menjadi panutan dan sumber inspirasi pergerakan kemerdekaan dari bangsa-bangsa Asia dan Afrika.

Dengan begitu, seorang pemimpin adalah orang yang berjiwa sosial dan dapat mengatur, mengelola, dan mengarahkan orang-orang yang berada dibawahnya dengan mancapai suatu tujuan tertentu.

Peran kepemimpinan pun sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, karena tanpa ada jiwa kepemimpinan kita tidak dapat mengatur diri kita dan bahkan orang disekitar kita. Kecerdasan emosi pun menjadi kunci utama dalam sebuah kepemimpinan karena kecerdasan emosi adalah yang menjadi penentu untuk seseorang akan maju kedepannya.

Pengendalian emosi sangat penting dalam kehidupan manusia karena melalui emosi yang terkendali maka bentrokan antara satu dengan yang lain sangat jarang sekali terjadi. Jika seseorang itu dapat mengenal, mengendalikan emosinya dan dapat menyalurkan emosi itu kearah yang benar dan bermanfaat, maka akan cerdas dalam emosinya. Dengan menggunakan aspek-aspek kecerdasan emosionalnya dengan baik, otomatis akan timbul sikap individu yang diharapkan tersebut.

Perkembangan kecerdasan emosional ini berhubungan erat dengan perkembangan kepribadian dan kematangan kepribadian. Dengan kepribadian yang matang dapat menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan atau pekerjaan, dan betapapun beban dan tanggung jawabnya besar tidak menjadikan fisik menjadi terganggu (Goleman 2007)

Daniel Goleman (2007) dalam bukunya mengelompokkan tipe kepemimpinan berdasarkan kecerdasan emosi menjadi 6 tipe yaitu:

  • Visioner (Visionary),
  • Pembimbing (Coaching),
  • Afiliatif (Afiliative),
  • Demokratis (Democratic),
  • Penentu Kecepatan (Pacesetting),
  • Memerintah (Commanding).

Daniel meyakini empat dari keenam tipe atau gaya kempemimpinan seperti visioner (visionary), Pembimbing (coaching), Afiliasi (Affiliative) dan Demokratis (Democratic) dapat menciptakan resonansi yang dapat memajukkan kinerja sementara dua gaya lainnya dapat berguna untuk beberapa situasi tertentu namun perlu diperhatikan penggunaannya.

Menurutnya keberhasilan seorang pemimpin dalam mencapai hasil yang terbaik tidak hanya menggunakan satu gaya kepemimpinan saja, tetapi kombinasi dari keenamnya.

Berikut keenam gaya kepemimpinan menurut Goleman tersebut.

Pemimpin Visioner (Visionary )


Pemimpin jenis ini diyakini merupakan tipe pemimpin yang lebih efektif dibanding yang lainnya. tipe pemimpin ini mampu mengartikulasikan suatu tujuan yang baginya merupakan tujuan yang sejati dan selaras dengan nilai bersama dengan orang-orang yang dipimpinnya.

Pemimpin jenis ini dapat menjadi terbuka kepada bawahannya dengan membagikan berbagai informasi serta pengetahuan, sehingga orang-orang yang berada di semua tingkat perusahaan merasa dilibatkan dan mampu membuat keputusan yang terbaik.

Pemimpin visioner meyadari dan meyakini bahwa penyebaran informasi adalah langkah awal menuju sukses sehingga mereka secara terbuka akan berbagi informasi itulah sebabnya menurut penelitian James (1999) tipe pemimpin ini disebut sebagai pemimpin yang sangat aktif dan exspressive.

Namun dari kesemuanya itu empatilah yang menurutnya paling penting. Mengerti masalah dari sudut pandang orang lain merupakan ciri yang utama yang dimiliki oleh pemimpin visioner karena dengan begitu mereka akan mudah mengartikulasikan visi yang benar-benar inspiratif.karena dampak positifnya tersebutlah, maka pemimpin visioner dapat berfungsi dengan baik di banyak situasi bisnis.

Meskipun gaya kepemimpinan ini cukup memiliki daya kuat, namun tidak selalu cocok digunakan dalam setiap situasi, karena dikhawatirkan ada beberapa pihak yang memandang sinis gaya kepemimpinan ini, dan pada akhirnya akan berakibat bagi kinerjanya selain itu gaya kepemimpinan ini tidak cocok diterapkan untuk jenis pekerjaan yang sifatnya kelompok.

Gaya Pembimbing (Coaching)


Dari tipenya membimbing kita pasti sudah tahu bahwa pemimpin seperti ini sangat menyukai hal-hal yang berhubungan dengan membimbing karyawannya. Gaya pemimpin seperti ini senang melakukan percakapan dan perbincangan mendalam dengan seorang pegawai, yang berisi seputar kehidupan sehari-hari kehidupan seseorang, termaksud tujuan dan impian hidupnya serta karirnya.

Sungguh suatu hal yang jarang sekali dilakukan oleh seorang pemimpin seperti biasanya. Walaupun jenis pembimbingan yang diberikan oleh gaya pemimpin seperti ini hanya berfokus pada perkembangan perorangan dan bukan pencapaian tujuan, tetapi pada umumnya cukup kuat untuk dapat memprediksi respon positif dan emosi dari karyawan dan hasil kinerja yang lebih baik.

Karena dengan melakukan perbincangan yang erat dengan karyawannya tanpa disadari pemimpin jenis ini telah membangun tembok kepercayaan bagi karyawannya. karena ini dalah bukti kepeduliaan seorang pemimpin kepada bawahannya, bukan hanya sekedar memandang bawahan sebagai alat untuk sekedar mencapai tujuannya semata.

Gaya kepemimpinan ini sangat membantu dalam membangun komunikasi antara bawahan dan atasan yang berkelanjutan, dan membuat karyawan menjadi mau terbuka terhadap feedback yang diberikan oleh pemimpin, karena mereka menggap setiap masukan yang diberikan oleh atasan adalah penunjang aspirasi bagi mereka sendiri dan bukan untuk kepentingan atasan.

Pemimpin Afiliatif (Affiliative)


Pemimpin jenis ini sangat menghargai perasaan-perasaan orang-orang yang bekerja untuk dia, karena dia tidak menekankan pada hasil atau pencapaian tujuan , tetapi lebih pada kebutuhan emosi para karyawannya.

Gaya ini sangat cocok sekali bagi perusahaan yang memiliki iklim kelompok. Ciri dari pemimpin ini
adalah menyenangi kerjasama, harmonisasi, interaksi yang ramah, membangun relasi yang baik dengan orang yang dipimpinnya.

Oleh karena itu jenis pemimpin ini sangat menghargai waktu-waktu senggang, karena dengan begitu dia dapat melakukan pendekatan dengan bawahan untuk membantu mereka melewati masa-masa sibuk nantinya.empati sangat dikedepankan olehnya karena ia ingin peduli pada karyawannya secara keseluruhan bukan hanya berdasarkan tanggung jawab tugas.

Karena gaya pemimpin ini kelihatannya baik sekali terhadap karyawan, maka lebih baik gaya kepemimpinan ini tidak disarankan digunakan sendiri karena dikhawatirkan akan membuat bawahan berpikir bahwa setiap kesalahan yang mereka buat akan selalu ditoleransi oleh jenis pemimpin seperti ini.

Pemimpin Demokratis (Democratic)


Mendengarkan adalah kekuatan kunci dari pemimpin jenis ini. Mereka selalu bertindak dan berprilaku ingin menjadi pendengar yang baik terhadap bawahannya, karena mereka memang peduli kepada bawahannya, dia juga adalah jenis pemimpin yang kolaboratif, artinya dapat bekerja sebagai anggota kelompok, tetapi juga dapat menjadi pemimpin teratas dalam kelompok.

Dan dia juga mampu meredakan konflik dan membangun harmonisasi dalam kelompok kembali.

Penentu Kecepatan (Pacesetting)


Pemimpin memegang teguh dan melaksanakan standard kerja yang tinggi. Ia bersikap obsesif, bahkan segala sesuatu bisa dikerjakan dengan baik dan lebih cepat, bahkan ia meminta dan menuntut hal yang sama dari orang lain, ia sangat cepat menunjuk para pekerja yang memiliki kinerja yang buruk.

Pemimpin jenis ini tidak memberikan garis petunjuk yang jelas mengenai kinerja buruk seseorang, karena dia berpikiran bahwa setiap pengikutnya sudah dapat menerka bagaimana dan apa yang diinginkannya.

Mereka senang menekan tanpa memberi arah, yang akhirnya dapat berakibat kinerja yang lebih buruk bahkan bisa membuat karyawan stress di tempat kerja, karena selalu mendapatkan tekanan tanpa feedback.

Gaya Memerintah (Commanding)


Gaya memimpin seperti ini kadang disebut sebagai gaya intimidasi, pemimpin seperti ini, sangat menuntut bawahannya patuh pada perintahnya secara langsung, tanpa menjelaskan apa alasannya ingin bawahannya mendengarkan perintahanya tersebut.

Dia selalu ingin memantau dan mengontrol setiap situasi sebisanya. Walaupun kadang dia memberikan umpan bali, umpan balik hanya berfokus pada kesalahan buka pada hal-hal baik yang telah dilakukan, maka dari itu tidak heran bila jenis kepemimpinan yang seperti ini yang dianggap tidak efektif sama sekali. Karena sikap jarang memujinya tersebut yang membuat karyawan menjadi patah semangat, sehinga berpengaruh pada kinerjanya nanti.

Dalam kepemimpinan, selain keceradasan emosi juga membutuhkan kematangan emosi. Kedua hal tersebut saling berkaitan, dengan harapan akan mendapatkan seorag pemimpin yang berkualitas dan berkarakter.

Menurut penelitian James dkk. (2006), karakter dari seseorang merupakan komponen penting dari keberhasilan kepemimpinan, strategi dan dampak bagi kemajuan perusahaan. Stogdill (dalam Riyanto, 2008) ada 10 karakter pemimpin yang baik.

Kesepuluh karakter tersebut adalah:

  1. Rasa tanggung jawab
    Seorang pemimpin haruslah memiliki rasa tanggung jawab atas tugas dan kewajibannya untuk memajukan organisasi yang dipimpinnya menuju pada satu goal yang dicita-citakannya

  2. Mementingkan penyelesaian tugas
    Pemimpin yang baik akan lebih mementingkan peneyelesaian tugas daripada kepentingan pribadinya.

  3. Semangat
    Seorang pemimpin harus memiliki semangat yang kuat dan sebisa mungkin tidak menunjukkan kelemahannya di depan orang yang dipimpinnya.

  4. Kemauan keras
    Seorang pemimpin harus memiliki kemauan yang keras, pantang menyerah dan tidakpernah putus asa dalam menghadapi masalah

  5. Mengambil resiko
    Seorang pemimpin harus berani mengambil resiko untuk kebaikan dan kemajuan organisasi yang dipimpinnya namun tetap tidak boleh gegabah. Segala sesuatu harus diperhitungkan secara matang untuk kemudian dilaksanakan

  6. Kepercayaan diri
    Seorang pemimpin yang baik hendaknya memiliki rasa percaya diri salah satunya didukung oleh penampilan namun tetap harus didukung oleh kecakapan dalam memimpin yaitu IQ, SQ, dan EQ.

  7. Orisinalitas
    Dalam hal mengambil gagasan atau ide dala suatu kepetusan, seorang pemimpin harus memiliki orisinalitas, artinya bukan merupakan hasil menjiplak pola kepemimpinan orang lalin.

  8. Kapasitas untuk menangani tekanan
    Seorang pemimpin hendaknya memiliki kemampuan untuk mengatasi segala tekanan baik dari bawahan, rekan kerja, maupun tekanan dari hal-hal lain termaksud beban pekerjaan

  9. Kapasitas untuk mempengaruhi
    Suatu ketrampilan atau kompetensi yang harus dimiliki seorang pemimpin adalah mempengaruhi orang lain. Mempengaruhi disini adalah pengaruh untuk bekerja sama, meyakinkan orang lain untuk sama-sama bekerja agar tujuan organisasi tercapai

  10. Kapasitas mengelola organisasi
    Yaitu kapasitas untuk mengkoordinasi upaya-upaya orang lain dalam mencapai tujuan. Dalam hal ini seorang pemimpin harus mengupayakan sumber daya manusia yang kompeten untuk mencapai tujuan organisasi bersama-sama.

John Luther (dalam Cufaude dan Jeffrey, 1999) menyatakan bahwa orang yang memiliki karakter yang baik lebih baik dibandingkan orang yang memiliki bakat yang luar biasa.

Stough (2002) dalam Johm (2011:441) dengan lebih jelas mengungkapkan bahwa: “A leader high in emotional intelligence is able to accurately appraise how their followers feel and use this information to influence their subordinates emotions, so that they are receptive and supportive of the goals and objectives of the organization”.

Pendapat ini menjelaskan bahwa pemimpin dengan emotional intelligence yang tinggi mampu secara akurat memahami perasaan anak buahnya (karyawan) dan menggunakan informasi untuk mempengaruhi emosi karyawan, sehingga karyawan menerima dan mendukung tujuan organisasi.

Labbaf (2011:537) sendiri menyimpulkan pemahaman mengenai kecerdasan emosional dengan menyatakan:

“According to them, emotional intelligence is the ability to monitor one’s own and others’ emotions, to discriminate among them, and use the information to guide one’s thinking and actions.”

Pendapat ini mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk memahami emosi dirinya sendiri dan emosi orang lain untuk membedakannya dan menggunakan informasi untuk mengarahkan pemikiran dan tindakan seseorang.

Kerr, Garvin, Heaton, dan Boyle (2006) dalam John (2011:435) menyatakan:

“Emotional intelligence competency is also seen to be increasingly important to an individual’s ability to be socially effective.”

Kompetensi kecerdasan emosional juga dipandang penting bagi kemampuan individu agar efektif secara sosial.

Goleman (1998) dalam Labbaf (2011:537) menjelaskan:

“…emotional intelligence ‘‘. . . refers to the capacity for recognizing our own feelings and those of others, for motivating ourselves, and for managing emotions well in ourselves and in our relationships . . .’’.

Pendapat ini mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional mengarah pada kapasitas pengenalan perasaan diri sendiri dan orang lain, kapasitas memotivasi diri sendiri dan kapasitas mengelola emosi dengan baik dalam diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.

Dulewicz (2000) dalam John (2011:436) menyatakan:

“Emotional intelligence is about knowing what you are feeling, and being able to motivate yourself to get jobs done. It is sensing what others are feeling and handling relationships effectively.”

Pendapat ini mengungkapkan bahwa kecerdasan emosional adalah mengenai bagaimana seseorang mengetahui apa yang dirasakan yang mampu memotivasi diri sendiri untuk bisa melakukan tugas-tugas dengan lebih baik sehingga akan mampu menjalin hubungan yang lebih baik dengan pihak lain.

Pengertian mengenai kecerdasan emosional juga dinyatakan oleh Hein (2007) dalam Yadav (2011:249):

“Emotional intelligence is the innate potential to feel, use, communicate, recognize, remember, describe, identify, learn from, manage, understand, and explain emotions.”

Pendapat ini menyatakan bahwa kecerdasan emosional merupakan potensi dari dalam diri seseorang untuk bisa merasakan, menggunakan, mengomunikasikan, mengenal, mengingatkan, mendeskripsikan emosi.

Titimaea (2006) dalam Labbaf (2011:537) mengungkapkan lima dimensi dari kecerdasan emosional yaitu: self awareness, self regulation, self motivation, social awareness, dan social skills sebagai berikut:

###Self awareness
Kemampuan seseorang untuk memahami berbagai potensi dalam dirinya menyangkut kelebihan yang dimiliki maupun kelemahannya.

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu memahami kekuatan, kelemahan, nilai dan motif diri (Having high self-awareness allows people to know their strengths, weaknesses , values, and motives).

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu mengukur suasana hatinya dan memahami secara intuitif bagaimana suasana hatinya mempengaruhi orang lain (People with high self awareness can accurately measure their own moods and intuitively understand how their moods affect others)

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu menerima umpan balik dari orang lain tentang bagaimana memperbaiki secara berkelanjutan (are open to feedback from others on how to continuously improve)

  • Mampu membuat keputusan meskipun di bawah ketidakpastian maupun di bawah tekanan (are able to make sound decisions despite uncertainties and pressures).

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu menunjukkan rasa humor (They are able to show a sense of humor)

  • Seorang pemimpin dengan kesadaran diri tinggi akan mampu memahami berbagai faktor yang membuat dirinya disukai (A leader with good self-awareness would recognize factors such as whether he or she was liked )

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu memanfaatkan tekanan daripada anggota organisasi (was exerting the right amount of pressure on organization members).

Ketika seseorang memiliki kesadaran diri yang tinggi lebih peka analisanya untuk memahami perasaan orang lain.

Self regulation

Kemampuan seseorang untuk mengontrol atau mengendalikan emosi dalam dirinya.

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu mengontrol atau mengarahkan kembali luapan dan suasana hati (The ability to control or redirect disruptive impulses and moods)

  • Seseorang dengan kesadaran diri tinggi akan mampu berpikir jernih sebelum bertindak (the propensity to suspend judgment and to think before acting).

Kemampuan untuk mengontrol diri sendiri berarti memiliki kecerdasan emosional yang tinggi karena untuk mengontrol diri sendiri diperlukan pengetahuan dan kemampuan.

Self motivation

Kemampuan untuk memotivasi diri sendiri yang dilihat dari beberapa indikator sebagai berikut:

  • Seseorang dengan self motivation tinggi selalu memiliki alasan-alasan sehingga memberikan dorongan untuk selalu memperbaiki kinerja (seek ways to improve their performance).

  • Seseorang dengan self motivation tinggi memiliki kesiapan mental untuk berkorban demi tercapainya tujuan organisasi(readily make personal sacrifices to meet the organization`s goals).

  • Seseorang dengan self motivation tinggi mampu mengendalikan emosi diri sendiri dan memanfaatkannya untuk memperbaiki peluang agar bisa sukses(they harness their emotions and employ them to improve their chances ofbeing successful).

  • Seseorang dengan self motivation tinggi dalam melakukan kegiatan lebih terdorong untuk bisa sukses dibandingkan ketakutan akan kegagalan(they operate from hope of success rather than fear of failure).

Social awareness

Kesadaran sosial adalah pemahaman dan sensitivitas terhadap perasaan, pemikiran, dan situasi orang lain (Social awareness refers to having understanding and sensitivity to the feelings, thoughts, and
situations of others). Indikator untuk mengukur social awareness adalah sebagai berikut:

  • Memahami situasi yang dihadapi oleh orang lain (understanding another person`s situation).

  • Mengalami emosi orang lain (experiencing the other person`s emotions).

  • Memahami kebutuhan orang lain dengan menunjukkan kepedulian (knowing their needs by showing that they care).

Social skill

Kemampuan untuk menjalin hubungan sosial yang didasarkan pada indikator:

  • Kemampuan untuk mengelola hubungan dengan orang lain (proficiency in managing relationships).

  • Kemampuan untuk membangun jaringan dengan orang lain (proficiency in building networks).