Bagaimana hubungan antara kekayaan badan hukum dengan kekayaan pendiri, pemilik, dan pengurus?

Badan hukum

Badan hukum adalah subjek hukum selain manusia, dapat bertindak dalam hubungan hukum sebagai purusa wajar (badan hukum), boleh mempunyai milik, boleh berunding, boleh mengikat perjanjian, boleh brtindak dalam persengketaan hukum dan sebagainya, memikul tangung jawab dalam arti hukum tentang segala perbuatannya.

Harta kekayaan badan hukum diperoleh dari para anggota maupun dari perbuatan pemisahan yang dilakukan seseorang/partikelir/pemerintah untuk suatu tujuan tertentu. Adanya harta kekayaaan ini dimaksudkan sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu daripada badan hukum yang bersangkutan.

Harta kekayaan ini, meskipun berasal dari pemasukan anggota-anggotanya, namun terpisah dengan harta kekayaan kepunyaan pribadi anggota-anggota itu. Perbuatan pribadi anggota-anggotanya tidak mengikat harta kekayaan tersebut, sebaliknya, perbuatan badan hukum yang diwakili pengurusnya tidak mengikat harta kekayaan anggota-anggotanya.

Unsur kekayaan yang terpisah dan tersendiri dari pemilikan subyek hukum lain, merupakan unsur yang paling pokok dalam suatu badan untuk disebut sebagai badan hukum (legal entity) yang berdiri sendiri. Unsur kekayaan yang tersendiri itu merupakan persyaratan penting bagi badan hukum yang bersangkutan

  • sebagai alat baginya untuk mengejar tujuan pendirian atau pembentukannya. Kekayaan tersendiri yang dimiliki badan hukum itu;

  • dapat menjadi objek tuntutan dan sekaligus menjadi;

  • objek jaminan bagi siapa saja atau pihak-pihak lain dalam mengadakan hubungan hukum dengan badan hukum yang bersangkutan.

Dengan adanya unsur keterpisahan harta ini, maka siapa saja yang menjadi pemilik, pendiri dan pengurus badan hukum serta pihak-pihak lain yang berhubungan dengan badan hukum yang bersangkutan, haruslah benar-benar memisahkan antara unsur pribadi beserta hak milik pribadi, dengan institusi dan harta kekayaan badan hukum yang bersangkutan. Karena itu, perbuatan hukum pribadi orang yang menjadi anggota atau pengurus badan hukum itu dengan pihak ketiga tidak mempunyai akibat hukum terhadap harta kekayaan badan hukum yang sudah terpisah tersebut.

Menurut Arifin P. Soeria Atmadja, kekayaan badan hukum yang terpisah itu, membawa akibat antara lain:

  • kreditur pribadi para anggota badan hukum yang bersangkutan tidak mempunyai hak untuk menuntut harta kekayaan badan hukum tersebut;

  • para anggota pribadi tidak dapat menagih piutang badan hukum terhadap pihak ketiga;

  • kompensasi antara hutang pribadi dan hutang badan hukum tidak dimungkinkan;

  • hubungan hukum, baik persetujuan maupun proses antara anggota dan badan hukum, dilakukan seperti halnya antara badan hukum dengan pihak ketiga;

  • pada kepailitan, hanya para kreditur badan hukum dapat menuntut harta kekayaan yang terpisah.