Bagaimana eksistensi tari kebo kinul?

Salah satu tari yang berasal dari Sukoharjo Jawa Tengah yaitu tari kebo kinul. Bagaimana eksistensi tari kebo kinul?

Pada era 1980-an Kebo Kinul dikenal sebagai dolanan anak berbentuk seperti drama. Ada yang memerankan kebo atau kerbau pembajak sawah, tikus atau walang sangit yang diumpamakan sebagai hama padi, dan sebagainya. Seiring berjalannya waktu masyarakat Sukoharjo mengkreasikannya dengan tarian, kolaborasi musik tradional, dan lainnya. Masing-masing kreasi memiliki ciri khas hingga membentuk semacam aliran.

Kebo Kinul kreasinya sudah pernah dipentaskan di sejumlah negara Eropa, seperti Jerman, Prancis, Swiss, dan Belanda, pada 2005 dan tahun-tahun berikutnya. Pementasan itu dalam rangka mengisi gelaran International Youth Conference (IYO).

Perkembangan Tari Kebo Kinul telah mengalami tiga masa periode yaitu periode pertama pada tahun 1950-1980, periode kedua pada tahun 1980-2009 dan periode ketiga pada tahun 2010-2015. Perkembangan di dalam kesenian merupakan hal yang wajar. Agar kesenian tersebut tetap ada dan tetap memiliki eksistensi dengan mengikuti perkembangan jaman.

  1. Bentuk Penyajian Kebo Kinul Periode I (tahun 1950-1980) Pada periode pertama Kebo Kinul memiliki dua versi yaitu:
  • Kebo Kinul sebagai Pelengkap Upacara Bersih Desa
    Kebo Kinul sebagai pelengkap upacara bersih desa terdapat di Desa Genengsari Kecamatan Polokarto. Bentuk penyajian Tari Kebo Kinul sebagai pelengkap upacara bersih desa sebatas ungkapan kegembiraan masyarakat sebagai bentuk syukur setelah panen raya dengan menari bersama. Jumlah penari Kebo Kinul tidak ada jumlah yang baku. Peran dari Tari Kebo Kinul semata-mata untuk bersenang-senang bersama sambil menikmati nasi tumpeng, lauk-pauk, jajanan pasar dan sebagainya yang menjadi sedekah bumi setelah didoakan bersama. Gerak yang digunakan adalah gerak spontan yang dilakukan berulang-ulang. Kostum yang digunakan adalah jerami untuk menutup seluruh tubuh sampai wajah penari dan tidak menggunakan rias. Cara pemakaian kostum adalah dengan menutup jerami ke seluruh tubuh penari dan mengikatnya agar tidak lepas diantara persendian tangan, kaki, pinggul, dan kepala. Pemakaian kostum dengan cara seperti itulah yang mengakibatkan tubuh penari menjadi kaku dan berpengaruh pada gerak yang monoton. Karena peran tari sebatas untuk bersenang-senang bersama, maka tidak terdapat pola lantai pada periode ini. Alat musik yang digunakan adalah kenthongan.

  • Kebo Kinul sebagai Permainan Anak
    Kebo kinul sebagai permainan anak di Desa Tirtosari Kelurahan Rejosari Kecamatan Polokarto, Kelurahan Gayam Kecamatan Sukoharjo, dan Kecamatan Nguter adalah permainan yang dimainkan anak-anak ketika bulan purnama. Permainan Kebo Kinul biasanya digabungkan bersama permainan anak lainnya seperti gobag sodor, ancak-ancak alis, cublak-cublak suweng, jamuran, njuk tali njuk emping dan sebagainya yang dilakukan sebelum permainan Kebo Kinul untuk mencari siapa yang kalah dan menjadi Kebo Kinulnya. Setelah menemukan siapa yang kalah dan menjadi kebo kinul kemudian anak tersebut didandani mirip dengan orang-orangan sawah dengan menggunakan kain sarung.

    Para pemain adalah dua orang anak yaitu satu anak menjadi bagian tubuh bawah Kebo Kinul dan satu anak yang lain menjadi tubuh bagian atas dengan cara duduk di bahu anak yang di bawah. Kedua anak tersebut ditutup dengan menggunakan kain sarung sampai wajah tidak terlihat. Kain sarung yang digunakan biasanya 4 buah yaitu satu kain sarung digunakan untuk menutup tubuh anak yang di bawah, satu kain sarung untuk menutup tubuh anak yang di atas, satu kain sarung untuk menutup kepala anak yang di atas dan satu kain sarung lagi untuk membentuk tangan kebo kinul yang sudah diikat menggunakan tongkat kayu dan dipegangi oleh anak yang di bawah. Sesudah didandani, pemain Kebo Kinul kemudian diarak mengelilingi desa oleh teman-teman yang lain dengan lagu Kebo Kinul. Permainan ini dilakukan hingga anak-anak merasa kelelahan dan kemudian pulang istirahat sebelum pagi harinya mereka membantu orang tua bekerja di sawah.

  1. Perkembangan Bentuk Penyajian Tari Kebo Kinul Periode II (tahun 1980-2009)

    Pada tahun 1980 Tari Kebo Kinul mengalami perkembangan. Perkembangan pada periode ini Tari Kebo Kinul memiliki dua versi yaitu versi dramatari perkembangan dari sarana pelengkap upacara bersih desa dan versi dramatari permainan anak dari perkembangan permainan anak.

  • Perkembangan Bentuk Penyajian Tari Kebo Kinul dari Sarana Pelengkap Upacara Bersih Desa
    Pada tahun 1980 Tari Kebo Kinul pertama kali dikembangkan di Desa Genengsari Kecamatan Polokarto oleh seniman Alm. Sukardi Broto Sukarno dan Alm. Waluya guna mewakili Kabupaten Sukoharjo di acara Festival Seni Kesenian Rakyat se-Jawa Tengah di Borobudur. Tari Kebo Kinul pada periode ini berbentuk dramatari dengan alur cerita dan penokohan. Tokoh dalam cerita diambil dari para pepundhen dan dhanyang yang dikeramatkan di Desa Genengsari tanpa merubah tokoh utama yaitu Kebo Kinul. Pada pertunjukan dramatari ini memiliki durasi waktu kurang lebih 60 menit. Setelah mewakili Kabupaten dalam Festival Seni di Borobudur, dramatari Kebo Kinul mulai sering pentas di acara kesenian diantaranya di Pendapa Kabupaten Sukoharjo tahun 1983 dalam acara Festival Kesenian Rakyat se-Kabupaten Sukoharjo, di Gedung Budisasono Kabupaten Sukoharjo pada tahun 1995 dalam acara Festival Tari Tradisional se-Kabupaten Sukoharjo, di Borobudur acara Festival Kesenian Rakyat se-Jawa tengah tahun 1996 kembali mewakili Kabupaten Sukoharjo, di Taman Budaya Jawa Tengah tahun 2007 dalam acara Gelar

    Seni Sepekan, dan di tahun 2006 kembali dipentaskan di petilasan dhanyang Dusun Klegungan untuk sarana pelepas nadar salah satu warga di Desa Genengsari (wawancara dengan Raharjo, 23 April 2016). Pertunjukan dramatari Kebo Kinul juga memiliki elemen penting yang digunakan selain elemen penting dalam tari yaitu gerak, pola lantai, rias busana, iringan, perlengkapan, dan tempat pertunjukan. Elemen penting di luar elemen penting di dalam tari tersebut antara lain adanya tokoh, alur cerita serta dialog. Sehingga dalam suatu sajian dramatari tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh dan saling mendukung satu sama
    lain.

    Dialog dalam pertunjukan dramatari Kebo Kinul menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa pengantar yang pelaksanaannya seringkali diikuti atau dipertegas dengan gerak-gerak pemain. Pengunaan bahasa jawa dalam dialog pertunjukkan drama tari Kebo Kinul terbagi atas dua tingkatan yaitu bahasa jawa krama dan bahasa jawa ngoko. Penerapan kedua tingkatan bahasa jawa tersebut digunakan untuk masing-masing tokoh berbeda. Bahasa jawa krama digunakan untuk tokoh yang memiliki kedudukan lebih rendah atau lebih muda kepada tokoh yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi maupun tua. Sedangkan bahasa jawa ngoko digunakan untuk tokoh yang memiliki kedudukan sederajat atau tokoh tua kepada tokoh yang muda. Penggunaan bahasa jawa sebagai bahasa pengantar pada pertunjukkan dramatari Kebo Kinul adalah karena Kebo Kinul berasal dari Desa Genengsari yang masyarakatnya menggunakan bahasa jawa sebagai bahasa sehari-hari.

  1. Perkembangan Bentuk Penyajian Tari Kebo Kinul Periode III (tahun 2010-2015)
    Tari Kebo Kinul setelah mengalami perkembangan pada tahun 1980 hingga tahun 2009 kembali mengalami perkembangan pada tahun 2010. Perkembangan pada Tari Kebo Kinul ini menjadi periode ketiga dari periode pertama Kebo Kinul sebagai pelengkap upacara bersih desa dan sebagai permainan, kemudian periode kedua Kebo Kinul menjadi seni pertunjukan berbentuk dramatari perkembangan dari pelengkap upacara bersih desa dan dramatari perkembangan dari permainan anak.

    Perkembangan Tari Kebo Kinul pada periode ketiga adalah perkembangan bentuk penyajian dengan menggabungkan Kebo Kinul dari versi dramatari perkembangan dari pelengkap upacara bersih desa dengan versi dramatari perkembangan dari permainan anak. Aspek yang diambil dari versi dramatari perkembangan dari pelengkap upacara bersih desa adalah aspek kostum dengan menggunakan mendhong. Kemudian aspek yang diambil dari versi dramatari perkembangan dari permainan anak adalah aspek iringan yang di dalamnya terdapat lagu-lagu dolanan anak.

    Dari kedua versi tersebut kemudian digabungkan dan dikembangkan menjadi sebuah pertunjukan tari rampak. Tari rampak Kebo Kinul tersebut dikembangkan oleh Dinas Pemuda Olahraga Pariwisata dan Kebudayaan bersama seniman-seniman Kabupaten Sukoharjo. Seniman tersebut antara lain seniman sebagai pengembang gerak Tari Kebo Kinul yaitu Radiatmoko, S.Sn; Crhistina Sri Asih, S.Sn; dan Budi Murwati, S.Sn. Seniman yang mengembangkan iringan Tari Kebo Kinul adalah Yohanes Sri Raharjo, S.Sn. Seniman yang mengembangkan kostum dan rias Tari Kebo Kinul adalah Radiatmoko, S.Sn; Yohanes Sri Raharjo, S.Sn; Crhistina Sri Asih, S.Sn; Budi Murwati, S.Sn; Heri Suseno, S.Sn; dan
    Joko Priyono. Seniman yang mengembangkan pola lantai Tari Kebo Kinul adalah Crhistina Sri Asih, S.Sn dan Budi Murwati, S.Sn.

    Perkembangan yang terjadi pada periode ketiga adalah perkembangan dalam kemapanan penataan yang meliputi gerak yang lebih tertata, kostum yang lebih efektif dan efisien, iringan yang lebih bervariatif, serta mulai menggunakan rias. Perkembangan periode ketiga dimulai dari tahun 2010 yang kemudian dipentaskan di P4TK DIY dan di PRPP Semarang. Kemudian pada tahun 2012 kembali mengalami perkembangan pada kostum Tari Kebo Kinul. Kostum Tari Kebo Kinul yang semula menggunakan mendhong dan berwarna asli warna mendhong kemudian mendhong tersebut diberi warna hijau seperti warna padi dan menggunakan irah-irahan kepala kerbau. Pemberian warna hijau pada mendhong agar kostum terlihat lebih berwarna dan sebagai simbol dari tanaman padi. Kemudian pemakaian irah-irahan kepala kerbau agar lebih terlihat jelas identitas dari Tari Kebo Kinul.