Bagaimana caranya mencari partner yang tepat dalam membuat startup?

Pertanyaan diatas menjadi pertanyaan yang paling umum muncul pada dunia startup. Mengapa demikian, karena membentuk dan mengembangkan startup tidak bisa hanya dilakukan seorang diri. Kita membutuhkan teman atau partner dalam mengembangkannya.

Misalnya anda bukanlah seorang programmer atau developer, tetapi mempunyai ide untuk membuat sebuah aplikasi mobile. Bagaimana anda bisa mewujudkan ide anda ?

Salah satunya adalah dengan mencari partner yang mempunyai kemampuan tersebut.

Berikut tulisan menarik dari Peter Schroeder, pemilik UNUM messenger, yang ditulis di TechinAsia.

Apakah kamu benar-benar butuh partner?

Sebelum memutuskan untuk mencari partner, saya sempat berkontemplasi tentang perlu atau tidaknya partner itu sendiri. Daripada partner, mungkin lebih baik saya mengumpulkan dana melalui Kickstarter saja, lalu mempekerjakan developer dari luar.

Saya pun mencoba merancang kampanye, memproyeksikan anggaran, dan berkonsultasi dengan beberapa orang yang “ahli” soal Kickstarter.

Untuk menjalankan rencana saya, saya perlu menggalang dana US$100.000 (sekitar Rp1,3 miliar). Para ahli tersebut memberi tahu bahwa kampanye yang berhasil mengumpulkan lebih dari US$100.000 (satu persen peringkat teratas Kickstarter) rata-rata menghabiskan dana sekitar US$10.000, dan sudah mempersiapkan diri setidaknya enam bulan sebelum peluncuran kampanye.

Tentu saja ada juga orang-orang yang tidak mengeluarkan dana sama sekali, dan orang-orang yang keluar dana lebih besar dari itu. Jumlah di atas hanya perkiraan rata-rata. Tapi yang jelas cara ini tidak cocok dengan saya.

Saya menyimpulkan bahwa Kickstarter cocok untuk meluncurkan produk yang punya bentuk fisik, tapi tidak untuk produk aplikasi messaging. Apalagi jika saya menggandeng developer dari luar yang belum tentu memiliki passion seperti seorang co-founder.

Mencari kenalannya kenalan

Setelah menjauhi Kickstarter, saya mulai mencari partner dengan cara menyampaikan ide ke semua orang yang saya kenal. Kemudian saya bertanya pada mereka, apakah mereka kenal seseorang yang kira-kira tertarik.

Dengan koneksi yang terbatas, tentu saja saya gagal. Jam terbang saya di dunia startup baru sekitar setengah tahun, jadi saya belum dikelilingi oleh kenalan-kenalan yang tepat.

Mencari partner di Tinder

Saya sempat mempertimbangkan ini, mencari-cari info di Google, lalu menampar diri sendiri dan kembali ke dunia nyata.

Mencari kenalan di co-working space

Setelah kehabisan cara untuk mencari partner, saya memutuskan untuk datang ke co-working space terdekat, Radius Cowork, pada suatu Jumat sore. Tujuan saya adalah menyajikan ide pada teman saya, Sean, dan bertanya apakah dia memiliki kenalan yang berminat.

Saya dan Sean menghabiskan waktu sekitar satu jam untuk memetakan keseluruhan ide di atas whiteboard dan saling bertukar masukan. Jelas sekali bahwa ia benar-benar tertarik dengan ide saya.

Setelah sesi brainstorming selesai, Sean mundur sedikit, memandangi hasil corat-coretnya di whiteboard, menarik napas panjang, lalu berkata, “Aku tahu orang yang sempurna untuk rencana ini.”

Sean kemudian memberi tahu lebih lanjut tentang orang yang ia maksud, dan mengapa orang tersebut sangat cocok. Ia juga berkata bahwa bila ingin kerja sama ini berhasil, saya harus menunjukkan keseriusan saya. Sean pun mengatur pertemuan antara saya dan partner potensial itu minggu depannya. Saatnya bersiap-siap.

Melakukan pitching ke partner

Saya benar-benar paham apa yang dirasakan developer ketika ada orang berkata bahwa dia punya ide untuk aplikasi. Mungkin mereka berpikir: “Ya ampun, muncul lagi. Orang dengan ide terhebat sepanjang masa. Semoga saja ide kali ini lebih baik daripada orang sebelumnya.”

Saya paham karena dulu saya sempat mengambil kuliah web development sebelum pindah ke teknologi digital marketing. Padahal kuliah itu hanya satu semester, tapi sampai sekarang pun masih ada orang yang mendatangi saya dengan ide aplikasi. Saya tidak bisa membuat aplikasi, tapi setidaknya saya tahu jalan pikiran developer, jadi saya harus mempersiapkan diri.

Inilah hal-hal yang saya rasa perlu disiapkan:

  • Rencana bisnis. Saya ingin supaya dijabarkan dengan menyeluruh. Saya menyusun rencana bisnis setebal sepuluh halaman, lengkap dengan timeline, proyeksi, dan lain-lain. Yang saya lakukan hanya mencari di Google tentang apa saja yang harus ada di rencana bisnis, lalu menyusunnya berdasarkan semuanya itu.

  • Prototipe konseptual. Saya tidak mau datang ke meeting hanya dengan membawa ide. Saya ingin bisa menunjukkan sesuatu kepada calon partner, sehingga mereka bisa mendapat gambaran jelas. Jika saya hanya bercerita tentang ide, bisa saja mereka akan membayangkan hal yang berbeda. Dengan InVision dan Fiverr, saya menyusun prototipe konseptual dalam waktu kurang dari seminggu, dengan biaya hanya US$50 (sekitar Rp660.000).

  • Struktur bisnis dan rincian saham. Satu hal yang menurut saya paling utama adalah kita harus transparan tentang penawaran dan rencana ke depan. Saya menjelaskan secara detail tentang apa saja yang kami butuhkan untuk operasional, juga tentang rencana mencari pendanaan. Dengan menjabarkan semua, saya menunjukkan bahwa saya serius, dan bahwa saya punya rencana matang.

  • Akses ke semua hal. Saya ingin ketika kami berpisah, calon partner saya punya salinan atau akses ke semua materi yang kami diskusikan. Dengan demikian, ia akan langsung merasa seperti sudah menjadi partner.

  • Waktu untuk berpikir. Saya akan memberi waktu seminggu pada calon partner untuk mempertimbangkan penawaran saya. Setelahnya, kami bisa bertemu lagi untuk membuat keputusan akhir.

Hari pertemuan

Saat kami bertemu pertama kali, saya langsung tahu bahwa calon partner saya sangat berminat. Kami menghabiskan waktu makan siang selama satu jam lebih untuk saling bertukar ide. Kami mendiskusikan semua materi yang sudah saya siapkan dengan lancar. Dia berwawasan luas, punya passion tinggi, dan yang paling utama, dia sangat tertarik. Dia tahu bahwa saya serius, dan saya pun tahu bahwa dia juga serius.

Saya pastikan dia mendapat akses ke semua materi diskusi sehingga dia bisa menelaah topik pembicaraan kami lebih mendetail. Kemudian kami berpisah, dan berjanji akan bertemu lagi seminggu kemudian.

Keputusan akhir

Seminggu kemudian, kami kembali bertemu untuk minum kopi. Kami berbincang-bincang lebih dari dua jam, dan saling bertukar ide. Ia memiliki banyak ide tambahan yang tidak pernah terpikir oleh saya sebelumnya.

Semakin mendekati akhir meeting, kami semakin merasa seperti dipertemukan oleh takdir. Kami mulai membicarakan tentang hal-hal hebat yang bisa kami capai di masa depan. Pada akhirnya, ia pun berkata, “Baiklah, saya ikut.” Dan kami pun menjadi partner.

Apakah ada pengalaman atau tip-tip lainnya terkait bagaimana mencari partner dalam membuat sebuah startup ?

Berikut adalah pedoman, dituliskan oleh Christine Zimmermann; Startup Institute, yang penting bagi Anda seorang startup muda, untuk mendapatkan partner yang tepat.

Tentukan nilai-nilai Startup dan harapan Anda

Seorang penemu harus bertanggung jawab untuk mendikte mengenai perusahaan, apa yang penting dan tidak penting bagi perusahaan. Menciptakan nilai-nilai dan harapan berfungsi sebagai “patokan” untuk perusahaan. Sehingga nantinya dalam proses menjalankan bisnis akan tetap terarah akan dibawa kemana bisnis tersebut.

Tentukan satu kegiatan kunci Startup Anda

Setiap pendiri startup harus menemukan satu kegiatan kunci yang akan mendorong kesuksesan perusahaan. Pastikan semua partner Anda melakukan kegiatan tersebut setiap harinya.

Tentukan partner kunci dan burulah mereka

Mulai dengan menentukan karyawan yang paling penting bagi Anda, cari mereka di sumber yang paling bagus. Jangan terlebih dahulu memposting kesempatan kerja, karena bakat untuk dari seorang partner kerja ini tidak didapat dengan mudah dan Anda lah yang harus berburu mencarinya.

Mengembangkan funnel bakat

Setelah partner kunci awal di dapat, maka selanjutnya adalah mengembangkan dan mempertahankan funnel bakat perusahaan Anda. Sehingga nantinya jika Anda ingin mencari karyawan baru tidak perlu melalui proses awal lagi.

Mengembangkan dengan wawancara

Untuk lebih menghemat waktu, Anda bisa menggunakan sistem wawancara untuk mencari partner yang benar-benar Anda butuhkan.

Mencari partner dalam mengembangkan sebuah startup bukanlah perkara yang sederhana. Bahkan, menurut saya, adalah hal yang sangat kompleks.

Mencari partner adalah langkah awal dan mempunyai peran sangat penting dalam mengembangkan sebuah startup. Kalau mengutip dari Google, hal yang terpenting dalam sebuah perusahaan adalah People, People dan People.

Mengapa mencari partner menjadi hal yang kompleks ?

Karena partner yang mempunyai integritas, mau bekerja keras serta mempunyai visi dan misi yang sama dengan kita bagaikan mencari jarum dalam tumpukan jerami.

Buat jaringan pertemanan sebanyak dan seluas mungkin

Salah satu cara yang paling reliable dalam mencari partner adalah dengan berusaha lebih mengenal partner anda, walaupun itu membutuhkan waktu yang lama. Dengan membuat jaringan pertemanan sebanyak mungkin dan sedini mungkin, maka kita lebih banyak mengenal orang-orang yang mungkin akan cocok ber-partner dengan kita.

Lebih banyak pilihan jauh lebih baik dibandingkan sedikit pilihan bukan ?

Mulailah sejak Pendidikan Menengah dan bergaulah dengan orang yang mempunyai latar belakang yang berbeda-beda.

Hire partner anda

Walaupun mereka adalah partner anda, tetapi dengan anda meng-“hire” mereka, hubungan anda dengan mereka akan menjadi jauh lebih profesional. Segala sesuatunya sudah terukur dengan jelas, termasuk hak dan kewajibannya.

Dalam meng-“hire” partner anda, maka hal yang paling penting adalah bagaimana caranya anda bisa “memahami” partner dengan cepat, sehingga tidak terjadi “salah pilih” partner.

Walaupun manajemen sumber daya manusia bukan bidang anda, sebaiknya anda perlu belajar banyak terkait dengan ilmu tersebut, sehingga anda punya dasar dalam “menyeleksi” partner anda.