Bagaimana cara menjadi pria sempurna menurut filosofi jawa

image

Dalam kisah pewayangan, kesempurnaan seorang laki-laki identik dengan sosok ksatria Arjuna. Meskipun Arjuna dalam kisah Maha Bharata secara lengkap tidaklah sesempurna anggapan orang, tapi sosok ini cukup memberikan gambaran dan bahkan pelajaran bagaimana menjadi seorang pria yang sempurna. Sekilas, Arjuna adalah seorang ksatria yang good-looking, punya pesona dan dibuktikan dengan banyaknya isteri yang dimilikinya. Namun bukan banyaknya wanita ini yang menjadikannya istimewa. Dalam falsafah Jawa,banyaknya istrinya Arjuna adalah perlambang jumlah ajian atau ilmu kesaktian Arjuna. Nah, berdasar morfologi itu, para pujangga membuat sebuah sandi mengenai pria sempurna bak Arjuna.
Lelaki sempurna lahir batin (fisik dan mental) dianggap memiliki lima hal yang melengkapi hidupnya. Lima hal itu ialah: Griya (rumah), Wanita (isteri), Turangga (kuda), Kukila (burung), dan curiga (keris). Makna dari kelima hal itu secara mendalam adalah:

1. Griya (rumah)
Rumah diartikan sebagai tempat pulang selepas berkelana seharian. Ada tempat untuk “di-pulang-i” atau bahasa Jawanya ngulihi. Jadi seorang pria itu pergi-pergi kemanapun pasti ada yang membuatnya kembali, seperti pepatah “sejauh-jauh burung terbang akan kembali ke sarang”. Jikaseorang pria homeless maka dia tak punya martabat, sama seperti layaknya binatang padahal binatang pun punya wilayah kekuasaan. Rumah juga merupakan tempat perlindungan, sesuatu yang melindungi auratnya, aibnya, membatasi wilayah privasinya dengan wilayah umum dan wilayah privasi orang lain. Rumah adalah sesuatu yang ia lindungi dan pertahankan sehingga ia bisa melindungi pula orang lain dan melaksanakan dharma/ tugasnya terhadap wanita pasangan hidupnya (ngayomi, ngayemi, ngayani, ngancani, nganaki) dan membesarkan anak-anaknya.

2. Wanita
Wanita bukan hanya sekedar wanita, tetapi isteri, pasangan hidup yang benar-benar wanita sebagai pasangan/ penyeimbang hidupnya. Wanita dan pria ibarat bongkot anah panah (nock) dan mata panah (point). Tanpa bongkot maka anak panah tak bisa didorong oleh tali busur. Maka wanita berfungsi memberikan dorongan sekaligus alasan untuk menjalani hidup. Wanita memberikan visi dan misi, motivasi, dan memelihara daya juang suaminya. Selain itu wanita adalah sifat feminin yang mengimbangi sifat maskulin lelakinya. Seorang pria dikatakan “jantan” apabila disanding oleh seorang wanita. Lagipula, Tuhan menciptakan lelaki berpasangan dengan wanita, baik secara biologis maupun psikologis. Seperti diatas tadi, dharma seorang lelaki terhadap wanitanya adalah ngayomi (melindungi), ngayemi (memberi rasa tenteram/ ayem), ngayani (mencukupi kebutuhannya), ngancani (menemani dalam arti yang luas), dan terakhir nganaki (memberi keturunan, menanamkan benihnya supaya berketurunan). Jadi untuk melaksanakan dharma tersebut seorang pria haruslah bersanding/ berpasangan dengan seorang wanita tulen. Untuk kesempurnaan seorang wanita, akan kita bahas di lain tempat.

3. Turangga (kuda)
Kuda dalam dunia kuno adalah kendaraan. Arti dari sandi turangga bukan sekedar kuda secara harfiah, tetapi juga ‘kendaraan’ dalam arti luas. Kendaraan adalah sesuatu yang bisa membawa orang itu kemanapun. Di dunia modern, ini bisa berupa ilmu pengetahuan, keahlian, nama baik, dlsb. Artinya, seorang pria harus memiliki mobilitas atau kemampuan untuk bepergian, karena ia harus mengurus banyak hal di luar rumahnya. Arti lainnya adalah sebagai wawasan yang luas. Pria tidak boleh berwawasan sempit karena ia harus memimpin dirinya sendiri dan keluarganya, ia harus bisa memberikan arah kehidupan dan membawa keluarganya menuju kemajuan.

4. Kukila (burung)
Secara tradisional, banyak pria Jawa memelihara burung perkutut. Sebenarnya arti dari sandi burung ini ialah peliharaan, namun dibedakan dengan sapi atau kambing, burung adalah piaraan istimewa. Burung berarti piaraan kesayangan, yang tidak diambil hasilnya secara langsung seperti kambing dan sapi tapi dipelihara sungguh-sungguh. Jadi ini sebenarnya mengacu pada hobi, atau penyaluran energi mental yang berlebih. Meskipun punya pasangan/ isteri seorang wanita, lelaki tetap perlu menyalurkan hobi sebagai pelengkap kehidupannya. Ingat, sekali lagi, pelengkap. Hobi tidak mungkin jadi utama, tapi tanpa hobi hidupnya timpang, ada kegelisahan batin yang tak tersalurkan. Apalagi di hari tua, seorang pria perlu menyalurkan energinya pada kegiatan yang menyenangkan. Ini banyak tidak dipahami oleh kaum wanita, apakah mencintai seorang wanita tidak cukup untuk kehidupan seorang lelaki? Ataukah secantik apapun wanita tetap kalah dengan seekor burung? Tentu tidak. Hobi adalah pelengkap, bukan segalanya. Tapi dengan hobi, isteri tidak akan terabaikan dan pria tetap memelihara kesenangannya. Pria tetap butuh bersenang-senang meskipun telah mendapatkan cinta seorang wanita. Hobi bisa berwujud macam-macam mulai dari memlihara hewan kesayangan hingga kegiatan olahraga.

5. Curiga (keris)
Dalam khazanah Jawa, keris adalah tosan aji atau wesi aji. Tosan berarti atosan atau katosan alias kehebatan, sementara aji berarti harga, nilai, bobot, makna, atau juga kemuliaan. Orang yang dimuliakan dalam masyarakat disebut orang yang kajen atau diajeni. Jadi, keris adalah besi yang dimuliakan atau diajeni, berbeda dengan peralatan besi lainnya seperti pisau, kapak, cangkul, dll. Keris itu dimuliakan dan dalam kepercayaan kuno, keris adalah sumber kemuliaan karena mempengaruhi pemiliknya menjadi berwibawa, ditakuti, dlsb. Arti dari sandi curiga/ keris adalah bahwa seorang pria harus memiliki ajian atau sesuatu yang membuatnya dihormati di masyarakat, atau kadang ditakuti. Hal ini secara luas berarti ilmu pengetahuan, keahlian atau profesionalisme, derajat pangkat, kedudukan tertentu, jabatan, ataupun perilaku dan budi pekerti luhur yang membuatnya disegani sebagai orang baik, orang yang dapat dipercaya, atau orang bijak.

Sudah jelas bahwa konsep kesempurnaan dalam khasanah Jawa berarti kualitas individu yang diwujudkan dalam hal-hal konkrit dalam bermasyarakat. Jadi bukan hanya sekedar penampilan atau kepemilikan kebendaan belaka. Bila seorang pria telah memiliki kelima hal diatas maka hidupnya dianggap telah sempurna sebagai ksatria. Karena di dalamnya terkandung pula unsur-unsur keagamaan, kemasyarakatan, dan norma susila serta dasar falsafah adiluhung. Sekian

1 Like