Bagaimana cara penyelesaian sengketa internasional?

Sengketa Internasional (international dispute) adalah perselisihan yang terjadi antara negara dan negara, antara negara dan individu-individu, atau antara negara dan badan-badan atau lembaga-lembaga yang menjadi subjek hukum Internasional.

Bagaimana cara penyelesaian sengketa internasional ?

Penyelesaian Sengketa Internasional secara damai seharusnya berdasarkan Prinsip- Prinsip Hukum Internasional. Hukum internasional memiliki peranan besar dalam menyelesaikan sengketa internasional dimana:

  1. Pada prinsipnya hukum internasional berupaya agar hubungan antar negara terjalin lewat ikatan persahabatan (friendly relations among states) dan tidak mengharapkan adanya persengketaan.

  2. Hukum internasional memberikan aturan-aturan pokok kepada negara-negara yang bersengketa untuk menyelesaikan sengketanya.

  3. Hukum internasional memberikan pilihan bebas kepada para pihak tentang cara, prosedur atau upaya yang seyogianya ditempuh untuk menyelesaikan sengketanya.

  4. Hukum internasional modern semata-mata menganjurkan cara penyelesaian secara damai apakah sengketa itu sifatnya antarnegara atau antarnegara dengan subyek hukum internasional lainya.

Keharusan untuk menyelesaikan sengketa damai pada mulanya dicantumkan dalam Pasal 1 Konvensi mengenai Penyelesaian Sengketa-Sengketa Secara Damai (the Convention on the Pacific Settlement of International Dispute) tahun 1899 dan 1907, yang ditandatangani di Den Haag pada tanggal 18 Oktober 1907.

Berdasarkan dua konvensi the Hague (Den Haag) mengenai penyelesaian sengketa internasional tersebut, para negara berupaya untuk menyelesaian sengketa internasionalnya secara damai dengan cara diplomatik, jika cara diplomatik ini gagal maka penyerahan sengketa kepada arbitrase baru diperkenankan.

Perkembangan selanjutnya kemudian adalah dengan disahkannya perjanjian internasional dalam penyelesaian sengketa secara damai seperti berikut:

  1. The Convention for the Pacific Covenant of the League of Nations tahun 1919.

  2. The Statute of the Permanent Court of International Justice (Statuta Mahkama Internasional Permanen) tahun 1921.

  3. The General Treaty for the Renunciation of War tahun 1928.

  4. The General Act for the Pacific Settlement of International Dispute tahun 1928.

  5. Piagam PBB dan Statuta Mahkama Internasional 1945.

  6. Declarasi Bandung (Bandung Declaration) 1955.

  7. The Declaration of the United Nations on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations tanggal 24 Oktober 1970.

  8. The Manila Declaration on Peaceful Settlement of Dispute between States, 15 November 1982.

Dalam The Declaration of the United Nations on Principles of International Law concerning Friendly Relations and Cooperation among States in Accordance with the Charter of the United Nations (Deklarasi mengenai Hubungan Bersahabat dan Kerjasama Antar Negara) tanggal 24 Oktober 1970 serta Deklarasi Manila tanggal 15 November 1982, termuat prinsip penyelesaian sengketa internasional secara damai didasarkan pada prinsip-prinsip hukum internasional yang berlaku secara universal yaitu sebagai berikut:

  1. Prinsip bahwa negara tidak akan menggunakan kekerasan yang bersifat mengancam integritas teritorial atau kebebasan politik suatu negara, atau menggunakan cara-cara lainnya yang tidak sesuai dengan tujuan-tujuan PBB.

  2. Prinsip non-intervensi dalam urusan dalam negeri dan luar negeri suatu negara.

  3. Prinsip persamaan hak dan menentukan nasib sendiri bagi setiap bangsa.

  4. Prinsip persamaan kedaulatan negara.

  5. Prinsip hukum internasional mengenai kemerdekaan, kedaulatan, dan integritas teritorial suatu negara.

  6. Prinsip itikad baik dalam hubungan internasional.

  7. Prinsip keadilan dan hukum internasional.

Pada umumnya hukum internasional mengenal penyelesaian sengketa internasional dapat dilakukan dengan dua mekanisme, penyelesaian diluar pengadilan atau melalui jalur diplomatik, dan kedua penyelesaian secara hukum atau lewat pengadilan.43 Penyelesaian diluar pengadilan dapat ditempuh dengan cara:

a. Negoisasi

Negoisasi merupakan metoda yang diterima secara universal dan yang paling umum dipakai untuk menyelesaikan sengketa internasional. Negoisasi merupakan cara yang primer dan pokok untuk menyelesaikan konflik kepentingan.

Negoisasi merupakan cara yang pertama-tama digunakan oleh para pihak sengketa sebelum mereka mempergunakan cara-cara penyelesaian sengketa yang lain. Negoisasi secara esensial berarti pertukaran pendapat dan usul antar pihak sengketa untuk mencari kemungkinan tercapainya penyelesaian sengketa secara damai yang melibatkan diskusi langsung antar pihak sengketa; tidak ada pihak luar terlibat dalam proses.

b. Mediasi

Mediasi adalah tindakan negara ketiga atau individu yang tidak berkepentingan dalam suatu sengketa internasional, yang bertujuan membawa kearah negosiasi atau memberi fasilitas kepada negoisasi dan sekaligus berperan serta dalam negosiasi pihak sengketa tersebut. Mediasi melibatkan pula keikutsertaan pihak ketiga (mediator) yang netral dan independen dalam suatu sengketa. Tujuannya adalah untuk menciptakan adanya suatu kontak atau hubungan langsung diantara para pihak. Mediator bisa Negara, individu, organisasi internasional, dan lain-lain. Saran mediator bisa bersifat interim atau final.

c. Jasa Baik (Good Offices)

Jasa Baik adalah cara penyelesaian sengketa melalui keikutsertaan jasa pihak ke-3. Bindschedler mendefenisikan jasa baik sebagai:

“the involvement of one or more state or an international organization in a dispute between states with the aim of settling it or contributing to its settlement”.

Jasa Baik atau Good Offices adalah tindakan pihak ketiga untuk membawa ke arah negoisasi atau yang memberi fasilitas ke arah terselenggaranya negoisasi dengan tanpa berperan serta dalam diskusi mengenai substansi atau pokok sengketa yang bersangkutan.

d. Konsiliasi

Konsiliasi merupakan penyelesaian sengketa yang melibatkan pihak ketiga (konsiliator) yang tidak berpihak atau netral dan keterlibatannya karena diminta oleh para pihak.48 Konsiliasi juga berarti penunjukan sekolompok individu yang akan mendengar pendapat kedua belah pihak sengketa, menyelidiki fakta yang mendasari sengketa dan mungkin sesudah berdiskusi dengan para pihak menyampaikan suatu usul formal untuk dipertimbangkan oleh para pihak sebagai penyelesaian sengketa.

e. Penemuan Fakta

Para pihak yang bersengketa dapat pula menunjuk suatu badan independen untuk menyelidiki fakta-fakta yang menjadi penyebab sengketa. Penemuan Fakta merupakan prosedur yang terpisah untuk penyelesaian sengketa menurut Pasal 33 Piagam PBB.

Dalam Penemuan Fakta tidak dibuat rekomendasi bagi para pihak. Fakta yang diketemukakan dibiarkan untuk berbicara sendiri. Tujuan dari penemuan fakta untuk mencari fakta yang sebenarnya adalah sebagai berikut:

Membentuk suatu dasar bagi penyelesaian sengketa diantara dua Negara, Mengawasi pelaksanaan suatu perjanjian internasional, Memberikan informasi guna membuat putusan di tingkat internasional (Pasal 34 Piagam PBB).

f. Penyelidikan

Penyelidikan merupakan metode yang berhubungan yang berkaiatan erat dengan metode penemuan fakta “fact-finding”. Penyelidikan adalah suatu proses penemuan fakta oleh suatu tim penyelidik yang netral.

Menurut Komisi Hukum Internasional (International Law Commission), arbitrase adalah:

a procedure for the settlement of disputes between states by binding award on the basis of law and as a result of an undertaking voluntarily accepted”.

Arbitrase Internasional merupakan suatu badan peradilan penyelesaian sengketa dimana pengajuan sengketanya diajukan kepada arbitrator yang dipilh secara bebas oleh para pihak, yang memberi keputusan dengan tidak harus ketat memperhatikan pertimbangan hukum, namun putusannya bersifat final dan mengikat.

Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Piagam PBB

Peran organisasi internasional dalam penyelesaian sengketa internasional telah diakui oleh masyarakat internasional. Pada waktu Liga Bangsa-Bangsa didirikan menyadari pentingnya peran organisasi regional dalam penyelesaian sengketa.53 Piagam PBB Pasal 52 menyatakan:

Nothing in the present Charter precludes the existence of regional arrangements or agencies for dealing with such matters relating to the maintenance of international peace and security as are appropriate for regional action, provided that such arrangements or agencies and their activities are consistent with the Purposes and Principles of the United Nations.

(Berdasarkan ketentuan tersebut, jelaslah bahwa PBB mengakui organisasi regional untuk menangani masalah-masalah yang bertalian dengan masalah perdamaian dan keamanan internasional menurut cara yang sesuai bagi kawasan tersebut).

Setiap peperangan selalu menimbulkan kehancuran baik dari pihak yang menang maupun dari pihak yang kalah. Kegagalan Liga Bangsa-Bangsa tidak melenyapkan keyakinan negara untuk menciptakan sistem keamanan kolektif yang dapat melindungi masyarakat internasional dari bencana perang. Salah satu tujuan didirikannya PBB adalah untuk memelihara perdamaian dan keamanan internasional.

Piagam PBB menyatakan:

“To maintain international peace and security, and to that end: to take effective collective measures for the prevention and removal of threats to the peace, and for the suppression of acts of aggression or other breaches of the peace, and to bring about by peaceful means, and in conformity with the principles of justice and international law, adjustment or settlement of international disputes or situations which might lead to a breach of the peace.”

Kekuatan Mengikat Keputusan Mahkamah Internasional

Kekuatan yang mengikat dalam hukum maksudnya adalah suatu kepastian yang menentukan bagaimana pada akhirnya hubungan hukum antara kedua belah pihak yang berperkara.

Dengan demikian, kekuatan mengikat sebuah keputusan yang dalam hal ini adalah keputusan Mahkamah Internasional dapat diartikan sebagai suatu kepastian yang terdapat di dalam peraturan hukum internasional yang menentukan bagaimana hubungan hukum antara kedua negara yang berperkara di Mahkamah Internasional dimana ketentuan hukum internasional yang dikeluarkan oleh hakim Mahkamah Internasional lah yang menentukan penyelesaian persoalan sengketa negara tersebut. Pasal 59 Statuta Mahkamah Internasional menentukan :

“The decision of the Court has no binding force except between the parties and in respect of that particular case.”

1. Penyelesaian Sengketa Dengan Damai
Bagi organisasi internasional seperti PBB ataupun organisasi regional, penyelesaian sengketa secara damai antara anggotanya merupakan tujuan dari organisasi. Gagasan mengutamakan penyelesaian sengketa secara damai ketimbang penggunaan kekerasan sudah dimunculkan sejak lama sekali. Namun demikian secara formal, usaha pembentukan lembaga, instrumen hukum, juga pengembangan teknis penyelesaiannya baru memperoleh pengakuan secara luas sejak dibentuknya PBB tahun 1945. Beberapa cara menyelesaikan sengketa dengan damai yaitu?
a. Negosiasi
b. Konsultasi
c. Pencarian Fakta
d. Jasa-Jasa Baik
e. Mediasi
f. Konsiliasi
g. Arbitrase
h. Pengadilan Internasional

2. Penyelesaian Sengketa Dengan Kekerasan Bukan Perang
Bila terjadi sengketa dan ternyata para pihak tidak dapat menyelesaikan sengketanya secara damai, kadang-kadang salah stu pihak terpaksa mengambil tindakan sepihak. Tindakan sepihak demikian dilakukan dengan sasaran untuk mencapai tujuannya dengan menguntungkan pihaknya sendiri. Tindakan tersebut berupa tindakan paksaan, yang berupa tekanan agar pihak lain merasa terpaksa menerima kehendaknya. Dalam hukum internasional dikenal beberapa bentuk tindakan paksaan, yaitu:
a. Retorsi (retorsion)
b. Tindakan Pembalasan (reprisals)
c. Blokade Secara Damai (pacific blockade)
d. Intervensi (intervention)
e. Perang dan Tindakan Bersenjata Bukan Perang (war and non war armed action)

3. Penyelesaian Sengketa Internasional Berdasarkan Bab VII Piagam PBB
Bab VII Piagam PBB berjudul: Action With Respect to Threats to the Peace, Breaches of the Peace and Act of Agression (Tindakan-tindakan yang Berkaitan dengan Ancaman-ancaman terhadap Perdamaian, Pelanggaran terhadap Perdamaian dan Tindakan Agresi).

Tujuan didirikannya PBB sebagaimana kita baca dalam preambul PBB alinea pertama to save succeeding generations from the source of war…, jadi PBB bertujuan hendak menyelamatkan generasi penerus dari ancaman terhadap perang. Untuk mencapai maksud tersebut, maka PBB dalam piagamnya memuat ketentuan-ketentuan yang diatur secara terperinci tentang perdamaian dan keamanan.

Menurut Sumaryo Suryokusumo15, PBB telah meletakkan lima prinsip dalam piagamnya:

  1. Prinsip untuk menyelesaikan perselisihan secara damai (Pasal 2(3)
    Piagam PBB jo. Bab VI dan Bab VIII Piagam PBB)
  2. Prinsip untuk tidak menggunakan kekerasan (Pasal 2(4) Piagam
    PBB)
  3. Prinsip mengenai tanggung jawab untuk menentukan adanya
    ancaman (Pasal 39 Piagam PBB)
  4. Prinsip mengenai pengaturan persenjataan (Pasal 26 Piagam PBB)
  5. Prinsip umum mengenai kerja sama di bidang pemeliharaan
    perdamaian dan keamanan internasional (Pasal 11(1) Piagam
    PBB).

Pemeliharaan dan perdamaian dalam rangka PBB sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 piagam sangat luas dan ini meliputi semua negara anggota PBB (Pasal 43 Piagam PBB) maupun bukan anggota PBB (Pasal 2(6) Piagam PBB).

4. Penyelesaian Sengketa Dalam Mahkamah Internasional
Salah satu alternatif penyelesaian sengketa secara hukum atau judicial settlement dalam hukum internasional adalah penyelesaian melalui badan peradilan internasional (world court atau international court). Dalam hukum internasional, penyelesaian secara hukum dewasa ini dapat ditempuh melalui berbagai cara atau lembaga, yaitu Permanent Court of International of Justice (PCIJ) atau Mahkamah Permanen Internasional, International Court of Justice (ICJ) atau Mahkamah Internasional, the International Tribunal for the Law of the Sea (Konvensi Hukum Laut 1982), atau International Criminal Court (ICC). PCIJ merupakan pendahulu Mahkamah Internasional yang dibentuk berdasarkan Pasal 14 Kovenan Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada tahun 1922.17

Mahkamah Internasional dibentuk berdasarkan Piagam PBB. Dalam Piagam itu ditetapkan kedudukan dan wewenang Mahkamah Internasional. Pelaksanaan fungsi Mahkamah Internasional itu selanjutnya diatur dalam Statuta Mahkamah Internasional yang merupakan bagian integral dari Piagam tersebut.