Bagaimana dampak dari pemanasan global pada suatu hubungan internasional?

Pemanasan global (bahasa Inggris: Global warming) adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan Bumi. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C (1.33 ± 0.32 °F) selama seratus tahun terakhir.

Bagaimana dampak dari pemanasan global pada suatu hubungan internasional?

Hubungan internasional dipandang sebagai keseluruhan segi internasional dari kehidupan sosial, dalam arti semua perilaku manusia yang terjadi berasal dari suatu negara dapat memberi pengaruh terhadap perilaku manusia di negara lain. Dengan berakhirnya masa perang dingin, yang ditandai oleh runtuhnya Uni Soviet tahun 1991, telah membuat beragam perubahan dalam arena Hubungan Internasional.

Isu-isu Hubungan Internasional mulai bergeser dari penekanan kuat pada dimensi militer dan keamanan, berubah ke isu-isu seperti isu ekonomi, hak asasi manusia, gender, terorisme dan salah satunya lingkungan hidup. Isu-isu seperti ini biasanya disebut “ low politics “. Ekonomi dan lingkungan hidup menjadi isu-isu Hubungan Internasional yang mendapat perhatian lebih dari para aktor Hubungan Internasional.

Kondisi lingkungan hidup secara global saat ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Kondisi alam saat ini tidak lagi stabil seperti dahulu kala dan hal ini dikarenakan berbagai aktifitas negatif manusia dalam mengeksploitasi kekayaan alam secara ekstrim. Hal tersebut telah membuat alam mulai menunjukan kehebatannya kepada manusia di bumi. Telah banyak terjadi bencana alam yang tidak terduga dan bahkan menelan begitu banyak korban di berbagai negara, seharusnya sudah cukup hal ini menggugah kesadaran manusia untuk tidak lagi berbuat kesalahan kepada alamnya.

Kerusakan lingkungan hidup di mulai sejak revolusi industri. Pada masa revolusi industri, proses pengrusakan hutan semakin meningkat dan dilakukan secara lebih sistematis. Sejak peristiwa tersebut, perindustrian mulai berkembang pesat, terutama di negara-negara barat. Proses industrialisasi, transportasi dan aktifitas manusia yang semakin berkembang menimbulkan perubahan terhadap struktur alam. Sampai saat ini, dalam proses industri, bahan bakar batubara, minyak dan gas alam merupakan unsur terpenting. Namun penggunaan bahan bakar tersebut akan menghasilkan karbondioksida.

Dalam hal ini akan sangat nyata peranan penting dan kelestarian hutan karena tumbuh-tumbuhan membutuhkan karbondioksida untuk proses fotosintesis dan akan menghasilkan oksigen. Permasalahan lain muncul ketika jumlah paru- paru bumi semakin berkurang. Berkurangnya hutan antara lain disebabkan oleh penebangan secara liar, sistem perdagangan berpindah, semakin luasnya pemukiman penduduk, dibukanya hutan untuk penambangan dan pengalihan fungsi hutan menjadi kawasan industri.

Isu pemanasan global, atau yang lebih sering disebut Global Warming, adalah salah satu low politics issues yang mulai diperhitungkan di kancah internasional akhir-akhir ini. Dimana manusia sudah merasa tidak nyaman dengan iklim bumi yang menjadi lebih panas dari keadaan di tahun-tahun sebelumnya. Perubahan iklim atau climate change yang terjadinya disebabkan oleh global warming, telah memberi dampak negatif bagi kehidupan manusia bumi di berbagai bidang kehidupan.

Perubahan iklim merupakan dampak dari terjadinya efek rumah kaca atau green house effect, yang kemudian memicu terjadinya global warming, kegiatan-kegiatan manusia yang tidak bertanggung jawab yang menyebabkan semua ketimpangan ini terjadi di seluruh permukaan bumi.

Perubahan suhu bumi yang terjadi saat ini, diketahui mengalami peningkatan sekitar 2 derajat celcius sampai 4,5 derajat celcius. Global Warming sendiri memiliki dua ciri khas yang menonjol. Pertama, kenaikan suhu udara tidak merata di bumi, serta kedua, kondisi cuaca dan iklim ekstrim dalam bentuk angin badai, hujan lebat dan kekeringan semakin kerap terjadi, begitu juga dengan daya perusakannya yang juga meningkat. Perhatian masyarakat internasional mulai nyata saat perubahan iklim dunia mulai dirasakan sangat signifikan. Isu lingkungan hidup bukan lagi menjadi isu Low Politics dikarenakan isu tersebut sudah mulai menyentuh human security dan bahkan national security. ( Wartahimahi, 2007:6 ).

Isu lingkungan hidup menjadi perhatian dunia pertama kali saat konvensi lingkungan hidup sedunia diselenggarakan di Stockholm, Swedia pada tahun 1972. Kemudian isu lingkungan hidup benar-benar diangkat sebagai salah satu agenda Hubungan Internasional pertama kali oleh United Nations Conference on Environment And Development lebih dikenal sebagai ( The Earth Summit ) di Rio de Janeiro, Brasil pada tahun 1992.

Di konferensi ini ditandatanganilah United Nations Convention on Climate Change ( UNFCCC ), mereka juga menyadari bahwa konvensi tersebut dapat merupakan suatu landasan peluncuran yang lebih kuat untuk tindakan di masa depan. Melalui konvensi juga dapat dilakukan proses peninjauan, diskusi, dan pertukaran informasi untuk mengadopsi komitmen tambahan untuk memberikan tanggapan terhadap perubahan dalam pemahaman ilmiah dan kemauan politik.

Tinjauan-tinjauan tersebut dikenal dengan nama Conference of Parties (CoP) yang berjalan sangat lamban sampai bertahun-tahun lamanya, hingga kini. Dalam CoP3 yang diselenggarakan di Kyoto, pada tahun 1997, dalam konferensi tersebut menghasilkan suatu konsensus berupa keputusan (Decision 1/CP.3) untuk mengadopsi suatu protokol yang merupakan dasar bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi gas rumah kaca, gabungan mereka paling sedikit 5 persen dari tingkat emisi tahun 1990 menjelang periode 2008-2012.

Protokol itu disusun untuk mengatur target kuantitatif penurunan emisi dan target waktu penurunan emisi bagi negara maju. (Mudiyarso, 2003:8 )

Setelah diadopsi pada tanggal 11 Desember 1997, Protokol Kyoto resmi dibuka untuk ditandatangani pada tanggal 16 Maret 1998. Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang perubahan iklim ( UNFCCC ), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi Protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbondioksida dan lima gas rumah kaca lainnya melalui metodologi untuk menghitung penurunan emisi yang jelas dan mekanisme penataan terhadap pencapaian target penurunan emisi yang mengikat. Jika ada pihak yang tidak taat nantinya akan ada konsekuensinya. Persetujuannya ini mulai berlaku pada 16 Februari 2005 setelah ratifikasi resmi yang dilakukan Rusia pada 18 November 2004. Menurut ketentuan pasal 25, Protokol Kyoto secara efektif akan berlaku 90 hari setelah diratifikasi paling sedikit oleh 55 negara, sehingga memerlukan banyak partisipasi baik negara maju dan berkembang. (Rusbiantoro, 2008:59 )

Protokol Kyoto menyatakan bahwa negara Annex 1 pada konvensi perubahan iklim harus mengurangi emisi melalui kebijakan dan langkah-langkah di dalam negeri, antara lain meningkatkan efisiensi penggunaan energi, perlindungan perosot ( peresap ) GRK, tekhnologi yang ramah lingkungan dsb. Selain itu untuk memudahkan negara maju memenuhi sasaran penurunan emisi, Protokol Kyoto juga mengatur mekanisme, salah satunya adalah CDM (Clean Development Mechanism) yang terdapat dalam pasal 12, Protokol Kyoto menguraikan prosedur penurunan emisi GRK dalam rangka kerja sama negara industri dengan negara berkembang.

Mekanisme ini diharapkan membantu negara Annex 1 mencapai target pengurangan emisi dan negara non Annex 1 dapat melaksanakan program pembangunan berkelanjutan. Caranya adalah negara Annex 1 melakukan investasi dalam program pengurangan emisi atau menyerap GRK di negara berkembang.

Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah dimana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca merka secara kolektif sebesar 5,2 persen. Protokol Kyoto terdiri dari 28 pasal dan dua lampiran, serta menetapkan penurunan emisi gas rumah kaca akibat kegiatan manusia, jenis gas rumah kaca (GRK) yang diatur Protokol Kyoto yaitu : karbondioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC), Perfluorokarbon (PFC) san sulfur heksaflourida (SF6) beserta sumber emisinya seperti energi, proses industri, pertanian dan pengolahan limbah. China telah menyetujui Protokol Kyoto tentang perubahan iklim.

China meratifikasi Prtotokol Kyoto pada tanggal 30 Agustus 2002, karena seperti yang diketahui China termasuk salah satu negara yang mempunyai polusi terparah di dunia akibat pencemaran industri. Dilihat dari isi Protokol Kyoto china di kategorikan sebagai negara berkembang yang tidak memiliki kewajiban khusus untunk memotong emisi. Tapi walaupun China tidak memiliki kewajiban khusus untuk memotong emisi, China telah mengambil langkah-langkah untuk mengatasi perubahan iklim. China telah menyiapkan nasional koordinasi tubuh, aktif berpartisipasi dalam negoisasi internasional dan melakukan kampanye untuk meningkatkan kesadaran public. Pemerintah China juga telah menyiapkan sebuah komite untuk meneliti mekanisme pembangunan bersih CDM, yang penting adalah mekanisme itu adalah bagian dari protokol.

Dari tulisan diatas, dampak dari pemanasan global benar-benar mempengaruhi hubungan internasional antar negara, mengingat dampak dari pemanasan global dirasakan oleh seluruh negara sedangkan tidak seluruh negara berkontribusi secara signifikan terhadap pemanasan global itu sendiri.