Bagaimana Dokumen HAM Tentang Pidana Mati?

Dokumen HAM Tentang Pidana Mati

Bagaimana Dokumen HAM Tentang Pidana Mati?

1.Universal Declaration of Human Rights


Teaching Human Rights yang diterbitkan oleh PBB, Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada diri setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Hak hidup misalnya, adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang tetap hidup, karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan hilang.

Universal Declaration of Human Rights (DUHAM) merupakan elemen pertama dari Peraturan Perundang-Undangan Hak Asasi Manusia Internasional (International Bill of Rights) yakni suatu tabulasi hak dan kebebasan fundamental. Dalam pengertian hukum yang sempit, deklarasi tersebut mengindikasikan pendapat internasional. Semua anggota PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) sepakat untuk menghormati hak asasi manusia ketika negara tersebut terikat dalam keanggotaan ini. Negara Indonesia tidak terhindari keterikatannya dengan DUHAM.

Hak hidup dan mendapat perlindungan di dalam UDHR (Universal Declaration of Human Rights). Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, yang berbunyi :

“Setiap orang mempunyai hak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang.”

Penerapan hukuman mati di Indonesia digolongkan sebagai bentuk hukuman yang kejam dan tidak manusiawi, di samping itu eksekusi mati di Indonesia melanggar Pasal 3 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights).

DUHAM menjadi akar dari instrumen hak asasi manusia internasional, bahkan lebih dari 60 tahun pasca penetapannya. Tidak ada satupun negara yang dapat menanggung kerugian yang dapat timbul dari pengabaian hak asasi manusia. Sebaliknya, negara tersebut harus memastikan penghormatan terhadap hak dan kebebasan yang dicantumkan dalam suatu deklarasi sebagai standar minimum.

2.International Covenant on Civil and Political Rights


Dalam beberapa instrument, larangan hukuman mati dimuat dalam sebuah protokol tersendiri. Jaminan ini dipertegas pula dengan Pasal 6 ayat 1 dan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights-ICCPR) sekaligus dikuatkan lagi oleh Protocol Opsional Kedua (Second optional Protocol) atas perjanjian Internasional mengenai hak-hak Sipil dan Politik tahun 1989 tentang Penghapusan Hukuman Mati.

Keduanya mengatur bahwa hukuman mati hanya boleh dikenakan oleh sesuatu keputusan final suatu pengadilan yang berwenang sesuai dengan undang-undang yang tidak retroaktif.

Bahwa asas ini diulangi untuk hukum pidana dan juga termuat sebagai pasal pertama dalam kodifikasi hukum pidana, menandakan bahwa larangan berlaku surut ini oleh pembentuk undang-undang ditekankan bagi hukum pidana.Asas berlaku surut (non-retroaktif). Secara asasi, semua aturan hukum hanya berlaku kedepan (prospektif).

Pasal 6 International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) menyatakan bahwa hak untuk hidup harus dilindungi oleh hukum dan atas hak ini tidak boleh diperlakukan dengan sewenang-wenang. Hak ini sebenarnya telah tertuang dalam Amandemen Undang-Undang Dasar 1945 terutama Pasal 27 Ayat (2), Pasal 28 A, Pasal 28 D Ayat (2), Pasal 28 H dan Pasal 28 I.

Oleh sebab pasal 6 disebut sebagai hak nontstandfest (pasal 4 ayat 2), ketika hak istimewa berlaku, juga tidak boleh menyimpang dari jaminan prosedural, dengan demikian eksekusi-eksekusi menurut pengadilan sumirdan atau arbitrerdilarang dalam keadaan apapun. Lagi pula komentar umum dari Komite Hak-hak Asasi Manusia menunjukkan bahwa hak untuk hidup harus ditafsirkan secara luas, dalam arti bahwa negara juga mempunyai kewajiban mengambil tindakan untuk mencegah kematian anak-anak dan membatalkan niat produksi, pemilikan dan pemakaian senjata nuklir.

Pasal 6 dalam Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik, dan Konvensi Amerika tentang Hak-hak Asasi Manusia (American Convention on Human Rights) yang memuat ketentuan mengenai hak hidup (right to life), pasal tersebut memuat ketentuan berkaitan dengan hak hidup serta hukuman mati.

Pasal 6 Internasional Covenan on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik):

  1. Pada setiap insan manusia melekat hak untuk hidup. Hak ini harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun insan manusia yang secara gegabah boleh dirampas kehidupannya

  2. Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, putusannya dapat diberikan hanya untuk kejahatan-kejahatan yang paling berat, sesuai dengan undang-undang yang berlaku pada waktu kejahatan demikian dilakukan, dan tanpa melarang suatu ketentuan dari kovenan ini dan Konvensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan pemusnahan (suku) bangsa. Hukuman ini hanya boleh dilakukan dengan putusan terakhir dari dari pengadilan yang berwenang.

  3. Apabila perampasan kehidupan merupakan kejahatan pemusnahan suatu golongan bangsa, maka dimengerti, bahwa tidak terdapat hal-hal dalam pasal ini yang membenarkan suatu negara peserta pada kovenan ini untuk secara apa pun juga memperlunak suatu kewajiban yang telah disanggupinya berdasarkan ketentuan-ketentuan dari kovensi tentang pencegahan dan penghukuman kejahatan permusnahan (suku) bangsa.

  4. Seseorang yang telah dihukum mati harus mempunyai hak untuk memohon pengampunan atau keringanan hukuman. Amnesti, pengampunan, atau keringanan hukuman mati dapat dapat diberikan dalam segala bab.

  5. Hukuman mati tidak boleh dijatuhkan untuk kejahatan-kejahatan yang dilakukan seseorang di bawah umur delapan belas tahun, dan tidak boleh dilaksanakan terhadap wanita yang sedang hamil.

  6. Tidak ada hal-hal dalam pasal ini yang boleh dijadikan alasan untuk menunda atau mencegah penghapusan hukuman mati.

Protokol Tambahan Kedua (Second Optional Protocol) Internasional Covenan on Civil and Political Rights dengan tujuan penghapusan hukuman mati terdapat dalam Pasal 1. Pasal 1 Second Optional Protocol menyebutkan:

  1. Tidak ada seorangpun dibawah juridiksi hukum suatu Negara Pihak Protokol ini dapat dieksekusi mati.
  2. Setiap Negara pihak harus mengambil semua upaya yang diperlukan untuk menghapus hukuman mati dibawah juridiksi hukumnya.

Protokol ini diadopsi dan dinyatakan oleh resolusi Majelis Umum 44/128 pada tanggal 15 Desember 1989. Negara pada pihak Protokol ini percaya bahwa penghapusan hukuman mati menyumbang pada peningkatan martabat manusia dan kemajuan pembangunan hak asasi manusia.

3. American Convention on Human Rights


Hak hidup mendapat jaminan dalam American Convention on Human Rights (Konvensi Amerika Tentang Hak Asasi Manusia). Pasal 4 Konvensi Amerika menyebutkan:

  1. Setiap orang mempunyaihak untuk dihormati kehidupannya. Hak ini dilindungi oleh undang-undang, dan pada umumnya, dari saat pembuahan. Tidak seorang pun dapat dirampas kehidupannya dengan sewenang-wenang.

  2. Di negara-negara yang belum menghapuskan hukuman mati, hukuman ini hanya dapat dekenakan untuk kejahatan-kejahatan yang paling berat dan sesuai dengan keputusan terakhir yang disampaikan oleh pengadilan yang berwenang dan berdasarkan undang-undang yang menentukan hukuman tersebut, yang diberlakukan sebelum dilakukannya kejahatan tersebut. Penerapannya tidak boleh diperluas pada kejahatan-kejahatan yang terhadapnya hukuman itu sekarang ini tidak berlaku.

  3. Hukuman mati tidak akan diberlakukan lagi di negara-negara yang telah menghapuskannya.

  4. Dalam perkara apa pun hukuman mati harus tidak boleh dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran politik atau kejahatan-kejahatan biasa yang terkait.

  5. Hukuman mati tidak boleh dikenakan pada orang yang yang pada waktu kejahatan dilakukan di bawah umur delapan belas tahun atau di atas tujuh puluh tahun, dan juga tidak boleh diberlakukan terhadap wanita hamil.

  6. Setiap orang yang dihukum mati mempunyai hak untuk memohon amnesty, pengampunan atau peringanan hukuman, yang mungkin diberikan dalam semua perkara. Hukuman mati tidak boleh dikenakan selama petisi semacam itu sedang menunggu putusan oleh penguasa yang berwenang.

Konvensi ini disahkan dan ditandatangani di San Jose pada tanggal 22 November 1969 dan mulai berlaku pada tanggal 18 Juli 1978. Dengan menjadikan Internasional Covenan on Civil and Political Rights sebagai contoh, American Convention on Human Rights memperketat pembatasan penggunaan hukuman mati dan secara eksplisit menyatakan bahwa negara-negara tidak boleh memberlakukan kembali hukuman mati sekali negara tersebuttelah menghapusnya. Pengaturan ini jelas menegaskan posisi konvensi tersebut sebagai instrumen abolisionis.

4. The Cairo Declaration on Human Rights in Islam


Hak untuk hidup adalah hak yang tak terenggutkan (non-derogable right), dalam rumusan ini menekankan bahwa hak hidup ada begitu manusia ada seiring dengan kodrat manusia.

Rumusan ini menekankan dan mengakui sifat hak hidup sebagai karunia Tuhan yang bersifat kodrati.

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa kata melekat dan penekanan sifat kodrati hak hidup dalam ketentuan ini menekankan sifat hak hidup sebagai karunia Tuhan yang tak dapat dicabut oleh manusia.

Islam telah memberikan suatu peraturan ideal tentang Hak-hak Asasi Manusia kepada umat manusia. Hak-hak tersebut dimaksudkan untuk menganugrahi manusia kehormatan dan martabat serta menghapuskan pemerasan, penindasan, dan ketidakadilan.

Deklarasi Islam Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia berlandaskan Al-Qur’an dan Sunnah yang diselenggarakan di Paris, Perancis pada 19 September 1981 memuat ketentuan tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya hak hidup. Pasal 1 Ayat 1, yang berbunyi :

“Kehidupan manusia adalah suci dan tidak dapat dilanggar dan setiap upaya hendaknya dilakukan untuk melindunginya. Secara khusus, tidak seorang pun tak terlindungi dari luka atau kematian, kecuali di bawah wewenang hukum.”

Selanjutnya, Piagam Madinah kemudian menjadi semangat deklarasi Hak Asasi Manusia Islam di Kairo (The Cairo Declaration on Human Rights in Islam), deklarasi ini dikenal dengan nama Deklarasi Kairo yanglahir pada 5 Agustus tahun 1990.

Disemangati oleh pesan inklusif Piagam Madinah, lahirnya Deklarasi Kairo yang mengandung ketentuan Hak Asasi Manusia sebagai berikut:

  1. Hak persamaan dan kebebasan
  2. Hak hidup
  3. Hak perlindungan diri
  4. Hak kehormatan pribadi
  5. Hak berkeluarga
  6. Hak kesetaraan wanita dengan pria
  7. Hak anak dari orang tua
  8. Hak mendapatkan pendidikan
  9. Hak kebebasan beragama
  10. Hak kebebasan mencari suaka
  11. Hak memperoleh pekerjaan
  12. Hak memperoleh perlakuan yang sama
  13. Hak kepemilikan dan
  14. Hak tahanan dan narapidana

Hak Hidup dalam Deklarasi Kairo terdapat dalam Pasal 2 yang berbunyi :

  1. Kehidupan adalah berkah Tuhan dan hak untuk hidup dijamin setiap umat manusia. Adalah tugas dari setiap individual, masyarakat dan negara-negara untuk melindungi hak-hak ini dari setiap pelanggaran apapun, dan dilarang untuk mencabut kehidupan kecuali berdasarkan syari’at.

  2. Dilarang untuk memilih jalan yang dapat mengakibatkan sebagai suatu cara yang memperbolehkan pemusnahan suatu bangsa umat manusia.

  3. Adalah ketentuan dari Tuhan untuk wajib dipatuhi, sesuai dengan syari’at bahwa kehidupan umat manusia harus dilindungli sampai akhir masa.

  4. Perlindungan dari penganiayaan adalah hak seseorang yang wajib dijamin. Adalah kewajiban dari negara untuk melindunginya. Dilarang untuk melanggarnya tanpa berdasarkan syari’at.

Dengan demikian perbuatan menghilangkan nyawa karena dendam atau menebar kerusakan hanya dapat diadili oleh pemerintah yang sah. Dalam hal ini pembunuhan dibedakan dari menghilangkan nyawa yang dilakukan demi melaksanakan tuntutan keadilan.

5. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia


Diantara hak-hak yang diatur dan dijamin dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia adalah hak untuk hidup. Hak untuk hidup merupakan hak mutlak setiap orang dan termasuk dalam kategori non-derogable rights.
Pasal 9 Undang-Undang No. 9 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyatakan bahwa :

“Setiap orang berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.”

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia menyebutkan :

“Hak hidup,hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidakdapat dikurangi dalam keadaan apapun oleh siapapun.”

Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa hak hidup dilindungi oleh hukum nasional. Hukum nasional Indonesia menegaskan hak hidup sebagai hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun (non-derogable rights).