Bagaimana Hubungan Antara Nama dengan Benda Sampai Bisa Berbeda?

semiotik

Sehubungan dengan permasalahan yang terjadi pada perbedaan penamaan
pada setiap daerah atau wilayah kebudayaan tertentu, beberapa filosof
berpendapat sebenarnya bagaimana hubungan antara nama dengan benda sampai
bisa berbeda?

  • Menurut Plato

Plato (429 – 348 SM) menjelaskan bahwa ada hubungan hayati antara nama dan benda (kata-kata merupakan nama-nama, sebagai label dari benda-benda atau peristiwa). Pertanyaan yang muncul dari Plato sendiri, berkenaan dengan pendapatnya ini adalah apakah pemberian nama kepada benda secara sewenang-wenang atau dengan perjanjian; apakah penamaan berdasarkan faktor sukarela atau dengan perjanjian dari semua pihak.

  • Menurut Aristoteles

Aristoteles (384 – 322 SM), mengatakan bahwa pemberian nama adalah soal perjanjian (bukan berarti dahulu ada sidang nama untuk sesuatu yang akan diberikan namanya). Nama biasanya diberikan dari seseorang (ahli, penulis, pengarang, pemimpin negara, atau masyarakat baik melalui media masa elektronik maupun majalah atau koran). Misalnya, di bidang fisika ada namanama yang kita kenal, seperti, hukum Boyle, hukum Newton, Archimides, dan lain-lain. Dalam bidang permainan olah raga, kita kenal sepak bola, tennis meja, basket ball, bulutangkis, teis lapangan, dan sebagainya. Nama-nama tempat yang kadang-kadang dapat kita telesuri asal-usulnya dari dongeng atau cerita-cerita legenda, seperi Tangkuban Perahu, Bandung, Sumedang, Banyuwangi, Sunda Kalapa, Pandeglang, Banten, Cirebon, Majalengka, Sukapura, dan sebagainya.

  • Menurut Socrates

Socrates (469 – 399 SM), mengemukakan bahwa nama diberikan harus sesuai dengan sifat acuan yang diberi nama. Pendapat Socrates ini merupakan kebalikan dari pendapat Aristoteles.