Bagaimana cara penguatan kelembagaan petani?

Ka mau tanya dong, menurut kaka strategi apa ya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peran kelembagaan petani?
Terima kasih ka

Petani cenderung bekerja secara mandiri dengan keterbatasan sumber daya manusia dan sumber daya modal lainnya untu memenuhi kebutuhan keluarga. Hal tersebut yang mengakibatkan posisi tawar petani ( bargaining position ) sangat lemah sehingga rentan mengalami krisis pangan. Ditambah lagi, kegiatan yang dilakukan oleh petani menunjukkan produktif yang rendah, sedangkan generasi muda petani lebih menyukai bekerja di sektor non-pertanian. Dengan demikian, diharapkan kehadiran kelembagaan petani mampu membantu petani dalam memenuhi kebutuhan pangan dan meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan pangan didaerahnya.

Revitalisasi kelembagaan membutuhkan strategi yang fleksibel dan dapat memahami komponen-komponen kelembagaan formal dan non-formal. Penguatan kelembagaan lokal berorientasi pada pencapaian pengaruh positif begitu pula dengan pembangunan pedesaan atau daerah setempat. Elemen-elemen dari revitalisasi kelembagaan meliputi partisipasi masyarakat, kejelasan yang akan dicapai, dan sistem pendukung (Suradisastra, 2006).

Contoh kasus penguatan kelembagaan petani tebu

Kelembagaan petani tebu dibentuk atas dasar upaya dalam mencukupi skala usaha, efisiensi usaha, pembinaan, dan fasilitas untuk menambah kesejahteraan petani. Selain itu, pembentukan kelembagaan bertujuan untuk meningkatkan posisi tawar petani terhadap pemerintah, industri gula dan stakeholders gula lainnya sehingga supaya peran kelembagaan petani tebu tersebut mampu bekerja secara optimal maka perlu didasari pada pemanfaatan potensi sumberdaya institusi lokal, sumberdaya manusia lokal, sumberdaya fisik lokal, dan sumberdaya alam yang dimiliki wilayah (Subiyono, 2014: 94).

Strategi penguatan kelembagaan dapat dilakukan melalui perbaikan pada aspek-aspek kelembagaan. Penguatan kelembagaan juga memerlukan dukungan dari institusi lain supaya kelembagaan dapat berperan dalam memotivasi petani untuk mencapai kemandirian dan keberdayaan sehingga diperlukan strategi penguatan kelembagaan petani tebu yang dirumuskan berdasarkan hasil analisis terhadap faktor pendorong dan penghambat, seperti:

  • Penataan kapasitas kelembagaan meliputi perbaikan manajemen kelembagaan, yaitu struktur kelembagaan, pola kepemimpinan yang bersifat top down menjadi bottom up , dan penerapan teknologi komunikasi dan informasi dalam menciptakan transparansi pengelolaan kelembagaan.
  • Peningkatan kapasitas sumberdaya kelembagaan. Dalam kelembagaan petani tebu, sumberdaya manusia merupakan aktor dalam lembaga atau organisasi masih mempunyai kapasitas yang terbatas dan berdasarkan pada elite petani bukan kapabilitas individu. Oleh karena itu, peningkatan kapabilitas sumberdaya manusia dapat dilakukan melalui pelatihan, contohnya pelatihan tentang manajemen dan teknologi informasi yang didukung oleh lembaga Pendidikan tinggi dan pemerintah dengan pendampingan dan pembinaan.
  • Peningkatan kapasitas pelayanan melalui inovasi pelayanan. Pelayanan kelembagaan petani tebu selama ini hanya berfokus pada produksi seperti penyediaan pupuk, jasa angkutan, dan permodalan sehingga dipelrukan peningkatan kapasitas pelayanan lembaga dengan memberikan inovasi baru terkait pelayanan, contohnya kemudahan dalam mendapatkan kredit bagi petani atau memperoleh sarana produksi tanpa perlu melalui birokrasi yang sulit.
  • Perluasan jaringan kerjasama atau kemitraan melalui pembangunan kerjasama dengan lembaga atau institusi lain (lembaga finansial maupun non finansial). Kerjasama dengan lembaga finansial dilakukan mengenai penyediaan modal kerja petani supaya mampu mengakses modal dari lembaga finansial, seperti perbankan, sedangkan kerjasama dengan lembaga non finansial melalui lembaga penelitian dan pengembangan universitas atau pemerintah mengenai penyediaan bibit tebu atau teknis pengolahan lahan.

Daftar Pustaka
Suradisastra, K. 2006. Revitalisasi Kelembagaan untuk Percepatan pembangunan Sektor Pertanian dalam Otonomi Daerah. Analisis Kebijakan Pertanian. Vol. 4. Nomor 4: Hal. 308-313.
Subiyono. 2014. Sumbangan Pemikiran Menggapai Kejayaan Industri Gula Nasional. Surabaya: PTPN X.

2 Likes

Berkaitan dengan pentingnya peranan kelembagaan bebasis pertanian, beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menguatkan kelembagaan pertanian menurut Aini dan Nadida (2014) antara lain:

  1. Memberikan bimbingan dan dorongan kepada petani agar mampu berkerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok
  2. Meningkatkan fasilitas bantuan dan akses permodalan untuk efektifitas usahatani
  3. Meningkatkan kapasitas SDM petani melalui berbagai kegiatan penyuluhan dan latihan yang dirancang khusus bagi pengurus dan anggota

Kelembagaan pertanian dalam melaksanakan perannya memerlukan pengorganisasian dengan keterampilan-keterampilan khusus untuk memberikan dorongan dan bantuan secara sistematis. Anantanyu (2011) menyatakan bahwa secara ideal pengembangan kelembagaan pertanian dilakukan melalui pendekatan self-help (membantu diri sendiri). Pendekatan yang berorientasi membantu masyarakat dalam belajar bagaimana mengatasi masalah mereka sendiri. Oleh karena itu diperlukan komitmen masyarakat untuk membantu dirinya sendiri, agar kelembagaan dapat mencapai efektivitas kegiatan.

Selain itu, mengembangkan kapasitas lembaga pertanian merupakan tugas dari pemerintah melalui lembaga penyuluhan pembangunan pertanian. Adanya penyuluhan didasarkan bahwa masyarakat dapat dan seharusnya bersama-sama dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi. Menurut Anantanyu (2011) menyebutkan bahwa pengembangan kelembagaan petani sangat penting karena beberapa alasan, yaitu:

  1. Banyak masalah pertanian yang dapat diselesaikan oleh lembaga petani
  2. Memberikan kontinuitas pada usaha penyebaran teknologi atau pengetahuan teknis kepada petani
  3. Menyiapkan petani agar mampu bersaing dalam struktur ekonomi yang lebih terbuka
  4. Adanya kerja sama petani yang dapat mendorong penggunaan sumberdaya petani menjadi lebih efisien
Referensi

Aini, N. Yenni dan Z. Nadida. (2014). Analisis Kelembagaan Petani dalam Mendukung Keberfungsian Infrastruktur Irigasi Studi Kasus Daerah Irigasi Batang Anal Sumatera Barat. Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum . 6(3): 140-221.
Anantanyu, Sapja. (2011). Kelembagaan Petani: Peran dan Strategi Pengembangan Kapasitasnya. 7(2): 102–109.

Upaya penguatan kelembagaan kelompok tani merupakan suatu pekerjaan yang tidak ringan, bahkan membutuhkan waktu dan sumberdaya finansial yang cukup. Namun demikian penguatan kelembagaan tersebut harus dilakukan untuk menuju kemandirian kelompok tani. Sehubungan dengan hal tersebut, maka kebijakan strategis yang diperlukan dalam penguatan kelompok tani, antara lain;

  1. Menciptakan iklim yang kondusif di dalam lingkungan kelompok tani, seperti saling mempercayai, saling mendukung antar anggota kelompok tani, antar kelompok tani, antar kelompok tani dengan pembinanya (penyuluh, petugas lainnya) sehingga pembinaan terhadap kelompok mampu membentuk dan menumbuhkembangkan kelompok tani secara partisipatif (dari, oleh, dan untuk petani);
  2. Menumbuhkembangkan kreativitas dan prakarsa anggota kelompok tani untuk memanfaatkan tiap peluang usaha, informasi dan akses permodalan yang tersedia. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan kemampuan anggota kelompok untuk melakukan perubahan melalui cara berpikir rasional, terbuka terhadap ide baru, berorientasi pada iptek, menghargai prestasi, efisien, produktif, memiliki perhitungan untuk bertindak dan berani mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan sendiri serta tidak fatalistis.
  3. Membantu memperlancar proses dalam mengidentifikasi kebutuhan dan masalah serta menyusun rencana dan memecahkan masalah yang dihadapi dalam usahataninya. Untuk itu, kelompok tani perlu dibekali dengan keterampilan tentang langkah-langkah yang harus ditempuh dalam mengidentifikasi dan menyelesaikan permasalahan dengan memanfaatkan sumber-sumber informasi yang akurat;
  4. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis potensi pasar dan peluang usaha serta menganalisis potensi wilayah dan sumberdaya yang dimiliki untuk mengembangkan komoditi yang diusahakan guna memberikan keuntungan usaha yang lebih besar. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan akses kelompok tani terhadap informasi. Untuk itu, pengembangan sistem informasi melalui jejaring kerja yang lebih luas sangat dibutuhkan agar kelompok tani dapat lebih responsif terhadap berbagai perubahan kemajuan di bidang pertanian.
  5. Meningkatkan kemampuan untuk dapat mengelola usahatani secara komersial, berkelanjutan dan ramah lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan menumbuhkembangkan kerjasama antar anggota dalam kelompok tani. Kerjasama setiap anggota yang terlibat dapat diarahkan agar mampu berinteraksi untuk meningkatkan kemampuan dan kinerja usahtaninya secara berkelanjutan;
  6. Meningkatkan kemampuan dalam menganalisis potensi usaha masing masing anggota untuk dijadikan satu unit usaha yang menjamin permintaan pasar, baik dilihat dari kuantitas, kualitas maupun kontinuitas. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan bimbingan dan dukungan yang diarahkan agar anggota kelompok mau mempelajari dan mencoba sesuatu inovasi yang baru;
  7. Mengembangkan kemampuan untuk menciptakan teknologi lokal spesifik. Hal ini dapat dilakukan dengan mendorong adanya kompetesi sehat dari anggota kelompok untuk menciptakan teknologi lokal spesifik. Di sinilah pentingnya kelompok tani memberi kepercayaan kepada anggota dalam mempraktekkan teknologi pertanian sesuai dengan usahanya masing-masing;
  8. Mendorong dan mengadvokasi agar para petani mau dan mampu melaksanakan kegiatan simpan-pinjam guna memfasilitasi pengembangan modal usaha. Hal ini dapat dilakukan dengan cara mendorong, memberikan motivasi dan membangkitkan kesadaran untuk mengembangkan modal kelompok. Disamping itu, pemberian bantuan permodalan berupa kredit kepada anggota kelompok juga penting untuk membantu mereka dalam mengembangkan modal usaha dengan memanfaatkan ketrampilan yang dimilikinya dalam upaya meningkatkan pendapatannya.

Dalam mengimplementasikan strategi tersebut, maka diperlukan beberapa langkah operasional sebagai berikut:
Langkah I; mendorong dan membimbing petani agar mampu bekerjasama di bidang ekonomi secara berkelompok. Anggota kelompok haruslah terdiri dari petani yang mempunyai kepentingan sama dan saling percaya, sehingga akan tumbuh kerjasama yang kompak dan serasi. Bimbingan dan bantuan kemudahan yang diberikan oleh instansi pembina atau pihak lain haruslah yang mampu menumbuhkan kemandirian kelompok tani tersebut

Langkah II; menumbuhkembangkan kelompok tani melalui; (1) peningkatan fasilitasi dan akses permodalan bagi petani dalam kerangka pengembangan skala usaha, (3) peningkatan posisi tawar (bargaining position) melalui konsolidasi petani dalam satu wadah kelompok tani untuk menyatukan gerak ekonomi secara berkelompok dalam tiap rantai pasok, dari pra produksi sampai pemasaran. (4) peningkatan fasilitasi dan pembinaan kepada organisasi kelompok, serta (5) peningkatan efisiensi usahatani.

Langkah III; meningkatkan kapasitas SDM petani melalui berbagai kegiatan pendampingan, dan latihan yang dirancang secara khusus bagi pengurus dan anggota, seperti kursus kewirausahaan, manajemen partisipatif, pengembangan motivasi berprestasi dan magang/studi banding. Peningkatan kapasitas SDM petani ini perlu mendapat perhatian yang serius, terutama upaya pengembangannya yang harus dilakukan secara terpadu dan menyeluruh agar keberadaan organisasi petani dapat meningkatkan kesejahteraan petani, bukan dijadikan sebagai kuda tunggangan untuk kepentingan politik, sosial dan ekonomi pihak-pihak tertentu.

Dalam upaya penguatan kelompok tani ini, secara teknis dilakukan oleh Penyuluh Pertanan Lapangan (PPL). Meskipun demikian pendampingan pembinaan kelompok tani juga dapat dilakukan oleh LSM, dan organisasi lainnya yang dipandang mampu dan berpengalaman dalam melakukan pemberdayaan masyarakat. Dalam hal ini tugas pendamping adalah mengembangkan partisipasi, sikap, pengetahuan dan keterampilan kelompok tani dan anggotanya dalam mencapai tujuan yang telah disepakati bersama.

Referensi

Hermanto dan Dewa, K. S. S. 2011. Penguatan Kelompok Tani : Langkah Awal Peningkatan Kesejahteraan Petani. Analisis Kebijakan Pertanian. 9 (4) : 371-390