Bagaimana Hubungan Ekonomi Sumber Daya Manusia Dan Ekonomi Pembangunan?

image

Bagaimana Hubungan Ekonomi Sumber Daya Manusia Dan Ekonomi Pembangunan?

Tenaga kerja dalam masyarakat merupakan salah satu faktor yang potensial untuk pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Jumlah penduduk yang besar, seperti Indonesia, Amerika, India, Cina, dan lain sebagainya akan menentukan percepatan laju pertumbuhan ekonomi, baik melalui pengukuran produktivitas maupun melalui pengukuran pendapatan per kapita. Selain itu, kesempatan kerja yang tersedia dan kualitas tenaga kerja yang digunakan akan menentukan proses pembangunan ekonomi. Dengan demikian, tenaga kerja merupakan sumber daya untuk menjalankan proses produksi dan juga distribusi barang dan jasa.

Adanya kebutuhan tenaga kerja oleh perusahaan di satu pihak, dan adanya persediaan/penawaran tenaga kerja di pihak yang lain, mengakibatkan timbulnya pasar tenaga kerja yang merupakan tempat di mana permintaan dan penawaran tenaga kerja bertemu.

Ekonomi pembangunan sendiri mempunyai sejarah yang unik untuk disimak. Pada awalnya makna pembangunan lebih menitikberatkan kepada aspek ekonomi yaitu kemiskinan. Seiring berjalannya waktu makna tersebut meluas menjadi peningkatan kualitas kehidupan (sering kali pengukuran kualitas ini menggunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)). Setidaknya terdapat tiga nilai inti pembangunan yang dapat digunakan untuk memahami nilai pembangunan (Todaro,1997) yaitu: kecukupan, jati diri dan kebebasan.

Kecukupan di sini tidak hanya merujuk pada makanan saja namun lebih luas lagi. Kecukupan dapat diartikan sebagai suatu kondisi di mana tercukupinya semua kebutuhan dasar untuk setiap individu. Apabila kebutuhan dasar ini tidak dapat tercukupi salah satunya, maka muncullah kondisi ’keterbelakangan absolut’. Kecukupan tersebut dipenuhi oleh fungsi dasar perekonomian, yaitu penyediaan perangkat dan sarana untuk memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan. Atas dasar itu, dapat dinyatakan bahwa keberhasilan pembangunan ekonomi merupakan prasyarat bagi membaiknya kualitas kehidupan.

Sebagai bagian dari sebuah gugusan masyarakat yang universal, sebuah negara atau bangsa memerlukan sikap untuk menghargai diri sendiri, mampu dan perlu untuk mengejar suatu tujuan serta bentuk pernyataan diri yang lain. Pernyataan tersebut dapat dinyatakan dalam sebuah istilah, yaitu ’jati diri’. Pencarian jati diri bagi sebuah negara yang sedang berkembang sangat diperlukan karena proses masuknya informasi dari negara-negara maju akan membuat sebuah negara sedang berkembang kehilangan makna keberadaannya. Bagi sebuah negara kehilangan jati diri merupakan masalah yang sangat besar. Tujuan dan arah pembangunan yang telah ditetapkan akan berubah apabila sebuah negara kehilangan jati diri. Ekses negatif dari kehilangan itu adalah semakin tingginya sifat dan sikap konsumerisme pada setiap individu dari sebuah negara.

Kehilangan makna atau jati diri juga akan menyebabkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak lain dengan kata lain kebebasan sebuah negara menjadi hilang. Kebebasan dapat diartikan sebagai kemerdekaan individu (negara) dari semua jenis perbudakan maupun penghambaan kepada individu (negara) lain. Kebebasan untuk memilih model atau tujuan pembangunan yang sesuai bagi negaranya.

Dalam kasus permintaan tenaga kerja di negara maju berbeda dengan negara sedang berkembang. Di negara maju, harga pasar untuk tenaga kerja berkisar di atas kebutuhan fisik minimum negara tersebut, namun di negara sedang berkembang apabila harga (upah) disesuaikan dengan kondisi pasar maka pekerja tidak akan dapat memenuhi kebutuhan fisik minimumnya. Kondisi itu mencerminkan terjadinya ’keterbelakangan absolut’. Oleh karena itu, di Indonesia muncul kebijakan upah minimum regional maupun provinsi. Kebijakan tersebut sebagai pernyataan sikap dari Pemerintah Indonesia bahwa pemenuhan kebutuhan fisik minimum pekerja merupakan syarat utama bagi kompensasi upah. Apabila mempertimbangkan semua aspek investasi khususnya investasi dari luar negeri, persyaratan tersebut merupakan penghalang, mengingat produktivitas pekerja Indonesia yang masih rendah. Kebijakan itu timbul sebagai akibat kemampuan untuk memahami jati diri yang kemudian diturunkan dalam kebebasan pembentukan tujuan pembangunan.