Bagaimana Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok Periode 1997-2015?

Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok Periode 1997-2015

Bagaimana Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok Periode 1997-2015 ?

Sejarah Greenpeace sebagai Organisasi Non-Pemerintah di Republik Rakyat Tiongkok


Sebagai salah satu organisasi non-pemerintah yang bergerak di lingkungan hidup, Greenpeace turut memperluas jaringan di Asia Timur termasuk Republik Rakyat Tiongkok. Greenpeace hadir pada tahun 1997 di Republik Rakyat Tiongkok dan turut aktif dalam berbagai permasalahan lingkungan hidup yang ada. Dalam berperan sebagai organisasi internasional, Greenpeace melakukan berbagai aktivitas termasuk kampanye. Sama halnya dengan Greenpeace di berbagai negara lainnya, Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok memiliki fokus terhadap isu: perubahan iklim dan energi, polusi udara, bahan kimia beracun, pangan dan pertanian, dan hutan (www. Greenpeace .org).

Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok Periode 1997-2015

Sama halnya dengan Greenpeace di berbagai negara lainnya, Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok memiliki fokus terhadap isu: perubahan iklim dan energi, polusi udara, bahan kimia beracun, pangan dan pertanian, hutan, dan laut (www. Greenpeace .org). Greenpeace selalu berusaha aktif dalam melakukan berbagai aktivitas dan kegiatan terkait isu lingkungan di Republik Rakyat Tiongkok. Semenjak tahun 1997, Greenpeace telah aktif melakukan kampanye dalam berbagai isu lingkungan yang ada. Pada tahun 1997, Greenpeace mulai aktif dalam memperkenalkan salah satu teknologi kulkas ramah lingkungan yang dikenal dengan nama “ Greenfreeze ”.

Semenjak tahun 2000, Greenpeace telah aktif dalam menghentikan pembuangan limbah beracun dengan menghentikan pembuangan limbah beracun di Laut Cina Selatan. Greenpeace juga turut aktif melaksanakan penelitian terkait isu bahan kimia beracun, yang kemudian pada tahun 2001 menghasilkan penemuan adanya pembuangan sampah elektronik beracun yang dibuang ke salah satu kota di Provinsi Guangdong (www. Greenpeace .org). Kampanye terkait bahan kimia beracun terus dilanjutkan oleh Greenpeace melalui berbagai kegiatan yaitu pameran foto dan aksi protes. Selanjutnya, Greenpeace juga mempublikasikan laporan terkait makanan rekayasa genetika, termasuk penggunaan pestisida pada makanan. Pada tahun 2003, Greenpeace terus aktif melawan pencemaran lingkungan melalui pendidikan kepada masyarakat, lobi, dan penelitian, serta aktif memperomosikan solusi pertanian berkelanjutan yang bermanfaat bagi lingkungan, petani, dan konsumen (www. Greenpeace .org).

Pada tahun ini, Greenpeace memulai kampanye terkait pemasanan global dan perubahan iklim dengan mempromosikan penggunaan energi terbarukan. Greenpeace juga terus mendorong pemerintah dan perusahaan untuk mengambil tindakan terkait polusi beracun yang terjadi. Pada tahun 2004, Greenpeace Internasional secara resmi menunjuk Greenpeace Asia Timur sebagai kantor prioritas global yang memiliki tujuan untuk membantu Greenpeace Republik Rakyat Tiongkok dalam melaksanakan aktivitas atau kegiatannya (www. Greenpeace .org). Pada tahun ini, Greenpeace mulai memperluas kampanye yang dilakukan yaitu kampanye untuk menghentikan beras rekayasa genetika, kampanye penggunaan energi terbarukan untuk menghentikan penggunaan batubara sebagai penyebab polusi udara, dan melakukan kampanye terkait penebangan liar yang dilakukan oleh Asia Pulp and Paper (APP). Kampanye terkait penebangan liar ini merupakan salah satu kampanye Greenpeace di Republik Rakyat Tiongkok yang memberikan pengaruh cukup besar namun tidak dapat dikatakan sepenuhnya berhasil (Liang, 2006).

Melalui kampanye tersebut, Greenpeace mencoba untuk mendesak pemerintah Republik Rakyat Tiongkok untuk memberikan hukuman kepada APP atas tindakan pelanggaran hukum berupa penebangan liar yang telah dilakukan (www. Greenpeace .org). Pada saat proses mencari berbagai informasi terkait untuk kampanye yang akan dilakukan, Greenpeace turut mencari informasi dari berbagai organisasi lainnya yang juga bergerak di bidang lingkungan hidup (Liang, 2006). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Liang (2006), dari aktivitas pengumpulan informasi yang dilakukan oleh Greenpeace tersebut, dapat disimpulkan bahwa kebanyakan warga bahkan organisasi lingkungan setempat di daerah Yunnan, sebagai daerah yang menjadi tempat penebangan liar, tidak dapat memberikan informasi banyak terkait kasus penebangan liar yang terjadi (Liang, 2006). Kebanyakan warga setempat mengetahui bahwa di daerah tersebut telah terjadi penebangan liar yang dilakukan oleh APP, namun tidak ada yang mampu ataupun bersedia memberikan informasi lebih mengenai penebangan liar yang terjadi tersebut (Liang, 2006). Tidak hanya warga yang tidak dapat memberikan informasi, organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup setempat juga tidak dapat memberikan bantuan yang signifikan (Liang, 2006). Organisasi lingkungan hidup setempat tidak dapat memberikan bantuan untuk mendapatkan bukti dari aktivitas penebangan liar yang terjadi dikarenakan tekanan potensial yang mungkin dapat terjadi (Liang, 2006).

Kampanye tersebut merupakan salah satu contoh bahwa dalam melaksanakan berbagai kampanye, Greenpeace dihadapi dengan kesulitan mendapatkan informasi atau adanya informasi yang tidak transparan. Tidak hanya menghadapi kesulitan untuk mendapatkan informasi dari warga serta organisasi lingkungan hidup setempat, Greenpeace juga seringkali menghadapi kendala dalam mendapatkan informasi dari pemerintah (Liang, 2006). Dalam kasus kampanye terhadap APP tersebut, Greenpeace juga mengalami keterhambatan akses informasi dari pemerintah (Liang, 2006). Usaha yang dilakukan untuk mendapatkan informasi dengan cara menghubungi Biro Kehutanan Yunnan tidak mendatangkan hasil (Liang, 2006). Sulitnya mendapatkan akses terhadap informasi kemudian mengharuskan Greenpeace untuk terus aktif mengumpulkan informasi secara mandiri dalam berbagai aktifitas yang dilaksanakan (Liang, 2006). Walaupun telah terdapat berbagai bukti yang menunjukkan bahwa APP telah melakukan aktivitas penebangan liar, APP mendapatkan dukungan kuat dari pemerintah lokal daerah 38 Yunnan dan desakan Greenpeace terhadap pemerintah untuk menghukum APP tersebut tidak mendapatkan perhatian dan tidak direalisasikan (Liang, 2006). Adanya dukungan dari pemerintah lokal daerah Yunnan terhadap APP kemudian menyebabkan kebenaran dari kegiatan penebangan liar yang dilakukan oleh APP di Yunnan tidak pernah terungkap dan APP lolos dari jeratan hukum dan tetap dapat terus beroperasi (Liang, 2006).

Pada tahun 2005, Greenpeace Republik Rakyat Tiongkok meluncurkan rencana 5 tahun (www. Greenpeace .org). Pada tahun ini, Greenpeace sudah mulai mendapatkan paparan dari media (www. Greenpeace .org). Greenpeace terus melanjutkan kampanye untuk mengatasi perubahan iklim dengan menghentikan penggunaan batubara dengan menerbitkan laporan. Greenpeace telah menerbitkan berbagai laporan terkait beras rekayasa genetika di Republik Rakyat Tiongkok semenjak tahun 2005 dan terus mendorong pemerintah untuk menghentikan penjualan beras rekaya genetika. Setelah dikeluarkannya laporan terkait penjualan beras rekayasa genetika yang berkembang di salah satu wilayah pada tahun 2005, pejabat Republik Rakyat Tiongkok menyatakan akan melakukan penyelidikan atas kasus tersebut (www. Greenpeace .org). Namun setelah 2 bulan, belum terlihat adanya tindakan penyelidikan yang dilakukan sementara pencemaran terus terjadi (www. Greenpeace .org). Greenpeace juga telah terus mendorong pemerintah untuk tidak melakukan komersialiasi atas beras dan jagung rekayasa genetika.

Pada tahun 2006, Greenpeace Republik Rakyat Tiongkok terus melaksanakan kampanye pada keempat bidang utama yaitu: perubahan iklim dan energi, pangan dan pertanian, hutan, dan bahan kimia beracun (www. Greenpeace .org)… Greenpeace terus melaksanakan kampanye dengan menerbitkan berbagai laporan dan melakukan penelitian. Sama halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, pad tahun 2007 dan 2008 Greenpeace terus melaksanakan kampanye dalam keempat bidang utama tersebut. Greenpeace terus meningkatkan dan terus aktif melaksanakan berbagai aktivitas kampanye di Republik Rakyat Tiongkok.

Pada tahun 2009, Greenpeace terus melaksanakan berbagai kampanye yang ada. Pada tahun 2010, Greenpeace mendapatkan kabar dari pemerintah bahwa status dari beras dan jagung rekayasa genetika telah di setujui dan di komersialisasi pada tahun 2008 tanpa diberitakan atau diumumkan kepada publik ( Greenpeace , 2010). Hal ini sangat disayangkan oleh Greenpeace , karena pemerintah tidak mengumumkan keputusan untuk menyetujui dan komersialisasi dari beras dan jagung rekayasa genetika kepada publik dan baru memberikan pengumuman 1 tahun setelahnya (www. Greenpeace .org, 2010).

Pada tahun 2011, Greenpeace menerbitkan laporan berjudul “ The True Cost of Coal: Coal Dust Storms: Toxic Wind ” yang mengemukakan bahwa pembakaran batubara telah mengakibatkan terjadinya badai pasir yang menimbulkan ancaman bagi kesehatan dan lingkungan (www. Greenpeace .org). Greenpeace secara terus menerus melaksanakan kampanye untuk menghentikan penggunaan batubara dengan menerbitkan berbagai laporan yang menunjukkan bahwa Republik Rakyat Tiongkok memiliki kualitas udara yang buruk dan berbahaya bagi kesehatan. Berdasarkan penelitian Greenpeace , salah pembangkit listrik tenaga batubara merupakan salah satu penyebab utama dari polusi udara di Republik Rakyat Tiongkok (www. Greenpeace .org). Pada tahun ini, Greenpeace juga menerbitkan laporan “ Dirty Laundry ”.

Pada tahun 2012, Greenpeace terus melanjutkan kampanye-kampanye yang telah dilaksanakan dari tahun berikutnya. Tahun 2013, menjadi tahun yang penting bagi Greenpeace Asia Timur yang terus berkembang menjadi area regional yang menjadi prioritas dari Greenpeace Internasional (www. Greenpeace .org, 2014). Pada tahun ini, Greenpeace mulai menggunakan framework IDEAL (Investigate, Document, Expose, Act, Lobby ) dalam semua kampanye yang dilaksanakan (www. Greenpeace .org).

Pada tahun 2014, Greenpeace terus aktif dalam melakukan berbagai investigasi terkait permasalahan lingkungan, berupa: penambangan illegal, batubara, pencemaran udara, penggundulan hutan, dan pencemaran air. Pada tahun 2015, Greenpeace telah menemukan bahwa sekitar 210 pembangkit listrik tenaga batubara telah mendapatkan izin dari pemerintah, walaupun pada saat itu telah terjadi krisis kelebihan kapasitas atas pembangkit listrik tenaga batubara (www. Greenpeace .org, 2016).

Permasalahan berupa krisis atas kelebihan kapasitas dari pembangkit listrik tenaga batubara telah menjadi suatu isu yang sudah sering diangkat oleh Greenpeace dan ditujukan kepada pemerintah Republik Rakyat Tiongkok, namun pemerintah Republik Rakyat Tiongkok tetap memberikan izin terhadap 210 pembangkit listrik tenaga batubara pada tahun 2015 (www. Greenpeace .org, 2015). Salah satu pengkampanye batubara Greenpeace , Lauri Myllyvirta, menyatakan bahwa peringatan dan teguran atas krisis kelebihan kapasitas di Republik Rakyat Tiongkok telah datang dari berbagai arah namun tingkat pembangkit listrik tenaga batubara tidak mengalami penurunan dan justru mengalami peningkatan (www. Greenpeace .org, 2016).

Kementrian Perlindungan Lingkungan dari Republik Rakyat Tiongkok merupakan kementrian yang baru dibentuk pada tahun 2008 dan masih mengalami kekurangan dalam menangani berbagai isu lingkungan yang ada (www. Greenpeace .org, 2010). Sebagai organisasi yang bergerak di bidang lingkungan hidup, Greenpeace turut memberikan kritik terhadap Kementrian Perlindungan Lingkungan. Setelah 2 tahun berjalan, Kementrian Perlindungan Lingkungan dinilai masih belum memiliki kekuatan yang cukup memberlakukan peraturan lingkungan dari Republik Rakyat Tiongkok (www. Greenpeace .org, 2010). Menurut Greenpeace , permasalahan utama yang ada adalah Kementrian Perlindungan Lingkungan masih belum memiliki wewenang atau sumber daya untuk mengendalikan biro lingkungan setempat. (www. Greenpeace .org, 2010).

Dapat dilihat bahwa Greenpeace memainkan peranan pada permasalahan lingkungan di Republik Rakyat Tiongkok. Sebagai organisasi non-pemerintah yang bergerak di bidang lingkungan, Greenpeace turut mengalami berbagai tantangan dalam melaksanakan berbagai kampanye maupun aktivitas lainnya demi mempertahankan lingkungan hidup.