Bagaimana cara pengukuran cadangan karbon (C-stock) di tingkat lahan?

Mengukur cadangan karbon di hutan dan lahan pertanian cukup mudah dan dapat dilakukan sendiri, kapan saja dibutuhkan dan peralatan yang digunakan juga sederhana. Ada 4 tahap pengukuran yaitu:

  1. Mengenal nama jenis pohon untuk mencari nilai berat jenis (BJ) pohon pada daftar BJ kayu pohon yang telah ada
  2. Mengukur volume dan biomasa semua tanaman dan kayu mati yang ada pada suatu luasan lahan
  3. Mengukur kadar total karbon tanaman di laboratorium
  4. Menaksir kandungan karbon tersimpan pada lahan yang bersangkutan berdasarkan tahap 1 -3

Pengukuran biomasa tanaman dapat dilakukan dengan cara:

  1. TANPA MELAKUKAN PERUSAKAN (metode non destructive), jika jenis tanaman yang diukur sudah diketahui rumus allometriknya.

  2. MELAKUKAN PERUSAKAN (metode destructive). Metode ini dilakukan oleh peneliti untuk tujuan pengembangan rumus allometrik, terutama pada
    jenis-jenis pohon yang mempunyai pola percabangan spesifik yang belum 7
    diketahui persamaan allometriknya secara umum. Pengembangan allometrik dilakukan dengan menebang pohon dan mengukur diameter, panjang dan berat masanya. Metode destructive juga dilakukan pada tumbuhan bawah, tanaman semusim dan perdu. Alat-alat yang diperlukan untuk pengukuran dapat dilihat dalam Box 1.

Tentukan dan catat jenis penggunaan lahan yang akan diukur. Jenis penggunaan lahan bisa dibedakan berdasarkan kerapatan tutupan lahannya, mulai dari yang memiliki tutupan rapat (hutan alami), sedang (kebun campuran atau agroforestri) dan terbuka (lahan pertanian semusim).

Tahapan kegiatan pengukuran biomasa tanaman adalah:

  1. Membuat plot permanen (transek pengukuran) terutama di hutan yang dipilih untuk diusulkan dalam REDD+ (Reduksi Emisi akibat Deforestasi dan Degradasi Hutan plus)
  2. Mengukur volume dan biomasa pohon
  3. Mengukur biomasa tumbuhan bawah

Pembuatan petak contoh permanen


Untuk membuat petak contoh pengukuran ikuti ukuran baku petak contoh (transek) seperti yang tertulis pada Box 2.

Cara:

  1. Pilih lokasi dengan kondisi vegetasi yang cukup seragam yang dapat mewakili
    jenis tutupan lahan yang bersangkutan.
  2. Buatlah plot transek pada lahan yang dipilih searah dengan mata angin (Foto 2A dan 2B), dengan langkah sebagai berikut:
  • Lemparkan sebatang ranting secara acak untuk menentukan titik ikat dari plot pengukuran.
  • Beri tanda dengan patok kayu (sebagai titik ikat) dan rekam posisi titik ikat menggunakan GPS (Gambar 1).
  • Ikatkan tali plastik 40 m tariklah ke arah utara. Ikatkan tali lain sepanjang 5 m ke arah timur. Lanjutkan pemasangan patok di 3 sudut yang lain dan ikat tali-tali yang lain hingga diperoleh plot pengukuran sebesar 40 m x 5 m = 200 m2 (disebut sub plot utama).
  • Catat dan buat sketsa plot permanen yang telah dibuat dari titik ikat dengan keterangan arah mata angin (contoh: 100 m ke arah utara dan 20 m ke arah timur dari titik ikat).
  • Buatlah sub plot utama lebih dari satu bila kondisi lahan tidak seragam (misalnya kondisi vegetasi dan tanahnya beragam). Satu sub plot utama mewakili satu kondisi.
  • Buatlah sub plot utama lebih dari satu bila kondisi tanahnya berlereng, buatlah satu sub plot utama di setiap bagian lereng (atas, tengah dan lereng bawah).
  1. Buat plot kedua dengan ukuran yang lebih besar (20 m x 100 m) bila dalam lahan yang diamati terdapat pohon besar (diameter batang lebih dari 30 cm atau lingkar batang lebih dari 95 cm) lihat Gambar 1.
  2. Khusus untuk sistem agroforestri atau perkebunan dengan jarak tanam yang jarang, (misalnya perkebunan kelapa sawit) maka buatlah plot ukuran 20 m x 100 m = 2000 m2.
  • Tentukan minimal 6 sub plot pada setiap sub plot utama untuk pengambilan contoh tumbuhan bawah, seresah dan tanah; setiap titik berukuran 0.5 m x 0.5 m = 0.25 m2.

Gambar 1. Sketsa pembuatan plot permanen untuk pengukuran seluruh komponen cadangan karbon per lahan

Pemindahan dan modifikasi plot

Jika kondisi lapangan tidak memungkinkan untuk membuat plot baku maka modifikasi atau penggeseran lokasi dapat dilakukan. Kondisi lapangan yang mungkin dijumpai misalnya jika plot harus memotong parit yang cukup lebar (≥ 3 meter) atau harus melewati jurang. Metode pemindahan atau modifikasi plot dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kaidah perubahan atau pemindahan plot; pemindahan dilakukan dengan membagi ke dalam dua jalur yang berhimpitan (Gambar a; a2); mengubah posisi plot dengan memajukan atau memundurkan posisi plot, tetapi tetap berada di jalur yang
sama (gambar b, b2, b3, (dikutip dari IHMB, 2009))

Penaksiran biomasa tanaman


1. Biomasa pohon

Biomasa pohon ada 2: bagian di atas tanah dan bagian dalam tanah (akar). Pengukuran biomasa pohon dapat dilakukan dengan menaksir volume pohon (tanpa melakukan perusakan atau ‘non destructive’). Volume pohon dapat ditaksir dari ukuran diameter batangnya, yang diukur setinggi dada (diameter at breast height - DBH atau 1.3 m dari permukaan tanah).

Jika diperlukan maka tinggi pohon juga dapat diukur untuk mempertinggi akurasi estimasi volume pohonnya. Pengukuran ini sebaiknya dilakukan oleh minimal 2 orang tenaga kerja. Sedang akar tanaman dapat ditaksir menggunakan nilai terpasang (default value).
Cara mengukur diameter pohon:

  • Bagilah sub plot utama menjadi 2 bagian, dengan memasang tali di bagian tengah sehingga ada 2 sub plot utama, masing-masing berukuran 40 m x 2.5 m

  • Catat nama lokal dan/atau nama latin (jika dapat diketahui) dari pohon yang akan diukur.

  • Ukurlah DBH. Untuk mempermudah pergunakan tongkat kayu sepanjang 1.3 m, letakkan tegak lurus permukaan tanah di dekat pohon yang akan diukur, berilah tanda goresan pada batang pohon.

  • Lilitkan pita pengukur pada batang pohon, dengan posisi pita harus sejajar untuk semua arah (Gambar 3A dan Foto 4), sehingga data yang diperoleh adalah lingkar/lilit batang (keliling batang = 2 π r) BUKAN diameter batang. Bila diameter pohon hanya berukuran antara 5-20 cm, gunakan jangka sorong (’calliper’) untuk mengukur DBH (Gambar 3B), data yang diperoleh adalah diameter pohon. Ukurlah diameter atau lingkar batang semua pohon yang masuk dalam sub plot utama.

  • Lakukan pengukuran DBH hanya pada pohon berdiameter 5 cm hingga 30 cm. Pohon dengan DBH kurang dari 5 cm TIDAK DIUKUR karena tergolong dalam tumbuhan bawah. Bila permukaan tanah di lapangan dan bentuk pohon tidak rata, maka penentuan titik pengukuran DBH pohon dapat dilihat dalam Box 3.

  • Catatlah lingkar lilit batang atau diameter batang dari setiap pohon yang diamati pada blangko pengamatan yang telah disiapkan (Tabel 1).

  • Khusus untuk pohon-pohon yang batangnya rendah dan bercabang banyak, misalnya pohon kopi yang dipangkas secara reguler, maka ukurlah diameter semua cabang. Bila pada sub plot utama terdapat tanaman jenis tidak bercabang seperti bambu dan pisang, maka ukurlah diameter dan tinggi masing-masing individu dalam setiap rumpun tanaman. Demikian pula bila terdapat pohon tidak bercabang seperti kelapa atau tanaman jenis palem lainnya.

  • Kadang-kadang di lapangan dijumpai beberapa penyimpangan kondisi percabangan pohon atau permukaan batang pohon yang bergelombang atau adanya banir pohon, maka cara penentuan DBH dapat dilakukan seperti pada Box 3 dan 4. Catat semua data yang diperoleh.

  • Bila terdapat tunggul bekas tebangan yang masih hidup dengan tinggi > 50 cm dan diameter > 5 cm, maka ukurlah diameter batang dan tingginya (lihat Box 5).

Penetapan berat jenis kayu

Bila pohon yang diukur belum ada dalam daftar BJ kayu, maka tetapkan berat jenis (BJ) kayu dari masing- masing jenis pohon dengan jalan memotong kayu dari salah satu cabang, lalu ukur panjang, diameter dan timbang berat basahnya. Masukkan dalam oven, pada suhu 1000C (derajat) selama 48 jam dan timbang berat keringnya. Hitung volume dan BJ kayu dengan rumus sebagai berikut:

 Volume (cm3) = π R<sup>2</sup> T

dimana:
π = 3.14
R = jari-jari potongan kayu = ½ x Diameter (cm)
T = panjang kayu (cm)

Berat jenis (BJ) kayu dihitung dengan rumus:

 BJ (g/cm3) = Berat kering (g) / Volume (cm3)

Pengolahan data

Biomasa pohon di lahan hutan alami

  • Hitunglah biomasa pohon menggunakan persamaan allometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya (Tabel 2 dan Tabel 3), dimana pengukurannya diawali dengan penebangan dan penimbangan beberapa pohon.

  • Pilihlah persamaan allometrik yang sesuai dengan lokasi pengukuran. Persamaan dibedakan menurut zona iklim, karena jenis pohon yang tumbuh berbeda dan kecepatan tumbuhnyapun berbeda pula. Zona iklim dibedakan menurut rata-rata curah hujan tahunan, yaitu zona kering dengan rata-rata curah hujan <1500 mm/tahun, lembab dengan rata-rata curah hujan 1500-4000 mm/tahun, dan basah dengan rata-rata curah hujan >4000 mm/tahun (Tabel 2).

  • Pergunakan persamaan allometrik yang tepat. Untuk menaksir biomasa pohon di hutan daerah tropis, direkomendasikan untuk menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh Chave et al. (2005). Dasar pemilihan persamaan tersebut dapat dilihat di Box 7. Pengembangan persamaan tersebut menggunakan data-data hasil pengukuran berbagai jenis pohon di hutan alami dari beberapa negara yang kondisi iklimnya berbeda antara lain Indonesia, Kamboja, India, Malaysia, Brazil, Venezuela, Mexico, Costa Rica, Puerto Rico, Australia, New Guinea dsb. Di setiap zona terdapat 2 persamaan (Tabel 2), bila data tinggi pohon tersedia maka disarankan untuk menggunakan persamaan no 1. Tetapi bila tidak ada, maka pergunakanlah persamaan no 2 yang hanya menggunakan data diameter batang. Sedangkan data BJ kayu mutlak diperlukan untuk kedua persamaan.

  • Bila fasilitas komputer tidak ada, maka penghitungannya lihat daftar cadangan karbon Lampiran 1.

Jumlahkan biomasa semua pohon yang ada pada suatu lahan, baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total biomasa pohon per lahan (kg/luasan lahan).

Biomasa pohon di lahan agroforestri

Bentuk percabangan dan produksi biomasa pohon dalam sistem agroforestri dipengaruhi oleh pengelolaannya seperti pemangkasan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan penyiangan. Dengan demikian, persamaan allometrik yang digunakan untuk menaksir biomasa pohon berbeda dengan yang digunakan untuk pohon yang tumbuh di hutan (Tabel 3).

  1. Masukkan data diameter pohon, BJ kayu dan tinggi pohon (bila ada) sesuai dengan rumus-rumus yang sesuai, sehingga diperoleh biomasa per pohon (kg/pohon).
  2. Jumlahkan data biomasa semua pohon yang diperoleh pada satu lahan, baik yang ukuran besar maupun yang kecil, sehingga diperoleh total biomasa pohon per lahan (kg/luasan lahan).

Contoh penghitungan

Coba hitung berapa biomasa pohon dari data berikut ini dengan menggunakan rumus allometrik untuk daerah lembab dari Chave et al. (2005) (Tabel 2). Dalam satu plot contoh seluas 40m x 5m (200 m2) di daerah beriklim lembab, misalnya terdapat 6 pohon dengan ukuran DBH masing-masing adalah 5, 10, 15, 20, 25 dan 30 cm. BJ-kayu 0.7 g/cm3.
Lakukanlah penghitungan sebagai berikut:

  • Pohon 1: AGB1 = 0.7 x exp(-0.667+1.784 ln(5)+0.207 (ln(5)) -0.0281 (ln(5))3) = 7.5 kg
  • Pohon 2: AGB2 = 0.7 x exp(-0.667+1.784 ln(10)+0.207 (ln(10)) -0.0281 (ln(10))3) = 46.7 kg
  • Pohon 3: AGB3 = 0.7 x exp(-0.667+1.784 ln(15)+0.207 (ln(15)) -0.0281 (ln(15))3) = 137 kg
  • Pohon 4: AGB4 = 0.7 x exp(-0.667+1.784 ln(20)+0.207 (ln(20)) -0.0281 (ln(20))3) = 293 kg
  • Pohon 5: AGB2 = 0.7 x exp(-0.667+1.784 ln(25)+0.207 (ln(25)) -0.0281 (ln(25))3) = 526 kg
  • Pohon 6: AGB2 = 0.7 x exp(-0.667+1.784 ln(30)+0.207 (ln(30)) -0.0281 (ln(30))3) = 845 kg

Total biomasa 6 pohon dalam 200 m2 = AGB1+AGB2+AGB3+AGB4+AGB5 = 1856 kg Maka biomasa pohon besar per m2 = 1856 kg/200 m2 = 9.3 kg/m2 atau 93 ton/ha

Penaksiran biomasa


Penaksiran biomasa akar pohon dapat dilakukan dengan menggunakan nilai terpasang (default value), yaitu berdasarkan nilai nisbah tajuk dan akar.
Menaksir rasio umum perbandingan antara biomasa tajuk dan bagian akar untuk hutan tropika basah di lahan kering adalah 4:1 (Cairns et al. 1997, Mokany et al. 2006). Sedang untuk lahan basah 10:1 dan untuk pohon di tanah-tanah miskin 1:1 (Houghton et al. 2001, Achard et al. 2002, Ramankutty et al. 2007; van Noordwijk et al. 1996).

2. Pengukuran biomasa tumbuhan bawah (‘understorey’)

Pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah harus dilakukan dengan metode destruktif (mengambil bagian tanaman sebagai contoh). Tumbuhan bawah yang diambil sebagai contoh adalah semua tumbuhan hidup berupa pohon yang berdiameter < 5 cm, herba dan rumput-rumputan. Alat-alat yang dibutuhkan dapat dilihat dalam Box 8.

Cara mengambil contoh tumbuhan bawah (‘understorey’)

Tempatkan kuadran bambu, kayu atau aluminium di dalam sub plot utama (5 m x 40 m) secara acak seperti yang ditunjukkan pada Gambar dibawah ini.

Gambar Penempatan kuadran (sub plot) dalam petak contoh (sub plot utama)

  • Potong semua tumbuhan bawah (pohon berdiameter < 5 cm, herba dan rumbut-rumputan) yang terdapat di dalam kuadran, pisahkan antara daun dan batang
  • Masukkan ke dalam kantong kertas, beri label sesuai dengan kode sub plotnya
  • Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi tumbuhan bawah yang diambil dari satu plot.
  • Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke ‘camp’/ laboratorium.
  • Timbang berat basah daun atau batang, catat beratnya dalam lembar pengamatan (Tabel 3)
  • Ambil sub-contoh tanaman dari masing-masing biomasa daun dan batang sekitar 100-300g. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.
  • Keringkan sub-contoh biomasa tanaman yang telah diambil dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam.
  • Timbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan Tabel 3.

Pengumpulan data

Data yang diperoleh pada pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, dimasukkan ke dalam lembar pengamatan Tabel 4.

Pengolahan data

Hitung total berat kering tumbuhan bawah per kuadran dengan rumus sebagai berikut:

Total BK (g) = (BK subcontoh (g) / BB subcontoh (g) ) X Total BB (g)

Dimana,
BK = berat kering
BB = berat basah

Contoh perhitungan

Apabila dalam 1 kuadran berukuran 0.5 m x 0.5 m diperoleh berat basah tumbuhan bawah 500 g daun dan 500 g batang. Berat basah sub-contoh masing- masing bagian sebanyak 300 g.
Berat kering (BK) sub-contoh daun = 150 g, BK sub-contoh batang = 200 g, maka total BK (batang dan daun) adalah: (150 g/300 g x 500 g) + (200 g/300 g x 500 g) = 583 g/0.25 m2.

Jadi total berat kering tumbuhan bawah per m2 adalah 583 g x 4 = 2332 g/m2 = 2.3 kg/m2 = 23 ton/ha

Catatan
Apabila pengambilan contoh tumbuhan bawah dilakukan pada 6 kuadran, maka total berat kering tumbuhan bawah pada plot yang diamati adalah nilai rata-rata dari keenam kuandran tersebut, BUKAN penjumlahan dari keenamnya.

Pengukuran ‘nekromasa’ di permukaan tanah


Lakukan pengambilan contoh ‘nekromasa’ (bagian tanaman mati) pada permukaan tanah yang masuk dalam sub plot utama (5 m x 40 m) dan/atau plot (20 m x 100 m). Pengambilan contoh nekromasa yang berdiameter antara 5 cm hingga 30 cm dilakukan pada sub plot, sedangkan batang berdiameter > 30 cm dilakukan pada plot. Nekromasa dibedakan menjadi 2 kelompok:

  • Nekromasa berkayu: pohon mati yang masih berdiri maupun yang roboh, tunggul-tunggul tanaman, cabang dan ranting utuh yang berdiameter > 5 cm dan panjang > 0.5 m.
  • Nekromasa tidak berkayu: seresah daun yang masih utuh (seresah kasar), dan bahan organik lainnya yang telah terdekomposisi sebagian yang berukuran > 2 mm (seresah halus).

1. Nekromasa berkayu

Cara pengukuran:

  • Ukur diameter atau lingkar batang dan panjang atau tinggi semua pohon mati yang berdiri maupun yang roboh, tunggul tanaman mati, cabang dan ranting. Pada pohon yang mati berdiri, diameter diukur pada 1.3 m di atas permukaan tanah. Pada pohon yang mati rebah cabang, ranting dan tunggul, pengukuran diameter dilakukan pada kedua ujungnya.

  • Catat dalam lembar pengukuran Tabel 5A untuk nekromasa yang berdiameter > 30 cm dan Tabel 5B untuk nekromasa yang berdiameter antara 5 – 30 cm.


  • Apabila dalam sub plot utama maupun plot terdapat batang roboh melintang (Gambar 12), maka ukurlah diameter batang pada dua posisi (pangkal dan ujung) dan panjang batang hanya diukur pada contoh yang masuk dalam sub plot utama atau plot saja.

  • Ambil contoh kayu dari nekromasa yang diamati dengan ukuran 10 cm x 10 cm x 10 cm, timbang berat basahnya, masukkan dalam oven suhu 80oC selama 48 jam untuk menghitung BJ nya.

  • Duga persentase bagian nekromasa yang belum terlapuk, sebagai contoh 100% untuk nekromasa yang masih utuh dan 50% untuk nekromasa yang setengan bagian terlapuk.

Pengumpulan data

  • Data nekromasa yang diperoleh pada pengambilan contoh dimasukkan dalam ”lembar pengukuran nekromasa berkayu” (Tabel 5A dan Tabel 5B).

  • Masukkanlah data diameter dan tinggi batang pohon mati, dalam program computer EXCELL dan lakukanlah penghitungan berat kering nekromasa pohon menggunakan persamaan allometrik yang telah dikembangkan oleh peneliti-peneliti sebelumnya.

Pengolahan data

Hitung D (diameter nekromasa) dengan cara:

Hitunglah berat nekromasa berkayu yang bercabang dengan menggunakan rumus allometrik seperti pohon hidup (lihat Tabel 2), sedangkan untuk pohon yang tidak bercabang dihitung berdasarkan volume silinder sebagai berikut:

Dimana,
H = panjang/tinggi nekromasa (m), D = diameter nekromasa (cm),  = BJ kayu (g/cm3). Biasanya BJ kayu mati sekitar 0.4 g/cm3, namun dapat juga bervariasi tergantung pada kondisi pelapukannya. Semakin lanjut tingkat pelapukan kayu, maka BJ-nya semakin rendah.

Lakukanlah pengolahan data nekromasa berkayu sama caranya dengan pengolahan biomasa pohon, yaitu bedakan antara jenis nekromasa yang berdiameter > 30 cm dan nekromasa yang berdiameter antara 5-30 cm, karena luas plot pengumpulan datanya berbeda.

2. Nekromasa tidak berkayu

Nekromasa tidak berkayu terdiri dari seresah kasar dan halus.

Cara mengambil contoh seresah kasar

  • Gunakan kuadran kayu/bambu/aluminium. Ambillah contoh seresah kasar langsung setelah pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah, lakukan pada sub plot dan luas kuadran yang sama dengan yang dipakai untuk pengambilan contoh biomasa tumbuhan bawah.

  • Ambil semua sisa-sisa bagian tanaman mati, daun-daun dan ranting-ranting gugur yang terdapat dalam tiap-tiap kuadran, masukkan ke dalam kantong kertas dan beri label sesuai dengan kode sub plotnya.

  • Untuk memudahkan penanganan, ikat semua kantong kertas berisi seresah yang diambil dari satu plot. Masukkan dalam karung besar untuk mempermudah pengangkutan ke ‘camp’/laboratorium.

  • Keringkan semua seresah di bawah sinar matahari, bila sudah kering, goyang-goyangkan agar tanah yang menempel dalam seresah rontok dan terpisah dengan seresah. Timbang contoh seresah kering matahari (g per 0.25 cm2).

  • Ambil sub-contoh seresah sebanyak 100-300 g untuk dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub- contoh

  • Timbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan yang telah disediakan (Tabel 6). Estimasi BK seresah kasar per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

Catatan:
Seperti halnya pada contoh tumbuhan bawah, total berat kering seresah dalam plot pengamatan merupakan nilai rata-rata dari total berat kering semua kuadran contoh.

Cara mengambil contoh seresah halus dan akar halus

  • Ambil semua seresah halus yang terletak di permukaan tanah yang terdapat di dalam kuadran, biasanya setebal 5 cm, tetapi ketebalan ini bervariasi tergantung pada pengelolaan lahannya. Hentikan pengambilan seresah halus bila telah sampai pada tanah mineral. Batas antara tanah mineral dan lapisan seresah ditandai oleh perbedaan warna. Tanah mineral berwarna lebih terang.

  • Masukkan semua seresah halus yang terdapat pada kuadran ke dalam ayakan dengan lubang pori 2 mm, ayaklah. Ambil seresah halus dan akar yang tertinggal di atas ayakan, timbang berat basahnya (BB per kuadran). Ambil 100 g sub-contoh seresah halus, keringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 48 jam. Bila biomasa contoh yang didapatkan hanya sedikit (< 100 g), maka timbang semuanya dan jadikan sebagai sub-contoh.

  • Timbang berat keringnya dan catat dalam lembar pengamatan yang disediakan. Estimasi BK seresah halus per kuadran melalui perhitungan sebagai berikut:

Dimana, BK = berat kering dan BB = berat basah

  • Masukkan seresah halus ke dalam kantong plastik dan beri label untuk keperluan analisa kandungan karbon (C-organik).

  • Seresah halus yang lolos ayakan dikelompokkan sebagai contoh tanah, ambil 50 gram untuk analisa kandungan karbon (C-organik) atau unsur hara lainnya sesuai keperluan.

Pengukuran bahan organik tanah


Karakterisasi tanah dari setiap lahan yang dipilih sebagai plot contoh dilakukan dengan jalan mengambil contoh tanah. Beberapa pengukuran yang dibutuhkan adalah berat isi (BI) tanah, tekstur persentase kandungan liat, pasir dan debu dan pH tanah. Ada 2 macam contoh tanah yang harus diambil yaitu:

  1. Contoh tanah terganggu yang digunakan untuk analisa kimia tanah minimal yaitu pH tanah (ekstraksi H2O dan KCl) , C organik, N total, kandungan pasir, liat, debu (metode pipet).
  2. Contoh tanah utuh (tidak terganggu), untuk pengukuran berat isi (BI) tanah atau disebut pula Bobot Isi atau Berat Volume

Alat-alat yang dibutuhkan dalam pengambilan contoh tanah dapat dilihat pada Box 9.

1. Pengambilan contoh tanah terganggu

Cara:

  1. Ambil contoh tanah menggunakan cangkul pada sub plot yang sama dengan pengambilan tumbuhan bawah dan seresah. Dalam 1 plot diambil contoh dari 3 titik yang sama dengan pengambilan seresah pada sub-plot utama ukuran 200 m2 (lihat Gambar 2). Contoh tanah diambil dari 3 kedalaman: 0-10 cm, 10-20 cm dan 20-30 cm.

  2. Masukkan contoh tanah per kedalaman dari 3 titik contoh pengambilan ke dalam ember plastik dan campur rata. Ambil contoh tanah campuran tersebut sekitar 1 kg, masukkan ke dalam kantong plastik. Beri label dan ikat dengan karet gelang, siap untuk diangkut ke ‘camp’/ laboratorium.

  3. Sesampai di camp, buka plastiknya dan kering-anginkan tanahnya. Setelah kering, tumbuk dan ayak dengan ayakan berukuran lubang pori 2 mm. Ambillah tanah yang lolos ayakan, masukkan kembali ke dalam 2 kantong plastik, beri label. Satu kantong tanah untuk analisis di laboratorium dan 1 kantong lagi untuk arsip. Buang tanah yang tertinggal dalam ayakan

  4. Contoh tanah dalam kantong plastik siap dikirim ke laboratorium untuk dianalisa.

2. Pengambilan contoh tanah “utuh”

Cara

  • Tentukan titik pengambilan contoh sesuai dengan titik pengambilan contoh seresah
  • Contoh tanah diambil pada sub plot yang berdekatan dengan pengambilan contoh tanah terganggu. Hindari tempat-tempat yang telah mengalami pemadatan (misalnya jalan setapak, atau tempat-tempat yang terinjak-injak selama pengambilan contoh tanaman atau seresah)
  • Siapkan 2 buah box besi dan peralatan lainnya
  • Singkirkan seresah-seresah kasar yang ada di atas permukaan tanah, tancapkan box besi ke permukaan tanah, tekan perlahan-lahan. Letakkan box besi yang lain di atas box besi pertama dan pukul pelan-pelan menggunakan tongkat kayu hingga box pertama masuk ke dalam tanah sesuai kedalaman yang diinginkan
  • Jika mengalami kesulitan saat membenamkan box besi (misalnya ada akar pohon berukuran besar atau batu), ulangi sekali lagi dengan jalan memindahkan pada tanah di sampingnya hingga berhasil
  • Gali tanah menggunakan lempak sekitar 5 cm jaraknya dari box besi, lanjutkan dengan memukul box besi pelan-pelan menggunakan palu karet hingga box besi masuk secara sempurna ke dalam tanah. Tutuplah bagian atas box tanah tersebut dengan plastik dan ikatlah dengan karet gelang.
  • Potong tanah di bawah box menggunakan lempak atau pisau tanah, setelah tanah terpotong angkatlah perlahan-lahan agar tanah tetap berada utuh di dalam box.
  • Balikkan box tanah dan rebahkan perlahan-lahan di atas permukaan tanah yang datar
  • Buang tanah yang ada di permukaan luar box besi menggunakan ‘scarp’ hingga bersih. Ratakan tanah pada bagian atas dan bawah box menggunakan scrap atau pisau tanah.
  • Keluarkan semua tanah yang ada dalam box besi, tampunglah dalam kantong plastik dan timbang berat basahnya. Berat basah tanah tersebut (W1) pada volume 4000 cm3. Catat beratnya dalam lembar pengamatan yang disediakan (Tabel 7).
  • Lanjutkan pengambilan contoh tanah pada kedalaman 10-20 cm dan 20-30 cm dengan cara yang sama (langkah a sampai dengan j).
  • Ambil sub-contoh tanah dan timbang sebanyak 50 g (W2). Keringkan sub- contoh tanah tersebut dalam oven pada suhu 105oC selama 48 jam, dan timbang berat keringnya (W3)
  • Catat semua data yang diperoleh dalam lembar pengamatan (Tabel 7).

Perhitungan
Volume tanah dalam box besi (V) = 20 cm x 20 cm x 10 cm = 4000 cm3 Berat kering tanah dalam box besi (W) = ( W1/W2) x W3, g/4000 cm3 Berat Isi Tanah (BI) = W/V, g cm-3

Sumber : worldagroforestry.org

Contoh perhitungan kandungan karbon pada tanah seluas 1 ha

Hitunglah cadangan karbon pada lapisan tanah 0-30 cm (ton/ha). Bila diketahui BI masing-masing lapisan tanah 0-10 cm, 10-20 cm dan 20 - 30 cm adalah 0.9 g/cm3, 1.1 g/cm3 dan 1.2 g/cm3
dengan kadar karbon adalah 3%, 2% dan 2 %.

Jawaban:

Langkah 1. Hitung berat tanah per ha

  • Lapisan 0-10 cm = 100 m x 100 m x 0.10 m x 0.9 ton/m3 = 900 ton
  • Lapisan 10-20 cm = 100 m x 100 m x 0.10 m x 1.1 ton/m3 = 1100 ton
  • Lapisan 20-30 cm = 100 m x 100 m x 0.10 m x 1.2 ton/m3 = 1200 ton

Langkah 2. Hitung kandungan C –organik per ton tanah adalah

Lapisan 0-10 cm, C –organik = 3% artinya setiap 100 g tanah terdapat 3 g C. Jadi 3% C = 30 g C/kg tanah = 0.03 ton C/ton tanah

  • Lapisan 10-20 cm, C –organik = 2% = 20 g C/kg tanah = 0.02 ton C/ton tanah
  • Lapisan 20-30 cm, C –organik = 2% = 20 g C/kg tanah = 0.02 ton C/ton tanah

Langkah 3. Hitung kandungan karbon © untuk 1 ha tanah
Kandungan C per lapisan 0-10 cm per ha = berat tanah pada lapisan 0-10 cm x berat C. Jadi kandungan C per lapisan adalah sebagai berikut:

  • Lapisan 0-10 cm = 900 ton x 0.03 C/ton1 = 27 ton C
  • Lapisan 10-20 cm = 1100 ton x 0.02 C/ton1 = 22 ton C
  • Lapisan 20-30 cm = 1200 ton x 0.02 C/ton1 = 24 ton C

Jadi kandungan C pada lapisan tanah 0-30 cm seluas 1 ha = (27 + 22 +24) ton = 73 ton.