Bagaimana Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik?

Komunikasi terapeutik dapat dipersepsikan sebagai proses interaksi antara klien dan perawat yang membantu klien mengatasi stress sementara untuk hidup harmonis dengan orang lain, menyesuaikan dengan sesuatu yang tidak dapat diubah dan mengatasi hambatan psikologis yang menghalangi realisasi diri (Kozier, 2000).

Bagaimana Hubungan Karakteristik Perawat Dengan Penerapan Komunikasi Terapeutik ?

Perawat adalah manusia biasa yang unik dengan karakteristik masing- masing. Dalam melaksanakan perannya sebagai seorang perawat, perawat tidak bisa terlepas dari karakteristik yang dimiliki. Karakteristik individu sedikit banyak akan mempengaruhi perawat dalam melaksanakan perannya salah satunya adalah dalam menerapkan komunikasi terapeutik dalam pemberian tindakan keperawatan. Beberapa karakteristik perawat tersebut meliputi:

1. Umur

Menunjukan periode waktu yang telah dilewati seorang manusia selama hidupnya yaitu sejak lahir sampai meninggal dunia. Usia sebagai unsur biologis dari seseorang menunjukkan tingkat kematangan organ perseptual. Hampir semua aspek kehidupan manusia terkait dengan usia misal; personalitas (mental, moral, kecerdasan dan emosi) berkembang sesuai usia seseorang.

Tingkatan usia pada seseorang menunjukkan tingkat perkembangan dan tingkat kematangan serta banyaknya pengalaman kehidupan yang dialami. Usia juga mempengaruhi kedewasaan seseorang dalam berhubungan interpersonal.

Usia dikaitkan dengan kinerja/prestasi yang tinggi, dimana usia produktif (20-35 tahun) identik dengan idealisme yang tinggi. Usia juga mempengaruhi fisik dan psikis seseorang, dimana dengan bertambahnya usia seseorang cenderung mengalami perubahan potensi kerja, selain itu faktor jenis kelamin juga akan mempengaruhi kinerja seseorang (Gibson, 1996).

Karakteristik seorang perawat berdasarkan usia sangat berpengaruh terhadap kinerja dalam praktik keperawatan termasuk di dalamnya penerapan komunikasi terapeutik, dimana semakin tua usia perawat maka dalam menerima sebuah pekerjaan akan semakin bertanggungjawab dan berpengalaman. Hal ini berdampak pada penerapan komunikasi terapeutik pada klien semakin baik pula.

2. Jenis Kelamin

Pengaruh jenis kelamin dalam bekerja sangat dipengaruhi oleh jenis pekerjaan yang akan dikerjakan. Ada pekerjaan yang secara umum lebih baik dikerjakan oleh laki-laki akan tetapi pemberian ketrampilan yang cukup memadai pada perempuan pun mendapatkan hasil pekerjaan yang cukup memuaskan.

Ada posisi lain dalam karakter perempuan yaitu ketaatan dan kepatuhan dalam bekerja. Hal ini akan mempengaruhi kerja secara personal. Perbedaan jenis kelamin pada era 90-an, baik di Indonesia maupun di negara maju tidak sedikit yang berpendapat bahwa laki-laki dan perempuan tidak sama. Laki-laki lebih berhak di segala bidang dibandingkan dengan perempuan.

Ada juga yang berpendapat bahwa laki- laki dan perempuan tidak memiliki perbedaan yang hakiki dalam hak dan kewajiban. Penelitian mengenai perbedaan laki-laki dan perempuan menunjukkan hasil yang berbeda-beda dan berubah dari waktu ke waktu. Dalam profesi keperawatan ini memungkinkan untuk laki-laki dan perempuan sama-sama berkarya (Sukasta, 2006).

3. Tingkat Pendidikan

Konsep dasar pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan atau perubahan ke arah yang lebih baik dan lebih matang pada diri individu, kelompok atau masyarakat. Konsep ini berangkat dari asumsi bahwa manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya untuk mencapai nilai-nilai hidup dalam masyarakat selalu memerlukan bantuan orang lain yang mempunyai kelebihan.

Dalam mencapai tujuan tersebut seorang individu, kelompok atau masyarakat tidak terlepas dari kegiatan belajar. Diharapkan semakin tinggi pendidikan formal (profesi) maka akan semakin baik dalam bekerja (Notoatmodjo, 2003).

Pendidikan merupakan pengembangan diri dari individu dan kepribadian yang dilaksanakan secara sadar dan penuh tanggung jawab untuk meningkatkan pengetahuan sikap dan ketrampilan serta nilai-nilai sehingga mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pendidikan tidak hanya mempengaruhi unsur kognitif seperti proses belajar dan pemecahan masalah atau pemulihan perilaku, tetapi juga mengubah nilai seperti persepsi, minat, perasaan dan sikap (Yusuf, 2001, Jallaluddin, 2000).

Kemahiran bekerja tergantung pada tingkat pendidikan, pengetahuan dan pengalaman seseorang. Untuk itu perawat dituntut untuk meningkatkan pendidikan dan ketrampilan melalui pendidikan formal dengan melanjutkan sekolah lagi maupun non formal melalui pelatihan- pelatihan atau seminar yang dapat meningkatkan pengetahuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi tingkat intelektual. Bagi perawat semakin tinggi pendidikan akan mempengaruhi motivasi pada dirinya terhadap tindakan keperawatan yang akan dilakukan.

Perawat sebagai bagian penting dari rumah sakit dituntut memberikan perilaku yang baik dalam rangka membantu klien dalam mencapai kesembuhan. Pendidikan seorang perawat yang tinggi akan memberikan pelayanan kesehatan yang optimal. Bagi seorang perawat yang menjalankan profesinya sebagai perawat, saat menjalankan profesinya harus memiliki pengetahuan dan pendidikan dalam bidang- bidang tertentu, untuk itu dibutuhkan pendidikan yang sesuai agar dapat berjalan dengan baik dan professional.

Menurut Lindberg, Hunter & Kruszweski dan Leddy & Pepper dalam Hamid (1995) menyatakan bahwa karakteristik keperawatan sebagai profesi antara lain memiliki pengetahuan yang melandasi keterampilan dan pelayanan serta pendidikan yang memenuhi standar. Pelayanan keperawatan yang professional haruslah dilandasi oleh ilmu pengetahuan. Sesuai pendapat Sekjen Depkes RI dr. Hidayat Hardjoprawito yang menyatakan bahwa mutu pelayanan perawat antara lain juga ditentukan oleh pendidikan keperawatan (Hamid, 1995).

4. Tingkat Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2002) pengetahuan mencakup di dalam domain kognitif yang mempunyai enam tingkatan yaitu

  1. Tahu (Know)
    Tahu diartikan mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya termasuk mengingat kembali (recall) terhadap suatu spesifik dari seluruh beban yang dipelajari. Dimana perawat dalam melakukan tindakan pelayanan keperawatan mengetahui tentang bagaimana menerapkan komunikasi terapeutik yang baik sehingga dapat menciptakan suasana yang terapeutik bagi klien.

  2. Memahami (Comprehension)
    Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Dimana perawat mampu menjelaskan alasan mengapa perlu adanya komunikasi terapeutik yang dapat menunjang tindakan keperawatan.

  3. Aplikasi (Application)
    Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik dengan benar secara professional.

  4. Analisis (Analysis)
    Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek di dalam struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama yang lain. Sehingga perawat dapat memenuhi kebutuhan klien melalui komunikasi terapeutik yang benar.

  5. Sintesis (Synthesis)
    Sintesis menunjukan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Sehingga perawat dapat menerapkan komunikasi terapeutik secara terus menerus dan secara berkesinambungan.

  6. Evaluasi (Evaluation)
    Evaluasi berkaitan dengan pengetahuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada. Sehingga hasil penilaian tersebut dapat memberikan arti penting bagi perawat dan bisa menjelaskan kegunaan dari komunikasi terapeutik sehingga dapat menunjang terlaksananya tindakan keperawatan yang benar secara professional (Notoatmodjo, 2003).

Tidak menutup kemungkinan bahwa seseorang belum tentu bertindak atas dasar pengetahuan yang dimiliki, dan begitu pula seseorang belum tentu bertindak sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku. Hal ini disebabkan oleh system kepribadian individu yang terbentuk akibat pendidikan dan pengalaman (Notoatmodjo, 2003).

5. Masa bekerja

Masa bekerja merupakan waktu dimana seseorang mulai bekerja di tempat kerja. Semakin lama seseorang bekerja semakin banyak pengalaman sehingga semakin baik cara komunikasinya (Manullang, 1999). Demikian juga akan mempengaruhi dalam melakukan pekerjaan, dalam hal ini sebagai perawat yang terapeutik. Masa kerja seseorang dapat diketahui dari mulai awal perawat bekerja sampai saat berhenti atau masa sekarang saat masih bekerja di rumah sakit (Ismani, 2001).

6. Status Kepegawaian

Status kepegawaian merupakan jabatan yang dimiliki seseorang yang bekerja di sebuah instansi atau perusahaan dalam struktur organisasi (Lumenta, 1989). Status kepegawaian dapat mempengaruhi kinerja dari seorang perawat. Perawat dengan status PNS akan cenderung lebih baik daripada perawat dengan status pegawai tidak tetap. Namun tidak menutup kemungkinan hal sebaliknya juga dapat terjadi tergantung dari individu masing-masing dan faktor-faktor lain yang mendukung hal tersebut. Di samping itu terkadang tradisi dan system nilai juga dapat mendorong atau menghambat perawat untuk melaksanakan komunikasi terapeutik. (Sondang, 1992).