Bagaimana caranya mengurangi agresifitas didalam sosial masyarakat?

Menggunakan hukuman untuk kekerasan orang dewasa

Sistem hukum kriminal pada banyak kebudayaan mengatur hukuman yang berat, baik sebagai hukuman maupun untuk menakut-nakuti orang yang melakukan kejahatan kejam seperti pembunuhan, pembantaian dan pemerkosaan.

Eksperimen di laboratorium yang dilakukan oleh Bower & Hilgard (1981) menunjukkan bahwa hukuman benar-benar bisa berfungsi sebagai “penangkal” yang menakuti sehingga mengurangi kejahatan atau kekerasan yang dilakukan seseorang, tetapi hal itu dapat terwujud jika ada 2 kondisi yang tepat, yaitu jika hukuman itu bersifat segera dan merupakan hal yang pasti; hukuman tidak ditunda.

Namun dalam kehidupan nyata dua kondisi tersebut hampir tidak bisa di temui, terutama pada kehidupan sosial yang kompleks dengan tingkat criminal yang tinggi dan sistem hukum yang lamban.

Hasil penelitian dari National Academy of Sciences (Berkowitz, 1993) dan berbagai penelitian lain menunjukkan bahwa konsistensi dan kepastian hukuman adalah jauh lebih efektif untuk mencegah perilaku kekerasan dibanding hukuman yang berat

Note : hukuman ini tidak berlaku atau berpengaruh dalam mengurangi agresitifitas pada anak kecil

Katarsis dan Agresi

Kebijaksanaan konvensional menyatakan bahwa salah satu cara untuk mengurangi perasaan agresi adalah melakukan sesuatu yang agresif. Keyakinan umum ini merupakan oversimplivication (penyederhanaan yang berlebihan) atas gagasan psikoanalisis mengenai katarsis.

Katarsis: Gagasan bahwa ‘meniup uap panas’ – dengan melakukan tindakan agresif, menonton orang lain berperilaku agresif, atau berfantasi berperilaku agresif – dapat mengurangi tumpukan energi agresif dan oleh karenanya mengurangi kemungkinan perilaku agresif lebih lanjut.

Adalah mungkin untuk mengendalikan kemarahan kita secara aktif, yang memungkinkan kemarahan tsb menghilang. Berikut ini beberapa cara yang dimaksudkan.

  • Menyalurkan Vs penyadaran diri. Jika teman dekat atau pasangan yang membuat kita marah, kita mungkin ingin mengekspresikan kemarahan itu, dan ekspresi kemarahan mungkin dapat membantu kita mendapatkan informasi tentang diri dan dinamika hubungan. Tetapi untuk itu, kemarahan harus tanpa kekerasan dan non tidak merendahkan martabat. Meskipun mungkin lebih baik untuk mengungkapkan kemarahan kepada teman yang memprovokasi, namun jika kita berharap untuk menyelesaikan masalah, akan sangat membantu bila kita menuliskan perasaan ke dalam sebuah jurnal pribadi (semacam buku harian). Manfaatnya bukan hanya untuk melampiaskan perasaan, tetapi terutama untuk wawasan dan kesadaran diri yang biasanya menyertai, seperti ketika membuka diri (Pennebaker, 1990).

  • Meredakan kemarahan dengan pemintaan maaf. Salah satu cara untuk mengurangi agresi adalah bahwa individu yang menyebabkanfrustrasi mengambil tanggung jawab, meminta maaf, dan menunjukkan bahwa hal itu tidak akan terjadi lagi.

  • Memberikan model non-agresif. Bila anak-anak melihat orang dewasa yang terprovokasi namun mengekspresikan dirinya dengan tenang dan sikap yang sopan, oleh karenanya anak-anak kemudian menangani frustrasi mereka sendiri secara tidak agresif.

  • Membangun empati. Bila perasaan empati muncul, kita akan diresapi kesadaran akan keadaan orang lain dan mengurangi keinginan untuk agresi.

Wilkowski & Robinson (2008) menyatakan bahwa amarah merupakan kondisi perasaan internal yang secara khusus berkaitan dengan meningkatnya dorongan untuk menyakiti orang lain, sedangkan agresi terkait langsung dengan tindakan nyata menyakiti orang lain.

Menurut teori integrasi kognitif tentang trait‐anger yang diajukan, individu yang memiliki trait‐anger yang tinggi lebih cenderung mengalami bias dalam menginterpretasi suatu situasi provokatif yang selanjutnya memicu proses yang secara spontan meningkatkan amarah dan dorongan agresinya.

Berdasar teori ini pula, program pengelolaan amarah dikembangkan untuk meningkatkan kemampuan remaja mengendalikan diri melalui proses kognitif sehingga diharapkan kecenderungan amarah dan perilaku agresifnya dapat dikurangi.

Gambar Kerangka pikir penelitian berdasar teori integrasi kognitif tentang trait‐anger (Wilkowski & Robinson, 2008. Dalam Personality and Social Psychology Review, Vol.12 No.1

Program yang dinilai efektif untuk mengurangi agresivitas, baik sebagai pencegahan maupun penanganan, adalah menggunakan pendekatan kognitif‐perilakuan karena tidak hanya fokus pada aspek kognitif saja, namun juga memperhitungkan fungsi individu pada aspek afektif dan perilaku. (Goldstein & Glick, 1994; Kellner & Tutin, 1995; Kellner & Bry, 1999; Whitfield, 1999; Deffenbacher, Oetting, & DiGiuseppe, 2002; Knorth et al., 2007; Blake & Hamrin, 2007)

Perubahan pada salah satu aspek akan diikuti oleh perubahan pada aspek yang lainnya (Martin & Sandra, 2005), yang seringkali disebut sebagai penanganan multikomponen atau multimodal (Sukholdosky et al., dalam Blake & Hamrin, 2007).

Penelitian Currie (2004) dengan program Doing Anger Differently (DAD) terbukti efektif menurunkan perilaku agresif remaja berisiko dengan memberikan latihan selama 10 minggu (20 sesi) melalui bermain alat musik perkusi sebagai sarana mengalihkan ekspresi amarah dan melatih remaja melambangkan perasaan negatifnya hingga mampu menyadari dan mencari alternatif respon terhadap amarah selain berperilaku agresif.

Hermann & McWhirter (2003) melalui program SCARE (Student Created Aggression Replacement Education) sebanyak 15 sesi, menemukan bahwa remaja berisiko yang telah mengikuti program tersebut memiliki tingkat amarah dan perilaku agresif yang signifikan lebih rendah dan memiliki tingkat kontrol amarah yang lebih tinggi pada akhir perlakuan dan setelah satu tahun program berlangsung.

Agresifitas individu biasanya terjadi sejak masih anak-anak, yang mana, apabila tidak dikelola dengan baik, akan berlanjut hingga usia tua.

Menurut Ummu Haya Nida, cara dalam menangani tingkah laku agresif pada anak melalui :

Tindakan preventif

  • Orangtua jangan selalu memenuhi tuntutan atau keinginan anak. Orangtua hendaknya tidak selalu menuruti semua keinginan anak, buatlah aturan-aturan yang bertujuan mendisiplinkan anak tanpa membuat mereka merasa tertekan bahkan tidak dapat mengembangkan diri.

  • Batasi dan kontrol anak dalam menonton televisi. Hal ini dikarenakan tayangan yang ditampilkan banyak yang mengandung unsur kekerasan yang dapat memicu munculnya tingkah laku agresif pada anak.

  • Orangtua atau orang sekitar selalu menunjukkan perilaku yang baik. Berkenaan dengan sifat anak mudah meniru, sudah sepatutnya menunjukkan perilaku yang baik saat marah maupun sedih untuk menjadi contoh yang baik bagi anak.

  • Ciptakan suasana menyenangkan dalam rumah. Hal ini menyebabkan anak akan cenderung berlaku ramah terhadap dirinya dan orang lain.

  • Dalam menghadapi suatu masalah yang berkaitan dengan kenakalan anak hadapilah dengan tenang dan tidak emosional. Ajak anak untuk berbicara dari hati ke hati.

  • Latihan fisik. Hal ini bertujuan agar anak dapat menyalurkan ketegangan dan energi yang ada pada anak seperti menari, renang, serta melukis.

Tindakan Kuratif

  • Memberikan pujian atau hadiah ketika anak menunjukkan perilaku tidak menyakiti orang lain maupun tidak membentak saat bermain.

  • Mengajak anak untuk ikut merasakan perasaan orang lain untuk membangun kepekaan sosial terhadap orang lain.

  • Tidak memberikan hukuman fisik Memberikan nasihat kepada anak bahwa perilaku yang mereka munculkan menyakiti orang lain.

  • Membuat anak sibuk dengan memberikan aktivitas yang sesuai dengan minat dan bakat anak.

  • Mengajarkan kepada anak untuk mengendalikan emosi dengan memberikan contoh yang nyata.

  • Memahami perasaan anak dengan berdialog ketika anak sudah merasa tenang untuk menyelesaikan masalah.

  • Membiasakan anak untuk meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukannya.

Selain itu Rusda Koto Sutadi dan Sri Maryati Deliana juga memberikan beberapa teknik yang dapat kita lakukan untuk menangani masalah anak TK termasuk di dalamnya tingkah laku agresif.

Beberapa cara tersebut meliputi:

  • Latihan. Latihan adalah kegiatan yang sudah terencana dan dilaksanakan berulang-ulang sampai tujuan yang diinginkan tercapai. Kegiatan ini berfungsi mengubah suatu perilaku, sikap, dan kebiasaan lama yang tidak baik serta dapat menghambat perkembangan anak.

  • Permainan. Dunia anak adalah dunia bermain, sehingga permainan sangat tepat digunakan sebagai salah satu cara untuk menangani permasalahan yang terjadi pada anak. Hal ini diwujudkan melalui alat atau benda-benda yang dipakai dalam bermain dapat dipergunakan sebagai objek untuk menyalurkan keteganganketegangan psikis anak.

  • Saran dan nasihat. Kegiatan ini sering diberikan kepada yang memerlukan dan banyak dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini guru dapat memberikan nasihat yang bertujuan agar anak melakukan maupun tidak melakukan perilaku yang dinasihatkan. Selain itu nasihat dapat diberikan saat anak membutuhkan bantuan dalam mengatasi kesulitan yang sedang dialami.

  • Pengkondisian. Pengkondisian adalah suatu cara membentuk suatu keadaan menjadi seperti yang diinginkan yang bertujuan untuk merubah perilaku yang tidak diinginkan. Pengkondisian ini juga dapat memunculkan perilaku yang diinginkan jika dilakukan berulang-ulang

Sumber :

  • Rusda Koto Sutadi & Sri Maryati Deliana. (1996). Permasalahan Anak Taman Kanak-kanak. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
  • Ummu Haya Nida. (2009). “2T Tips & Trik” Melejitkan Talenta sang Buah Hati. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.