Bagaimana cara perlakuan akuntansi dan perhitungan produk rusak?

Produk rusak (spoiled goods) adalah produk yang tidak sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan, secara ekonomis tidak dapat diperbaharui menjadi produk yang baik

Menurut pandangan tradisional produk dikatakan cacat atau rusak apabila kriteria produk tersebut terletak diluar batas atas dan batas bawah dari batasan spesifikasi yang telah ditetapkan. Maka suatu produk dinyatakan rusak apabila produk tersebut tidak memenuhi spesifikasinya (Hansen dan Mowen, 20011).

Dari definisi di atas dapat diambil intisari bahwa produk yang rusak adalah produk yang tidak sesuai spesifikasi sehingga tidak memenuhi standar kualitas yang telah ditentukan, tidak dapat dikerjakan ulang (rework) dan memiliki nilai jual yang rendah sebagai nilai sisa (disposal value). Dalam proses pengolahan produk yang di lakukan secara pesanan, seringkali muncul produk rusak yang tidak bisa dihindari baik secara normal maupun karena kesalahan dalam proses produksi.

Menurut Bastian dan Nurlela (2009) pengertian produk rusak sebagai adalah produk yang dihasilkan dalam proses produksi, di mana produk yang dihasilkan tersebut tidak sesuai dengan standar kualitas yang ditetapkan, tetapi secara ekonomis produk tersebut dapat di perbaiki dengan mengeluarkan biaya tertentu, dimana biaya yang dikeluarkan cenderung lebih besar dari nilai jual setelah produk tersebut diperbaiki.

Produk rusak dapat diakibatkan oleh dua sebab, yaitu:

  1. Produk rusak disebabkan oleh kondisi eksternal, misalnya karena spesifikasi pengerjaan yang sulit yang ditetpkan oleh pemesan, atau kondisi ini biasa disebut “sebab abnormal”.

  2. Produk rusak yang disebabkan oleh pihak internal yang biasa disebut “sebab normal”, misalnya bahan baku yang kurang baik, peralatan dan tenaga kerja ahli

Perlakuan produk rusak (spoiled goods) tersebut tergantung dari sifat dan sebab terjadinya:

  1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar biasa yang lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Jika produk rusak tersebut masih laku dijual, maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut.

  2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk, maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya produk rusak dibebankan kepada produk si secara keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam tarif biaya overhead pabrik.

Perlakuan Akuntansi dan Perhitungan Produk Rusak (spoiled goods)

Jika dalam proses produksi terdapat produk rusak, masalah yang timbul adalah bagaimana memperlakukan produk rusak tersebut, jika laku dijual dan jika tidak laku dijual. Perlakuan akuntansi produk rusak menurut Mursyidi (2010) adalah sebagai berikut :

  1. Produk rusak bersifat normal, laku dijual: Produk rusak yang bersifat normal dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak diperlakukan sebagai:

    • Penghasilan lain-lain
    • Pengurang biaya overhead pabrik
    • Pengurang setiap elemen biaya produksi
    • Pengurang harga pokok produk selesai
  2. Produk rusak bersifat normal, tidak laku dijual: Produk rusak yang bersifat normal tapi tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak akan dibebankan ke produk selesai, yang mengakibatkan harga pokok produk selesai menjadi lebih besar.

  3. Produk rusak bersifat abnormal, laku dijual: Produk rusak karena kesalahan dan laku dijual, maka hasil penjualan produk rusak diperlakukan sebagai pengurang rugi produk rusak.

  4. Produk rusak bersifat abnormal, tidak laku dijual: Produk rusak bersifat abnormal dan tidak laku dijual, maka harga pokok produk rusak diperlakukan sebagai kerugian dengan perkiraan tersendiri yaitu kerugian produk rusak.

Dalam proses produksi, apabila terjadi produk rusak maka produk tersebut akan diperhitungkan, karena produk tersebut telah menyerap biaya produksi.

Rumus Harga Pokok Produk Rusak :

Biaya Produksi : Unit yang diproduksi x Produk

Pada dasarnya, akuntansi terhadap produk rusak menyangkut pengumpulan data dan penyediaan informasi produk rusak untuk

  1. tujuan penentuan harga pokok produk, dan
  2. untuk perencanaan serta pengawasan manajerial.

Penentuan harga pokok produk, pada dasarnya menyangkut alokasi biaya produksi (yang sudah terjadi) kepada produk. Sedang perencanaan dan pe ngawasan menejerial, menyangkut pembebanan biaya kepada pusat-pusat pertanggungjawaban, pada saat terjadinya suatu biaya. Harga pokok produk rusak, baik yang bersifat normal maupun bersifat abnormal, keduanya merupakan produk costs. Tetapi karena produk rusak yang bersifat abnormal seharusnya tidak perlu terjadi (dan tidak memberikan manfaat di masa mendatang), maka harga pokok produk rusak abnormal tidak bersifat inventoriable. Sebaliknya harus diperlakukan sebagai suatu kerugian dalam periode terjadinya produk rusak tersebut.

Produk rusak tidak berakibat terjadinya tambahan biaya produksi, selain yang telah terjadi sebelum diketahuinya produk rusak tersebut. Karena itu, didalam akuntansinya tidak dihadapkan pada masalah biaya (produksi) yang ditambahkan, sehingga tujuan akuntansinya adalah:

  1. Menyediakan informasi tentang produk rusak beserta harga pokoknya, sehingga manajemen menyadari akan eksistensi dan besarnya (nilai) produk rusak, dan
  2. Mengidentifikasi sifat dan menggolongkan harga pokok produk rusak ke dalam kategori normal dan abnormal.

Tergantung pada tipe produksinya atau departemen-departemen yang tercakup dalam proses produksiya, didalam praktek, terdapat berbagai metode atau perlakuan akuntansi terhadap produk rusak. Dari metode atau perlakuan akuntansi yang sama sekali tidak dapat ditolerir karena menyimpang dari tujuan akuntansinya, sampai yang paling akurat dan sangat informatif. Idealnya, akuntansi terhadap produk rusak harus mencakup tahaptahap sebagai berikut:

  1. Tahap alokasi biaya produksi kepada harga pokok produk akhir, produk rusaknormal dan produk rusak-abnormal.
  2. Tahap pembebanan harga pokok produk rusak baik kepada produk akhir (untuk yang
    rusak normal) maupun kepada Rugi Produk Rusak-Abnormal (untuk yang rusak abnormal).

Perlakuan Akuntansi Produk Rusak
Perlakuan terhadap produk rusak adalah tergantung dari sifat dan sebab terjadinya (Mulyadi, 2012):

  1. Jika produk rusak terjadi karena sulitnya pengerjaan pesanan tertentu atau faktor luar
    biasa yang lain, maka harga pokok produk rusak dibebankan sebagai tambahan harga
    pokok produk yang baik dalam pesanan yang bersangkutan. Jika produk rusak tersebut
    masih laku dijual, maka hasil penjualannya diperlakukan sebagai pengurang biaya
    produksi pesanan yang menghasilkan produk rusak tersebut.

  2. Jika produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,
    maka kerugian yang timbul sebagai akibat terjadinya produk rusak dibebankan kepada
    produk si secara keseluruhan, dengan cara memperhitungkan kerugian tersebut di dalam
    tarif biaya overhead pabrik.

Perlakuan akuntansi untuk produk rusak menurut Carter (2009), yaitu:
Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan kepada biaya overhead pabrik (Factory Overhead Control). Perlakuan akuntansi seperti ini dilakukan apabila sifat kerusakannya adalah:

  1. Normal, tetapi tidak terjadi pada tingkat yang sama untuk maisng-masing pekerjaan.

  2. Abnormal, disebabkan oleh kejadian yang tidak diharapkan yang sebetulnya dapat dihindarkan, dengan demikian biaya kerusakan sudah diperhitungkan dalam tarif biaya overhead pabrik yang ditetapkan di muka (Predetermined Factory Overhead) Pencatatan dalam jurnal untuk produk rusak adalah sebagai berikut:

    image

    Apabila harga jual barang rusak ini berbeda dengan taksiran harga persediaan yang telah dicatat, maka selisihnya akan ditambahkan atau dikurangi kea kun biaya overhead pabrik. Pencatatan dalam jurnal adalah sebagai berikut:

    image

Biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisir dibebankan secara langsung kepada pekerjaan yang bersangkutan. Perlakuan akuntansi ini dapt dilakukan jika sifat kerusakannya adalah sebagai berikut:

  1. Normal, terjadi pada satu tingkat yang sama dengan masing-masing pekerjaan. Dalam kondisi ini, maka taksiran biaya kerusakan dapat diperhitungkan sebagai elemen dari tariff biaya overhead pabrik yangditetapkan dimuka (the predetermined overhead rate), dengan demikian masing-masing pekerjaan akan dibebankan dengan biaya kerusakan pada saat pembebanan biaya overhead kepada pekerjaan-pekerjaan tersebut. Altrnatif lain adalah tidak membebankan biaya kerusakan dalam perhitungan overhead pabrik, ahal ini untuk memudahkan pengendalian biaya.

  2. Disebabkan adanya persyaratan secaa langsung oleh pelanggan. Biaya-biaya kerusakan setelah dikurangi nilai bersih yang dapat direalisasi unutk barang rusak tersebut dibebankan kepada pekerjaan yang berangkutan dari taksiran mengenai biaya kerusakan juga tidak dimasukkan dalam perhitungan tariff biaya overhead pabrik. Pencatatn dalam jurnal untuk produk rusak adalah sebagai berikut:

    image

Apabila persediaan barang rusak dijual dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah daripada harga persediaan semula, maka selisih tersebut dikredit atau dibebankan ke akun beban pokok penjualan. Akan tetapi, apabila penjualan terjadi pada saat pekerjaan belum selesai atau sudah selesai tetapi belum diserahkan ke pelanggan maka dapt dikoreksi kea kun biaya overhead pabrik (Factory Overhead Control) yang sesungguhnya.