Bagaimana hewan Komodo bereproduksi?

komodo

Spesies kadal raksasa yang memiliki ukuran mencapai 2 - 3 meter ini pertama kali ditemukan pada 1910 oleh seorang peneliti. Karena sangat langka maka komodo sangat di jaga oleh pemerintah dan tidak boleh sampai punah. Tahukah anda cara berkembang biak komodo ( cara reproduksinya ) ?

Komodo adalah hewan yang melakukan perkembangbiakan secara ovipar atau bertelur dimana betinanya akan bertelur di sarangnya sebanyak 15 sampai dengan 30 telur. Masa inkubasi pada hewan ini berlangsung antara 8 sampai 9 bulan. Kelahiran bayinya adalah waktu yang sangat penting karena mereka tak berdaya melawan banyak predator yang ada di pulau Komodo.

Bayi memiliki panjang 30 cm saat baru lahir, tetapi akan segera memiliki ukuran yang signifikan. Selama mereka terlalu kecil untuk membela diri, mereka tetap tersembunyi di pohon-pohon. Mereka harus sangat berhati - hati karena komodo dewasa adalah hewan kanibal dan mereka bisa dimakan oleh salah satu dari mereka. Selama berlangsungnya persembunyian, mereka akan memakan serangga, telur dan burung. Ketika mereka mencapai ukuran yang wajar mereka turun ke tanah dan mengubah makanan mereka.

Mereka mencapai kematangan seksual mereka sekitar usia 6 sampai 10 tahun tergantung pada individu. Anak Komodo umumnya berwarna coklat dan hijau dengan garis-garis untuk membantu menyamarkan diri. Betina kemudian pada gilirannya dapat dibuahi oleh laki-laki dan melahirkan.

Musim kawin komodo terjadi di antara bulan Mei dan Agustus dan bertelur pada bulan September. Selama musim kawin, komodo jantan akan berkelahi memperebutkan betinanya.
Perkelahian antara komodo ini dapat berlangsung lama, sehingga mereka sering kali buang air besar dan muntah saat berkelahi. Pemenangnya akan menjulurkan lidahnya kepada betinanya dan ini menandakan bahwa ia adalah pemenangnya.
Kadal raksasa ini ialah hewan yang cenderung monogami, tak seperti kadal pada umumnya. Seekor komodo dapat hidup hingga 50 tahun.

Musim kawin Komodo terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September (Jung 1999). Perilaku menyelisik merupakan perilaku komodo jantan menarik betina untuk menjadi pasangan kawin dengan cara menjilat-jilat dan mencium anggota tubuh bagian belakang, menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Hal ini merupakan ciri aktivitas kawin komodo. Aktivitas kawin mulai nampak setelah 3 hari menyelisik. Setelah itu aktivitas menyelisik dan kawin dilakukan dalam satu rangkaian perilaku kawin. Perkawinan dapat berlangsung selama 6 hari.

Posisi jantan akan selalu di atas punggung betina. Setelah aktivitas menyelisik dan kawin tidak dilakukan lagi, aktivitas dan perilaku bertelur mulai terlihat. Perilaku awal yang dilakukan yaitu betina menjadi lebih aktif menjelajah untuk mencari tempat bertelur (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo akan menyimpan telurnya dalam tanah atau sarang yang telah digali sendiri. Sarang komodo dapat berupa lubang di tanah, sarang gundukan, dan sarang bukit (Jessop et al. 2007). Terkadang komodo menggunakan gundukan tanah seperti bekas sarang burung gosong (Erdman 2004). Masa pengeraman telur berlangsung selama 8 bulan dan telur menetas pada bulan April dan Mei dengan perbandingan jenis kelamin anak 3:1 (Ciofi dalam Monk et al. 2000). Komodo betina dapat menghasilkan telur 15-30 butir. Ukuran panjang rata-rata telur komodo adalah 8,6 cm, diameter 5,9 cm, dan berat 105 gram (Erdman 2004). Anak-anak komodo memiliki panjang 40 cm dengan berat kurang dari 100 gram.

Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan (Jessop et al. 2007). Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sarang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7–8 bulan (Badger 2002). Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga (Jung 1999).

Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang keluar dari cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur (kulit keras membentuk di moncong mulut ketika bayi menetas dari telurnya) yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berdaya dan dapat dimangsa oleh predator (Darling 2004).

Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu (Badger 2002). Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Cogger and Zweifel 1998).

Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan telur dan menetas walaupun tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus (Burnie and Wilson 2010). Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual dimana betina memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris menghasilkan telur tanpa fertilisasi. Dari 11 telur 7 di antaranya berhasil menetas (BBC News 2006). Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Fenomena tersebut merupakan contoh parthenogenesis pada komodo. Disebutkan bahwa pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 19-20 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 Januari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan (Sedgwick County Zoo 2008).

Komodo memiliki sistem penentuan seks kromosomal ZW, bukan sistem penentuan seks XY seperti pada manusia. Keturunan yang biasanya berkelamin jantan menunjukkan terjadinya beberapa hal. Bahwa telur yang tidak dibuahi bersifat haploid pada mulanya dan kemudian menggandakan kromosomnya sendiri menjadi diploid, sebagaimana bisa terjadi jika salah satu proses pembelahan-reduksi meiosis pada ovariumnya gagal. Ketika komodo betina (memiliki kromosom seks ZW) menghasilkan anak dengan cara ini, ia mewariskan hanya salah satu dari pasangan-pasangan kromosom yang dipunyainya, termasuk satu dari dua kromosom seksnya. Satu set kromosom tunggal ini kemudian diduplikasi dalam telur, yang berkembang secara partenogenesis. Telur yang menerima kromosom Z akan menjadi ZZ (jantan); dan yang menerima kromosom W akan menjadi WW dan gagal untuk berkembang (BBC News 2006).
Meskipun partenogenesis ini bersifat menguntungkan, kebun binatang perlu waspada kerena partenogenesis mungkin dapat mengurangi keragaman genetika (Wats et al. 2006).