Bagaimana etika berdiskusi yang baik menurut Islam ?

Diskusi

Diskusi adalah kegiatan bertukar pendapat dengan tujuan untuk saling bertukar ide, pandangan, pendapat, tanpa ada keinginan untuk saling menyalahkan atau mengalahkan lawan diskusi.

Bagaimana etika berdiskusi yang baik menurut Islam ?

Kegiatan diskusi atau musyawarah merupakan hal yang sangat penting, yang harus dilakukan oleh umat Islam dalam persoalan yang muncul dalam kehidupan. Musyawarah menuntut manusia untuk bisa merubah taraf kehidupan ketingkat yang lebih baik. Oleh karenanya untuk mencapai maksud tersebut, ada beberapa hal yang penting diperhatikan, yang secara beruntun diperintahkan kepada Nabi SAW sebagaimana terkandung dalam ayat-ayat tentang musyawarah.

M.Quraish Shihab melansir ada tiga sifat dan sikap yang harus dilakukan sebelum musyawarah, yaitu:

  • Sikap lemah lembut. Seseorang yang melakukan musyawarah apalagi sebagai pemimpin harus menghindari tutur kata-kata yang kasar serta keras kepala, karena jika sikap itu dilakukan maka mitra musyawarah akan meninggalkan majelis. Petunjuk ini dikandung oleh frase Q.S. Al-Imran (3): 159:

    Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentunya mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampunan bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam uruan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.

  • Memberi manfaat dan membuka lembaran baru. Sikap ini dapat difahami dari potongan ayat (maafkan mereka). Maaf secara harfiah berarti menghapus, memaafkan berarti menghapus bekas luka dihati akibat perlakuan pihak lain yang dinilai tidak wajar. Ini perlu karena kejernihan hati dan kecerahan pikiran sangat diperlukan ketika bermusyawarah. Di sisi lain peserta musyawarah mempersiapkan mental yang selalu siap memberi maaf. Karena mungkin saja ketika bermusyawarah terjadi perbedaan pendapat, atau bahkan keluar perkataan yang menyinggung perasaan pihak lain.

  • Hubungan baik dengan Tuhan. Seseorang yang melakukan musyawarah hendaklah menyadari bahwa kemampuan akal dan ketajaman analisis belum cukup untuk mendapatkan hasil yang optimal, sebab masih ada sesuatu yang dijangkau oleh kemampuan akal. Jika demikian untuk mencapai hasil yang terbaik ketika musyawarah, hubungan peserta musyawarah dengan Tuhan harus harmonis, antara lain permohonan ampunan ilahi, meminta petunjuk dan bertawakkal kepada-Nya.

Referensi : M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran (Bandung: Mizan, 2001)