Bagaimana Hak dan Kewajiban Kapal Asing pada Alur Laut Kepulauan?

Hak dan Kewajiban Kapal Asing pada Alur Laut Kepulauan

Bagaimana Hak dan Kewajiban Kapal Asing pada Alur Laut Kepulauan ?

Pembahasan mengenai hak lintas melalui perairan kepulauan dilatarbelakangi oleh masalah perbedaan kepentingan antara dua kelompok yaitu negara-negara kepulauan yang mempunyai posisi serupa dengan negara pantai dan negara-negara maritim yang masih gigih ingin mempertahankan kebebasan pelayaran. Dengan latar belakang seperti itu perdebatan pada sidang-sidang UN Seabed Committee pun dimulai dengan lahirnya beberapa Rancangan Pasal-Pasal. Kalau dalam masalah selat, inisiatif untuk mengajukan Rancangan Pasal-Pasal datang dari negara-negara maritim terutama negara-negara adidaya, maka dalam masalah hak lintas melalui perairan kepulauan ini (yang merupakan bagian dari pembahasan tentang konsepsi negara kepulauan pada umumnya), inisiatif untuk mengajukan Rancangan Pasal-Pasal datang dari negara-negara kepulauan itu sendiri berupa Kertas Kerja dari Empat Negara yaitu Fiji, Indonesia, Mauritus, dan Filiphina. Untuk pertama kalinya sejak masalah negara kepulauan dibicarakan pada sidang-sidang UN Seabed Committee , suatu kertas kerja tentang masalah ini diajukan bersama-sama oleh empat negara tersebut. Kertas kerja ini merupakan suatu usaha pertama dari negara-negara tersebut, namun kertas kerja yang diajukan pada sidang musim semi tahun 1973 ini belum merupakan suatu Rancangan Pasal-Pasal yang terinci. Oleh karena itu keempat negara, pada sidang UN Seabed Committee berikutnya dimusim gugur mengajukan suatu rancangan baru dan sebagai kelanjutan dari persidangan tersebut, pada Konferensi Hukum Laut III Rancangan Pasal-Pasal yang dipakai sebagai dasar perundingan tentang negara kepulauan adalah Rancangan Pasal dari 4 negara tersebut. Rancangan pasal-pasal ini pada garis besarnya didasarkan pada Kertas Kerja 4 Negara yang telah disempurnakan kemudian dalam bentuk suatu Rancangan Pasal-Pasal yang diajukan pada Sidang UN Seabed Committee .

Konsepsi lintas damai melalui perairan kepulauan secara umum tidak menimbulkan kesukaran, justru yang menjadi masalah adalah rezim lintas melalui alur-alur laut. Walaupun negara-negara kepulauan telah bersedia untuk memberikan lintas damai melalui perairan kepulauan tersebut sebagai suatu hak, namun negara-negara maritim besar masih ingin mempertahankan prinsip kebebasan pelayaran. Negara-negara ini masih belum puas dan menghendaki agar terhadap alur-alur laut tersebut tetap diterapkan prinsip kebebasan pelayaran sebagaimana di laut lepas, yaitu dalam bentuk free transit atau unimpeded transit passage . Sudah tentu hal ini tidak sejalan dengan pandangan negara-negara kepulauan yang menganggap hal itu bertentangan dengan kedudukannya sebagai suatu negara yang berdaulat, dan kepentingan utamanya untuk memelihara kesatuan bangsa dan kestabilan nasionalnya.

Dalam perkembangannya kemudian, jarak antara posisi negaranegara kepulauan dan negara-negara maritim besar ini semakin mendekat dengan adanya perubahan sikap dari kedua belah pihak. Akhirnya dicapai suatu sikap dimana negara kepulauan bersedia untuk memberikan hak lintas damai melalui perairan kepulauan dan rezim lintas yang berbeda untuk lintasan melalui alur-alur laut yang kemudian dinamakan “hak lintas alur laut kepulauan” dan kemudian ditampilkan pada Konferensi Hukum Laut III.

Pengertian Hak Lintas Alur Laut Kepulauan


Lintas menurut hukum internasional ditentukan dalam Pasal 18 UNCLOS 1982, sebagai berikut:

  1. Lintas berarti navigasi melalui laut teritorial untuk keperluan:
  • Melintasi laut tanpa memasuki perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan di luar perairan pedalaman;
  • Berlalu ke atau dari perairan pedalaman atau singgah di tempat berlabuh di tengah laut atau fasilitas pelabuhan tersebut.
  1. lintas harus terus menerus, langsung serta secepat mungkin. Namun demikian, lintas mencakup berhenti dan buang jangkar, tetapi hanya sepanjang hal tersebut berkaitan dengan navigasi yang lazim atau perlu dilakukan karena force majeur atau mengalami kesulitan atau guna memberikan pertolongan kepada orang, kapal atau pesawat udara yang dalam bahaya kesulitan.

Sedangkan pengertian alur laut kepulauan adalah alur laut yang dilalui oleh kapal atau pesawat udara asing di atas alur laut tersebut, untuk melaksanakan pelayaran dan penerbangan dengan cara normal semata-mata untuk transit yang terus-menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang melalui atau di atas perairan kepulauan dan laut teritorial yang berdampingan antara satu bagian dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif Indonesia dan bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif Indonesia lainnya.

Jadi, pengertian hak lintas alur laut kepulauan menurut UNCLOS 1982 berarti pelaksanaan hak pelayaran dan penerbangan sesuai dengan ketentuan-ketentuan konvensi dalam cara normal semata-mata untuk melakukan transit yang terus menerus, langsung dan secepat mungkin serta tidak terhalang antara satu bagian dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dan bagian laut lepas atau zona ekonomi eksklusif lainnya.

Jadi pokok utama dari pengaturan tentang hak lintas alur laut kepulauan adalah bahwa lintasan ini selain dalam bentuk lintasan pelayaran juga mencakup lintas penerbangan, yang dilakukan dengan cara yang normal. Kedua, pasal ini menyebutkan adanya keharusan bahwa lintas pelayaran atau penerbangan tersebut hanya dimaksudkan untuk suatu lintasan yang terus-menerus, langsung, secepat mungkin dan tidak terhalang. Pokok ketiganya, menetapkan bahwa lintasan tersebut harus dilakukan antara satu bagian dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif dengan bagian lain dari laut lepas atau zona ekonomi eksklusif.

Hak dan Kewajiban Kapal Asing pada Alur Laut Kepulauan


Sebelum membahas mengenai hak dan kewajiban kapal asing pada alur laut kepulauan, sedikit akan dibahas mengenai hak dan kewajiban negara kepulauan itu sendiri, berikut adalah hak negara kepulauan menurut UNCLOS 1982, yaitu: Negara kepulauan berhak menentukan alur laut kepulauannya untuk digunakan sebagai rute pelayaran, Negara kepulauan berhak untuk menentukan traffic separation schemes untuk keselamatan pelayaran dan Negara kepulauan berhak untuk mengadopsi peraturan Perundang-Undangan terkait dengan alur laut kepulauan. Adapun kewajiban dari negara kepulauan, adalah: Negara kepulauan berkewajiban menyediakan jalur pelayaran sebagai konsekuensi dari pembuatan peraturan mengenai hak lintas alur laut kepulauan, Negara kepulauan berkewajiban untuk tidak menghalanghalangi lintas alur laut kepulauan, Negara kepulauan berkewajiban mempublikasikan setiap bahaya pelayaran dan penerbangan kepada semua kapal dan pesawat udara yang melaksanakan lintas alur laut kepulauan dan Negara kepulauan berkewajiban untuk tidak menangguhkan lintas alur laut kepulauan.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 53 dan 54 UNCLOS 1982, hak dan kewajiban bagi kapal-kapal yang melakukan lintasan tunduk pada peraturan yang telah ditetapkan oleh negara bersangkutan. Pokok utama dari pengaturan ini adalah bahwa semua kapal dan pesawat udara dapat melakukan hak lintas alur laut kepulauan melalui alur-alur laut dan rute penerbangan yang telah ditetapkan. Dengan demikian hak ini juga dapat dinikmati oleh kapal-kapal perang maupun pesawat-pesawat udara militer. Mengenai hal ini, ketentuan yang dapat dipakai adalah ketentuanketentuan dari Pasal 39 dan 40. Mengenai kewajiban kapal yang terdapat dalam Pasal 54 yang merujuk pada Pasal 39, 40, 42 dan 44 memberikan perincian tentang rangkaian kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi oleh kapal-kapal dan pesawat udara, yang dibedakan antara lain:

  1. Kewajiban-kewajiban yang berlaku umum baik bagi kapal-kapal maupun pesawat udara;
  2. Kewajiban-kewajiban yang berlaku bagi kapal-kapal; dan
  3. Kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi oleh pesawat udara.

Pada waktu melaksanakan hak lintas alur laut kepulauan, setiap kapal maupun pesawat udara diwajibkan untuk:

  1. Lewat dengan cepat melalui atau diatas selat;
  2. Menghindarkan diri dari ancaman atau penggunaan kekerasan apapun terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara yang berbatasan dengan selat, atau dengan cara lain apapun yang melanggar asas-asas hukum internasional seperti tercantum dalam Piagam PBB;
  3. Menghindarkan diri dari kegiatan apapun selain dari transit secara terus-menerus, langsung dan secepat mungkin dalam cara normal, kecuali karena force majeur atau karena kesulitan;
  4. Memenuhi ketentuan lain dari bagian ini yang relevan.

Khusus bagi kapal-kapal, pada waktu melakukan hak lintas alur laut kepulauan, ketentuan-ketentuan dibawah ini harus dipatuhi, yaitu:

  1. Memenuhi aturan hukum internasional yang diterima secara umum, prosedur dan praktek tentang keselamatan di laut termasuk peraturan internasional tentang pencegahan tubrukan di laut;
  2. Memenuhi peraturan internasional yang diterima secara umum, prosedur dan praktek tentang pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran yang berasal dari kapal.

Bagi kapal-kapal yang digunakan untuk penelitian ilmiah dan survei hidrografis, untuk dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan penelitian dan surveinya, Pasal 40 mensyaratkan adanya izin terlebih dahulu dari negara kepulauan. Kewajiban-kewajiban lain yang harus dipatuhi oleh kapal-kapal maupun pesawat udara adalah bahwa dalam melaksanakan haknya ini kapal-kapal dan pesawat udara tersebut hanya dapat berlayar pada alur laut dan rute penerbangan yang telah ditetapkan oleh negara kepulauan. Selama melakukan lintasan tidak diperkenankan untuk menyimpang lebih dari 25 mil laut ke arah dua sisi dari garis sumbu alur-alur tadi. Disamping itu kapal-kapal tidak diperkenankan untuk berlayar mendekati pantai pada jarak kurang dari 10% dari jarak antara titik-titik terdekat pada pulau-pulau yang berbatasan dengan alur-alur laut tersebut.