Peristiwa pembunahan masal di Tiananmen Square berpengaruh terhadap hubungan antara Negara China dan Amerika. Bagaimana hubungan China dan Amerika pasca peristiwa pembunuhan masal di Tiananmen Square?
Menurut Derek McDougall dalam Review The Sino – US Relationship dari Asia Pasific and World Politics (2007), peristiwa pembunahan masal di Tiananmen Square pada 4 Juni 1989 merupakan peristiwa yang sangat berpengaruh bagi hubungan Sino (China) - US dan mendapat respon dari masing-masing pihak.
Respon dari AS mengenai peristiwa ini berkaitan dengan isu HAM. AS melalui kongres dan Presiden Bush kemudian membuat modifikasi dalam hubungan kedua Negara. Penjualan persenjataan dan kunjungan militer misalnya diberhentikan sementara. AS menekan Cina untuk segera menyelesaikan permasalahan HAM tersebut dan menjaga agar hal tersebut tidak terulang lagi. Meskipun demikian, Bush saat itu tidak melakukan intervensi ke Cina seperti yang ia lakukan ke Afganistan dan Korea Utara. Hal ini lah yang kemudian menuai kritik dari kongres karena menilai Presiden Bush dinilai melakukan hal yang bertolak belakang dari sebelumnya.
Respon dari Cina mengenai hal ini bisa dilihat dari sudut pandang Marxist dan non-marxist. Dari sudut pandang Marxist, muncul ketidaksukaan yang semakin menjadi oleh Cina terhadap AS yang dilihat mengintervensi permasalahan internalnya. Cina melihat ini sebagai urusan domestik yang tidak perlu dicampuri oleh AS dengan monopoli capitalism-nya.
Sedangkan dari sudut pandang non-marxist kemudian melihat hal ini sebagai urusan politik dan adu kepentingan yang terjadi. Deng Xiaoping (pemimpin revolusi Partai Komunis Tiongkok) kemudian memperjelas posisi Cina dengan berbicara pada Nixon (Presiden Amerika) di Beijing tahun 1989 yang mengatakan bahwa AS telah ikut campur terlalu jauh dalam urusan domestik Cina dan mengancam kedaulatan serta kehormatan nasional Cina. Meskipun demikian, Deng tetap memandang bahwa hubungan Sino- US ini tetap harus diperkuat untuk menciptakan perdamaian dunia.