Bagaimana hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional?

Hukum Internasional

Hukum Internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah perilaku dan terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan meliputi juga :

  • Kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga- lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu dan

  • Kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban individu dan badan non-negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.

Bagaimana hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional ?

1 Like

Kedudukan hukum internasional sebagai salah satu bagian dari hukum secara keseluruhan tidak dapat dipungkiri. Dengan demikian, hukum internasional sebagai suatu hukum yang berlaku efektif dapat berperan dalam kenyataan hidup dan memiliki keterikatan atau hubungan dengan bidang hukum lainnya.

Perkembangan hukum internasional yang cepat dewasa ini merupakan konsekuensi dari hubungan internasional yang intensif dan luas antar bangsa telah melahirkan berbagai macam norma hukum internasional dalam format perjanjian internasional seperti traktat, konvensi dan perjanjian internasional lainnya. Sementara itu, keberadaan hukum kebiasaan internasional (customary international law) menjadi semakin penting mengingat semakin luas upaya untuk mengkodifikasi dan mengunifikasi hukum kebiasaan internasional ke dalam bentuk perjanjian internasional.

Keadaan ini menumbuhkan positivisme baru di ranah hukum internasional dan negara sebagai subjek hukum internasional perlu untuk memperhatikan perkembangan tersebut. Dengan perkembangan ini, masyarakat internasional masih merupakan subjek hukum internasional yang utama. Namun, tentunya hal yang perlu diperhatikan adalah peran dan status negara sebagai subjek hukum internasional mengalami penipisan pengaruh.

Indonesia sebagai subjek hukum internasional perlu juga memperhatikan perkembangan tersebut dengan baik, mengingat baik secara langsung maupun tidak langsung, norma baru hukum internasional yang menyangkut kepentingan bersama dan diwujudkan dalam perjanjian internasional akan sulit untuk dihindarkan.

Hubungan yang terpenting adalah dengan ketentuan hukum yang berlaku dalam lingkup nasional yang mengatur kehidupan manusia dalam negaranya masing-masing, yang disebut dengan Hukum Nasional.

The problem of relationship between international law and municipal law has become the subject of much derate with the protagonist of various being much influenced by a desire to strengthen either municipal law or a state’s sovereignity or a world community.

Rebecca M.M. Wallace mengemukakan bahwa persoalan mengenai hubungan antara hukum internasional dengan hukum nasional adalah perluasan dimana pengadilan nasional akan memberikan pengakuan dalam sistem hukum setempat terhadap hukum internasional yang bertentangan atau tidak bertentangan dengan hukum nasional.

Secara teoritis, persoalannya berakar dari ketidakjelasan aliran yang dianut oleh hukum Indonesia tentang hubungan hukum internasional dan hukum nasional. Di negara maju, aliran ini telah dicerminkan dalam constitutional provisions atau undang-undang nasional yang secara tegas membuat kaidah tentang apa status hukum internasional dalam hukum nasionalnya. Sistem hukum di Indonesia sayangnya masih belum memberi perhatian pada permasalahan ini, sehingga jangankan suatu constitutional legal provision, wacana publik ke arah pembentukan politik hukum tentang persoalan ini juga belum dimulai.48

Dalam teorinya, terdapat beberapa pilihan politik hukum, yaitu :

  • Aliran Dualisme
    Menempatkan hukum internasional sebagai sistem hukum yang terpisah dari hukum nasional, dalam hal ini tidak terdapat hubungan hierarki antara kedua sistem hukum ini. Konsekuensi dari aliran ini adalah diperlukannya lembaga hukum “transformasi” untuk mengkonversikan hukum internasional ke dalam hukum nasional berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk prosedur konversi ini.

    Pengikatan-pengikatan diri suatu negara ke suatu perjanjian (misalnya melalui ratifikasi) harus dilanjutkan dengan proses transformasi melalui pembuatan legislasi nasional. Dengan dikonversikannya kaidah hukum internasional ini ke dalam hukum nasional, maka kaidah tersebut akan berubah karakter menjadi produk hukum nasional serta tunduk dan masuk pada tata urutan perundang-undangan nasional. Karena sistem yang terpisah maka tidak dimungkinkan adanya konflik di antara kedua hukum ini.

  • Aliran Monisme
    Menempatkan hukum internasional dan hukum nasional sebagai bagian dari satu kesatuan sistem hukum. Hukum internasional berlaku dalam ruang lingkup hukum nasional tanpa harus melalui proses transformasi. Pengikat diri suatu negara kepada suatu perjanjian (misalnya dengan ratifikasi) merupakan inkorporasi perjanjian tersebut ke dalam hukum nasional dan tidak dibutuhkan legislasi nasional yang sama untuk memberlakukannya dalam hukum nasional.

    Kalaupun ada legislasi nasional yang mengatur masalah yang sama, maka legislasi yang dimaksud hanya merupakan implementasi dari kaidah hukum internasional. Dalam hal ini, hukum internasional yang berlaku dalam sistem hukum nasional akan tetap pada karakternya sebagai hukum internasional. Mengingat ini merupakan kesatuan sistem maka terdapat kemungkinan adanya konflik antara hukum nasional dan hukum internasional.

Di dalam teori ada 2 (dua) pandangan tentang hukum internasional ini yaitu pandangan yang dinamakan voluntarism, yang mendasarkan berlakunya hukum internasional dan bahkan persoalan ada atau tidaknya hukum Internasional ini pada kemauan negara dan pandangan obyektif yang menganggap ada dan berlakunya hukum internasional ini lepas dari kemauan negara.

Berikut penjelasan tentang teori hubungan antara hukum internasional dan hukum nasional, yakni :

1. Faham dualisme, yang bersumber pada teori bahwa daya ikat hukum internasional bersumberkan pada kemauan negara, maka hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem atau perangkat hukum yang terpisah satu dari yang lainnya. Akibat-akibat dari pandangan dari paham dualisme ini bahwa menurut pandangan ini kaedah-kaedah dari perangkat hukum yang satu tidak mungkin bersumberkan atau berdasarkan pada perangkat hukum yang lain.

Akibat kedua adalah bahwa menurut pandangan ini tidak mungkin ada pertentangan antara kedua perangkat hukum itu, yang mungkin hanya penunjukan (renvoi) saja. Akibat lain yang yang penting pula dari pandangan dualisme ini bahwa ketentuan hukum internasional memerlukan transformasi menjadi hukum nasional sebelum dapat berlaku di dalam lingkungan hukum nasional.

2. Faham monisme, didasarkan atas pemikiran kesatuan dari pada seluruh hukum yang mengatur hidup manausia. Dalam rangka pemikiran ini, hukum internasional dan hukum nasional merupakan merupakan dua bagian daripada satu kesatuan yang lebih besar yaitu hukum yang mengatur kehidupan manusia. Akibat daripada pandangan monisme ini adalah bahwa antara dua perangkat ketentuan hukum ini mungkin ada hubungan hierarki. Persoalan hierarki antara hukum nasional dan hukum.

Internasional inilah yang melahirkan beberapa sudut pandangan yang berbeda dalam aliran monisme mengenai masalah hukum manakah yang utama dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional ini. Ada pihak yang menganggap bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum nasional.

Paham ini adalah paham monisme dengan primat hukum nasional. Paham lain yang berpendapat bahwa dalam hubungan antara hukum nasional dan hukum internasional yang utama adalah hukum internasional. Pandangan ini disebut paham monisme dengan primat hukum internasional.

Pandangan yang melihat kesatuan antara hukum nasional dan hukum internasional dengan primat hukum nasional ini pada hakikatnya menganggap bahwa hukum internasional itu bersumberkan kepada hukum nasional. Alasan utama daripada anggapan ini adalah:

  1. Bahwa tidak ada satu organisasi di ataas negara-negara yang mengatur kehidupan negara-negara di dunia ini.

  2. Dasar daripada hukum internasional yang mengatur hubungan Internasional adalah terletak di dalam wewenang negara-negara untuk mengadakan perjanjian-perjanjian Internasional, jadi wewenang konstitusional.

Paham monisme dengan primat hukum internasional, maka hukum nasional itu bersumber pada hukum internasional yang menurut pandangan ini merupakan suatu perangkat ketentauan hukum yang hierarkis lebih tinggi. Menurut paham ini hukum nasional tunduk pada hukum internasional pada hakikatnya berkekuatan mengikatnya berdasarakan suatu “pendelegasian” wewenang daripada hukum internasional.

Yurisdiksi Negara dalam Hukum Internasional Setiap


Negara yang merdeka memiliki kedaulatan terhadap wilayah atau teritorialnya masing- masing, implementasi dari adanya kedaulatan tersebut adalah setiap Negara berwenang untuk mengatur negaranya tanpa adanya intervensi dari Negara atau pun pihak lain mengenai bagaimana cara mereka mengatur negaranya. Dalam bukunya I Wayan Parthiana, kata yurisdiksi ( jurisdiction ) berasal dari kata yurisdictio yang berasal dari dua kata yaitu yuris dan diction . Yuris berarti kepunyaan hukum atau kepunyaan menurut hukum, sedangkan diction berarti sabda, ucapan atau sebutan. Dapat disimpulkan bahwa dari asal katanya, yurisdiksi berkaitan dengan masalah hukum atau kewenangan menurut hukum.

Ada tiga macam yurisdiksi yang dimiliki oleh Negara yang berdaulat menurut John O’Brien, yaitu:

  1. Kewenangan Negara untuk membuat ketentuan- ketentuan hukum terhadap orang, benda, peristiwa maupun perbuatan di wilayah teritorialnya ( legislative jurisdiction or prescriptive jurisdiction );

  2. Kewenangan Negara untuk memaksakan berlakunya ketentuan- ketentuan hukum nasionalnya ( executive jurisdiction or enforcement jurisdiction );

  3. Kewenangan pengadilan Negara untuk mengadili dan memberikan putusan hukum ( judicial jurisdiction ).

Akehurst menekankan perbedaan antara yang jelas antara enforcement jurisdiction dengan judicial jurisdiction , tetapi beberapa penulis lain seperti Martin Dixon dengan Tien Saefullah menggabungkan keduanya didalam enforcement jurisdiction . Dengan demikian menurut mereka, kewenangan Negara untuk menentukan ketentuan- ketentuan hukum dikenal sebagai jurisdiction to prescribe , adapun kewenangan untuk menegakkan atau menerapkan ketentuan hukum nasionalnya terhadap suatu peristiwa, kekayaan, dan perbuatan dkenal sebagai jurisdiction to enforce . Dengan jurisdiction to prescribe Negara bebas untuk merumuskan materi ketentuan hukum nasionalnya, juga untuk menyatakan bahwa ketentuan tersebut berlaku secara ekstrateritorial. Kewenangan Negara untuk menetapkan ketentuan- ketentuan hukum dikenal sebagai jurisdiction to prescribe dalam Lotus Case ditetapkan bahwa :

It is the power of a state to assert the applicability of its national law to any peron, property, territory or event, wherever they may be situated or wherever they may occur.

Yang memiliki arti kurang lebih : inin merupakan kekuatan suatu Negara untuk menegaskan penerapan hukum nasionalnya di properti, wilayah, atau peristiwa manapun berada atau dapat terjadi.

Berdasarkan kasus Lotus diatas, Dixon menyimpulkan bahwa pelaksanaan prescriptive jurisdiction tidak dibatasi ( unlimited ) dalam hukum internasional. Meskipun prescriptive jurisdiction tidak dibatasi, namun bila pelaksanaannya hukum nasional yang bertentangan dengan hukum internasional tersebut merugikan warga atau Negara asing maka pihak yang dirugikan dapat menuntut berdasarkan hukum internasional yang ada.

Hubungan antara Hukum Internasional dan Hukum Nasional


Dalam hubungan antara hukum internsional dan hukum nasional terdapat 2 (dua) teori, yaitu dualism dan monism. Dalam monism, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua aspek yang sama dari satu sistem hukumnya; sedangkan dalam dualism, hukum internasional dan hukum nasional merupakan dua sistem hukum yang berbeda dimana hukum internasional secara intrinsic berbeda karakter dengan hukum nasional

1. Teori dualism
Eksponen utama dari teori ini adalah para penulis positisme, Triepel dan Anzilotti. Menurut Tripel, terdapat perbedaan fundamental di antara kedua sistem hukum tersebut, yaitu;

  • Subjek- subjek hukum nasional adalah individu sedangkan subjek hukum internasional adalah secra ekslusif adalah Negara-negara
  • Sumber hukum nasional adalah kehendak neara itu sendiri, sumber hukum internasional adalah kehendak bersama ( gemeinville ) dari Negara- negara

Starke menambah dalam bukunya, bahwa dalam huruf a. diatas selain Negara, hukum internasional juga mengikat individu serta kesatuan lain bukan Negara (contoh: organisasi), serta untuk huruf b. apakah gemeinville yang dimaksud adalah suatu hukum internasional, karena diatas gemeinville terdapat prinsip- prinsip fundamental hukum internasional yang kedudukannya lebih tinggi dari gemeinville.

Anzilotti membedakan hukum internasional dan hukum nasional menurut prinsip fundamentalnya masing- masing. Menurut Anzilotti, hukum nasional ditentukan oleh prinsip atau norma fundamental bahwa peraturan perundang- undang Negara harus ditaati, sedangkan sitem hukum internasional ditentukan oleh prinsip pacta sun servanda, yaitu pperjanjian antar Negara harus dijunjung tinggi. Secara lebih lanjut, Anzilottimenyatakan bahwa kedua sistem hukum tersebut terpisah sehingga tidak terjadi pertentangan diantara keduanya; yang mungkin ada adalah penunjukan- penunjukan (renvois) dari hukum satu ke hukum yang lain

2. Teori monism
Penganut teori monism beranggapan semua hukum sebagai satu kesatuan tunggal yang tersusum dari beragai kaidah hukum yang mengikat baik Negara, individu, maupun non- Negara. Menurut mereka, ilmu pengetahuan hukum merupakan suatu kesatuan bidang pengetahuan dan poin yang menentukan bahwa hukum internasional adalah hukum yang sebenarnya atau bukan.

Menurut kelsen (1881-1973), dan penulis monism lainnya, mustahl untuk menyangkal bahwa kedua sistem hukum tersebut adalah bagian dari kesatuan hukum yang sama dalam ilmu pengetahuan hukum.