Bagaimana caranya Meningkatkan Keefektifan dalam Komunikasi Keluarga?

Komunikasi dalam keluarga

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti; dari orang tua ke anak atau dari anak ke orang tua, atau dari anak ke anak.

Bagaimana caranya meningkatkan keefektifan dalam komunikasi keluarga?

komunikasi keluarga

Kunci komunikasi adalah kepercayaan, dan kunci kepercayaan adalah layak dipercaya.

Untuk mendapatkan kepercaya, integritas diri mempunyai peranan penting. Integritas adalah fondasi utama untuk membangun komunikasi yang efektif didalam keluarga. Integritas diri menggambarkan kesesuaian antara perbuatan dengan apa yang dikatakan. Di dalamnya terkandung pula unsur kejujuran.

Masalah komunikasi di keluarga tak lepas dari peran orangtua yang sangat dominan. Kualitas komunikasi anak sangat dipengaruhi oleh sejauh mana orangtua berkomunikasi kepadanya. Komunikasi akan sukses apabila orangtua memiliki kredibilitas di mata anaknya. Begitu pula, komunikasi suami istri akan efektif bila keduanya telah saling percaya.

Bagaimana caranya agar komunikasi dalam keluarga bisa efektif?

Ada lima hal yang harus diperhatikan, yaitu:

Pertama adalah penghargaan (respect).

Komunikasi harus diawali dengan sikap saling menghargai. Adanya penghargaan biasanya akan menimbulkan kesan serupa (timbal balik) dari si lawan diskusi. Orangtua akan sukses berkomunikasi dengan anak jika ia melakukannya dengan penuh penghargaan. Jika ini dilakukan, maka anak pun akan melakukan hal yang sama ketika berkomunikasi dengan orangtua atau orang di sekitanya.

Kedua adalah empati.

Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri kita pada situasi dan kondisi yang dihadapi orang lain. Syarat utama dari sikap empati adalah kemampuan untuk mendengar dan mengerti orang lain, sebelum didengar dan dimengerti oleh orang lain.

Orangtua yang baik tidak akan menuntut anaknya untuk mengerti keinginannya, tapi ia akan berusaha memahami anak atau pasangannya terlebih dulu. Ia akan membuka dialog dengan mereka, mendengar keluhan dan harapannya.

Mendengarkan di sini tidak hanya melibatkan indera saja, tapi melibatkan pula mata hati dan perasaan. Cara seperti ini dapat memunculkan rasa saling percaya dan keterbukaan dalam keluarga.

Ketiga adalah audible, yang berarti ‚dapat didengarkan‛ atau ‚dapat dimengerti dengan baik‛.

Sebuah pesan harus dapat disampaikan dengan cara atau sikap yang bisa diterima oleh si penerima pesan. Raut muka yang cerah, bahasa tubuh yang baik, kata-kata yang sopan, atau cara menunjuk, termasuk dalam komunikasi yang dapat dimengerti dengan baik.

Keempat adalah kejelasan.

Pesan yang disampaikan harus jelas maknanya dan tidak menimbulkan banyak pemahaman, selain harus terbuka dan transparan. Ketika berkomunikasi dengan anak, orangtua harus berusaha agar pesan yang disampaikan bisa jelas maknanya.

Salah satu caranya adalah berbicara sesuai bahasa yang mereka pahami (melihat tingkatan usia).

Kelima adalah ketepatan.

Dalam membahas suatu masalah hendaknya proporsi yang diberikan tepat baik waktunya, tema maupun sasarannya. Waktu yang tepat untuk membicarakan masalah anak misalnya pada waktu makan malam. Pada waktu sarapan pagi, karena ketergesaan maka yang dibicarakan umumnya masalah yang ringan saja.

Keenam adalah kerendahan hati.

Sikap rendah hati dapat diungkapkan melalui perlakuan yang ramah, saling menghargai, tidak memandang diri sendiri lebih unggul ataupun lebih tahu, lemah lembut, sopan, dan penuh pengendalian diri. Dengan sikap rendah hati ini maka lawan diskusi kita memjadi lebih terbuka, sehingga banyak hal yang dapat diungkapkan dari diskusi tersebut.

Sebelum kita mengetahui bagaimana caranya meningkatkan keefektifan dalam komunikasi didalam sebuah keluarga, sebaiknya kita mengetahui pola-pola apa saja yang biasa terjadi dalam komunikasi keluarga.

Menurut Devito dalam bukunya The Interpersonal Communication Book (1986) mengungkapkan empat pola komunikasi keluarga, yaitu :

1. Pola Komunikasi Persamaan (Equality Pattern)

Dalam pola ini, tiap individu membagi kesempatan komunikasi secara merata dan seimbang. Peran yang dimainkan tiap orang dalam keluarga adalah sama. Tiap orang dianggap sederajat dan setara kemampuannya, bebas mengemukakan ide-ide, opini, dan kepercayaan.

Komunikasi yang terjadi berjalan dengan jujur, terbuka, langsung, dan bebas dari pemisahan kekuasaan yang terjadi pada hubungan inerpersona lainnya. Dalam pola ini tidak ada pemimpin dan pengikut, pemberi pendapat dan pencari pendapat, tiap orang memainkan peran yang sama.

Komunikasi memperdalam pengenalan satu sama lain, melalui intensitas, kedalaman dan frekuensi pengenalan diri masing-masing, serta tingkah laku nonverbal seperti sentuhan dan kontak mata yang seimbang jumlahnya. Tiap orang memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan, baik yang sederhana seperti film yang akan ditonton maupun yang penting seperti sekolah mana yang akan dimasuki anak-anak, membeli rumah, dan sebagainya.

Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman. Masalah diamati dan dianalisa.

Perbedaan pendapat tidak dilihat sebagai salah satu kurang dari yang lain tetapi sebagai benturan yang tak terhindarkan dari ide-ide atau perbedaan nilai dan persepsi yang merupakan bagian dari hubungan jangka panjang.

Bila model komunikasi dari pola ini digambarkan, anak panah yang menandakan pesan individual akan sama jumlahnya, yang berarti komunikasi berjalan secara timbal balik dan seimbang.

2. Pola Komunikasi Seimbang Terpisah (Balance Split Pattern)

Dalam pola ini, persamaan hubungan tetap terjaga, namun dalam pola ini tiap orang memegang kontrol atau kekuasaan dalam bidangnya masing-masing. Tiap orang dianggap sebagai ahli dalam wilayah yang berbeda.

Sebagai contoh, dalam keluarga biasa, suami dipercaya untuk bekerja/mencari nafkah untuk keluarga dan istri mengurus anak dan memasak. Dalam pola ini, bisa jadi semua anggotanya memiliki pengetahuan yang sama mengenai agama, kesehatan, seni, dan satu pihak tidak dianggap lebih dari yang lain.

Konflik yang terjadi tidak dianggap sebagai ancaman karena tiap orang memiliki wilayah sendiri-sendiri. Sehingga sebelum konflik terjadi, sudah ditentukan siapa yang menang atau kalah. Sebagai contoh, bila konflik terjadi dalam hal bisnis, suami lah yang menang, dan bila konflik terjadi dalam hal urusan anak, istri lah yang menang.

Namun tidak ada pihak yang dirugikan oleh konflik tersebut karena masing-masing memiliki wilayahnya sendiri-sendiri.

komunikasi keluarga

3. Pola Komunikasi Tak Seimbang Terpisah (Unbalanced Split Pattern)

Dalam pola ini satu orang mendominasi, satu orang dianggap sebagai ahli lebih dari setengah wilayah komunikasi timbal balik. Satu orang yang mendominasi ini sering memegang kontrol. Dalam beberapa kasus, orang yang mendominasi ini lebih cerdas atau berpengetahuan lebih, namun dalam kasus lain orang itu secara fisik lebih menarik atau berpenghasilan lebih besar.

Pihak yang mendominasi mengeluarkan pernyataan tegas, memberi tahu pihak lain apa yang harus dikerjakan, memberi opini dengan bebas, memainkan kekuasaan untuk menjaga kontrol, dan jarang meminta pendapat yang lain kecuali untuk mendapatkan rasa aman bagi egonya sendiri atau sekedar meyakinkan pihak lain akan kehebatan argumennya.

Sebaliknya, pihak yang lain bertanya, meminta pendapat dan berpegang pada pihak yang mendominasi dalam mengambil keputusan.

4. Pola Komunikasi Monopoli (Monopoly Pattern)

Satu orang dipandang sebagai kekuasaan. Orang ini lebih bersifat memerintah daripada berkomunikasi, memberi wejangan daripada mendengarkan umpan balik orang lain. Pemegang kekuasaan tidak pernah meminta pendapat, dan ia berhak atas keputusan akhir. Maka jarang terjadi perdebatan karena semua sudah mengetahui siapa yang akan menang.

Dengan jarang terjadi perdebatan itulah maka bila ada konflik masing-masing tidak tahu bagaimana mencari solusi bersama secara baik-baik. Mereka tidak tahu bagaimana mengeluarkan pendapat atau mengugkapkan ketidaksetujuan secara benar, maka perdebatan akan menyakiti pihak yang dimonopoli.

Pihak yang dimonopoli meminta ijin dan pendapat dari pemegang kuasa untuk mengambil keputusan, seperti halnya hubungan orang tua ke anak. Pemegang kekuasaan mendapat kepuasan dengan perannya tersebut dengan cara menyuruh, membimbing, dan menjaga pihak lain, sedangkan pihak lain itu mendapatkan kepuasan lewat pemenuhan kebutuhannya dan dengan tidak membuat keputusan sendiri sehingga ia tidak akan menanggung konsekuensi dari keputusan itu sama sekali.

Dari penjelasan tiap-tiap pola komunikasi keluarga yang ada, maka kita dapat menentukan untuk menggunakan pola yang mana dalam kondisi dan situasi tertentu.

Tiap kondisi dan situasi memerlukan pola komunikasi tersendiri untuk dapat mendapatkan komunikasi yang efektif didalam sebiah keluarag.

Kesalahan yang besar apabila kita hanya memilih satu pola tertentu untuk setiap kondisi dan situasi yang ada