Bagaimana hubungan Ekonomi Islam dalam kebijakan fiskal?

Kebijakan Fiskal

Bagaimana hubungan Ekonomi Islam dalam kebijakan fiskal?

Menurut Munawar Iqbal dan M. Fahmi Khan dalam bukunya “A Survey of Issues and a Programme for Research in Monetary an Fiscal Economics of Islam”, beberapa hal penting dalam ekonomi Islam yang berimplikasi bagi penentuan kebijakan fiskal adalah :

  1. Mengabaikan keadaan ekonomi dalam ekonomi Islam, pemerintahan muslim harus menjamin bahwa zakat dikumpulkan dari orang-orang muslim yang memiliki harta melebihi nilai minimum dan yang digunakan untuk maksud yang dikhususkan dalam kitab suci Al-Qur’an.

  2. Tingkat bunga tidak berperan dalam sistem ekonomi Islam. Perubahan ini secara alamiah tidak hanya pada kebijakan moneter tetapi juga pada kebijakan fiskal. Ketika bunga mencapai tingkat keseimbangan dalam pasar uang, maka tidak akan dapat dijalankan, beberapa alternatif harus ditemukan. Salah satu alat alternatif adalah menetapkan pengambilan jumlah dari uang idle.

  3. Ketika semua pinjaman dalam Islam adalah bebas bunga, pengeluaran pemerintah akan dibiayai dari pengumpulan pajak atau dari bagi hasil. Oleh karena itu, ukuran public debt menjadi lebih kecil.

  4. Ekonomi Islam merupakan salah satu upaya untuk membantu atau mendukung ekonomi masyarakat muslim yang terbelakang dan menyebarkan pesan-pesan ajaran Islam. Jadi, pengeluaran pemerintah akan diarahkan pada kegiatan-kegiatan peningkatan pemahaman terhadap Islam dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat muslim yang masih dalam kondisi terbelakang. Pembayaran pajak dalam ekonomi Islam diuraikan secara jelas sebagai bagian dari upaya-upaya untuk mengembangkan Islam.

  5. Negara Islam merupakan negara yang sejahtera, dimana kesejahteraan memiliki makna yang luas dari pada konsep barat. Kesejahteraan meliputi aspek material dan aspek spiritual dengan lebih besar menekankan pada sisi spiritual. Negara Islam bertanggung jawab untuk melindungi agama warga negara, kehidupan, keturunan, dan harta milik. Jadi, segala sesuatu secara tidak langsung meningkatkan barang-barang tersebut.

  6. Pada saat perang, Islam berharap ummatnya tidak hanya memberikan kehidupannya, tetapi juga pada harta bendanya untuk menjaga agama.

  7. Akhirnya, hal ini sangat penting, hak perpajakan dalam negara Islam tidak terbatas. Beberapa orang kebanyakan mengatakan bahwa kebijakan perpajakan di luar apa yang disebut zakat, ini adalah tidak mungkin, kecuali berada dalam situasi tertentu.

Referensi

Danupranata, Gita. 2005. Ekonomi Islam. Yogyakarta: UPFE.

Kemandirian negara tergantung dari kemampuan pemerintahannya untuk mengumpulkan pemasukan-pemasukan yang diperlukan dan mendistribusikannya untuk kebutuhan bersama. Kebijakan fiskal merupakan alat yang digunakan untuk melaksanakan hal tersebut, karena kebijakan fiskal merupakan kebijakan untuk mengatur penerimaan dan pengeluaran negara.

Dalam pemikiran Islam menurut An-Nabahah pemerintah merupakan lembaga formal yang mewujudkan dan memberikan pelayanan terbaik kepada rakyatnya. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya yaitu tanggung jawab terhadap perekonomian diantaranya mengawasi faktor utama penggerak perekonomian.

Majid mengatakan bahwa untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera pemerintah Islam menggunakan dua kebijakan, yaitu kebijakan fiskal dan kebijakan moneter. Kebijakan tersebut telah dipraktikkan sejak zaman Rasulullah dan Khulafaurrasyidin. Tujuan dari kebijakan fiskal dalam Islam untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam.

Dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi salah satu instrumen yang bisa digunakan, yaitu memaksimalkan penghimpunan zakat serta mengoptimalkan pemanfaatan zakat. Pemaksimalan penghimpunan zakat dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kegiatan yang bertujuan dalam menjamin stabilitas ekonomi.
Kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam merupakan kebijakan yang sangat penting dibandingkan kebijakan moneter. Islam memandang penting kebijakan fiskal karena kebijakan ini sangat erat dengan kegiatan ekonomi riil, sehingga kebijakan yang tepat akan sangat berpengaruh terhadap kemajuan kegiatan ekonomi di sektor riil. Hal tersebut berbeda dengan kebijakan moneter yang mengatur masalah peredaran uang.

Larangan bunga yang diberlakukan pada tahun ke empat hijriyah telah mengakibatkan sistem ekonomi Islam yang dilakukan Nabi bersandar pada kebijakan fiskal.

Ajaran Islam merupakan ajaran yang lengkap dimana di dalamnya terdapat perintah dan tuntunan tentang kebijakan negara untuk memperoleh pendapatan. Diantara instrumen pendapatan yang diwajibkan adalah zakat, selain itu masih banyak instrumen-instrumen lain yang diatur Islam dan dapat digunakan sebagai sumber pendapatan negara seperti ghanimah, fai, kharaz, ushr, jizyah, dan berbagai sumber lainnya.

Kebijakan pengeluaran adalah unsur kebijakan fiskal dimana pemerintah atau negara membelanjakan pendapatan yang telah dikumpulkan tadi. Dengan kebijakan pengeluaran inilah negara dapat melakukan proses distribusi pendapatan kepada masyarakat, dan dengan kebijakan ini pula maka negara bisa menggerakkan perekonomian yang ada di masyarakat.

Pemerintah diharapkan dapat menggunakan keuangan tersebut dalam rangka meningkatkan taraf hidup masyarakat dan meningkatkan ketakwaan. Kebijakan pengeluaran harus bisa menjamin pemenuhan kebutuhan pokok yang ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang agama, warna kulit, suku bangsa, dan status sosial. Hanya saja intervensi negara melalui kebijakan fiskal diperlukan, berupa jaminan pemenuhan akan pangan, sandang dan papan, khusus ditujukan kepada warga negara miskin.

Selanjutnya intervensi negara dalam pengadaan jaminan dan pelayanan keamanan, kesehatan dan pendidikan (publik utilities) secara cuma-cuma ditujukan kepada seluruh warga negara tanpa memandang apakah warga tersebut dari golongan kaya atau tidak. Artinya dalam katagori ini subsidi diberikan kepada seluruh rakyat. negara Islam wajib mengadakan fasilitas umum dan pelayanan publik yang sangat dibutuhkan oleh warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berbagai kepentingan dan urusan masyarakat terpenuhi dengan lancar.

Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Karenanya, semua anggota keluarga ini mempunyai derajat yang sama dihadapan Allah. Hukum Allah tidak membedakan yang kaya dan yang miskin, demikian juga tidak membedakan yang hitam dan yang putih. Secara sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain adalah ketakwaan, ketulusan hati, kemampuan dan pelayanannya pada kemanusiaan.

Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam masyarakat dan dihadapan hukum harus diimbangi dengan keadilan ekonomi. Tanpa pengimbangan tersebut, keadilan sosial kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing- masing kepada masyarakat.

Kebijakan fiskal sudah dilakukan semenjak Islam pertama kali lahir, terutama sejak terselenggaranya negara Madinah dimana Nabi Muhamad adalah seorang nabi sekaligus kepala pemerintahan. Kebijakan fiskal tersebut terus berkembang sesuai dengan perkembangan Islam. Situasi negara, perluasan wilayah kekuasaan yang berkembang mempengaruhi kebijakan fiskal yang diambil oleh pemerintahan Islam.

Referensi
  • M. Nur Rianto Al Arif, Teori Makroekonomi Islam, (Bandung: Alfabeta. 2010)
  • M. Nazori Majid, Pemikiran Ekonomi Islam Abu Yusuf Relefansinya dengan Ekonomi Kekinian, (Yogyakarta: Pusat Studi Ekonomi Islam (PSEI) Sekolah Tinggi Ilmu Syariah, 2003)
  • Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syaria, Dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001)

Tujuan dari kebijakan fiskal dalam Islam tidak terlepas dari prinsip-prinsip ekonomi Islam. Khurshid Ahmad mengkategorisasi prinsip-prinsip ekonomi Islam pada: Prinsip tauhid, rub-biyyah, khilafah, dan tazkiyah. Mahmud Muhammad Bablily menetapkan lima prinsip yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi dalam Islam, yaitu: al-ukhuwwa (persaudaraan), al-ihsan (berbuat baik), al-nasihah (memberi nasihat), al-istiqamah (teguh pendirian), dan al-taqwa (bersikap takwa). M.Raihan Sharif dalam Islamic Social Framework, struktur sistem ekonomi Islam didasarkan pada empat kaidah struktural, yaitu:

  1. trusteeship of man (perwalian manusia);
  2. co-operation (kerja sama);
  3. limite private property (pemilikan pribadi yang terbatas); dan
  4. state enterprise (perusahaan negara)

Menurut Adiwarman Karim, bangunan ekonomi Islam didasarkan atas lima nilai universal, yakni Tauhid, Adl(keadilan), Nubuwah(kenabian), Khilafah (pemerintahan), dan Ma’ad (hasil). Menurut Adiwarman Karim, kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proposisi-proposisi dan teori-teori ekonomi Islam termasuk tujuan dari kebijakan fiskal.

Konteksnya dengan kebijakan fiskal, dalam pemikiran Islam menurut An-Nabahan (2000), pemerintah merupakan lembaga formal yang mewujudkan dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada semua rakyatnya. Pemerintah mempunyai segudang kewajiban yang harus dipikul demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat, salah satunya yaitu tanggung-jawab terhadap perekonomian. Tanggung jawab dan tugas pemerintah dalam perekonomian diantaranya mengawasi faktor utama penggerak perekonomian, misalnya mengawasi praktek produksi dan jual beli, melarang praktek yang tidak benar atau diharamkan, dan mematok harga kalau memang dibutuhkan.

Tujuan dari kebijakan fiskal dalam Islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam yaitu Islam menetapkan pada tempat yang tinggi akan terwujudnya persamaan dan demokrasi sesuai dengan QS. 59: 7, ekonomi Islam akan dikelola untuk membantu dan mendukung ekonomi masyarakat yang terbelakang dan untuk memajukan serta menyebarkan ajaran Islam seluas mungkin.

Masih menurut Majid, dalam mencapai tujuan pembangunan ekonomi ada beberapa instrumen yang igunakan, yaitu: penggunaan kebijakan fiskal dalam menciptakan kesempatan kerja, hal ini mungkin saja apabila investasi tidak hanya digunakan untuk menutupi kesenjangan antara pendapatan nasional dengan pengeluaran konsumsi agregat, maka harapan yang tinggi terhadap tingkatkeuntungan dapat dicukupi dengan mengajak para pengusaha untuk ikut membuka investasi baru yang akan menyerap banyak tenaga kerja. Hal yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah menarik beban atas harta yang menganggur, sehingga akan mendorong masyarakatuntuk menginvestasikan dananya lewat tabungan atau deposito dengan tanpa menggunakan tingkat bunga tetapi melalui bagi hasil, semua ini akan merangsang para pengusaha karena dalam berusaha tidak akan terbebani oleh beban bunga yang tinggi.

  • Penggunaan kebijakan fiskal dalam menekan laju inflasi, hal ini jelas karena penekanan laju inflasi akan lebih menonjol dibandingkan dengan cost push inflationitu sendiri.23Dapat dipahami dengan benar bahwa dalam Islam dilarang pemborosan dan berlebih-lebihan dalam konsumsi serta segala bentuk penimbunan untuk mencari keuntungan dan juga transaksi yang bersifat penindasan salah satu pihak. Jika kita asumsikan bahwa keadaan ekonomi adalah full employment (tenaga kerja penuh), maka kenaikan agregat tidak akan menimbulkan kenaikan pada pendapatan riil nasional. Dengan kata lain, pada tingkat output yang sama tidak akan dinaikkan sebagai kenaikan harga yang tinggi dan langkah yang bisa diambil adalah memaksimalkan fungsi penerimaan zakat. Penerimaan zakat ini dapat digunakan untuk berbagai macam kegunaan dalam rangka menjamin stabilitas ekonomi.
  • Penggunaan kebijakan fiskal dalam mempercepat pertumbuhan ekonomi, selama pertumbuhan ekonomi merupakan tingkat tabungan, kebijakan fiskal harus menjadi tujuan dengan pencapaian mobilitas maksimum dari fungsi tabungan. Dalam pengaturan hasil usaha atau keuntungan dari proyek pemerintah dapat dijalankan dengan menggunakan sistem bagi hasil. Para pemegang saham akan saling membagi keuntungan dan kerugian bersama sesuai proporsi modalnya masing-masing, dengan demikian segala bentuk transaksi baik itu sektor rumah tangga, swasta maupun pemerintah semua dapat menjalankan prinsip bagi hasil tanpa menggunakan bunga.

Berdasarkan uraian di atas, kesimpulan yang dapat diambil bahwa hubungan terkait tujuan dari kebijakan fiskal dalam ekonomi Islam adalah untuk menciptakan stabilitas ekonomi, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan, ditambah dengan tujuan lain yang terkandung dalam aturan Islam.