Kemampuan berfikir logis dan kemampuan memecahkan masalah adalah dua hal yang sangat berkaitan erat. Mengapa demikian ? Karena untuk dapat memecahkan masalah, maka dibutuhkan kemampuan untuk berfikir secara logis.
Berfikir logis adalah suatu proses menalar tentang suatu objek dengan cara menghubungkan serangkaian pendapat untuk sampai pada sebuah kesimpulan menurut aturan-aturan logika. Berfikir logis sama dengan berfikir konsisten sesuai dengan rambu-rambu atau tata cara berfikir yang benar.
Berfikir logis sedikit berbeda dengan berfikir kritis. Berfikir kritis adalah proses menalar tentang suatu objek yang menghubungkan serangkaian pendapat ataupun konsep secara utuh dan lengkap, dengan cara melihat sisi positif maupun negatif, sisi untung dan rugi, sisi baik dan buruk, sisi peluang dan tantang. Dengan kata lain berfikir kritis sama dengan berfikir lengkap dan utuh.
Selain itu, terdapat juga berfikir reflektif, dimana berfikir reflektif adalah suatu proses menalar tentang suatu objek dengan cara menghubungkan aneka pendapat secara utuh, lengkap, dan mendalam. Dengan kata lain berfikir reflektif adalah proses menalar secara mendalam sedalam-dalamnya.
Komponen Berfikir Logis
Buah dari berfikir logis adalah diperolehnya pemikiran logis. Aturan-aturan logika yang dipakai untuk mendapatkan pemikiran logis adalah aturan main atau tata cara yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam berfikir lurus dan benar (correct). Untuk mewujudkan pemikiran logis, seseorang wajib memenuhi aturan main sebagai prasyarat dalam berfikir lurus dan benar, salah satunya adalah harus memenuhi komponen dasar berfikir.
Logika mempersyaratkan adanya 3 (tiga) hal sebagai komponen berfikir logis. Ketiga hal tersebut meliputi; (1) pengertian (concept), (2) keputusan (decision), dan (3) penalaran (reasoning). Ketiganya tersebut merupakan persyaratan (preconditions) yang harus ada dalam berfikir lurus yang merupakan satu kesatuan.
Ketiganya memiliki keterkaitan struktural satu dengan lainnya dalam membentuk dan proses sahnya suatu penyimpulan pemikiran.
1. Pengertian (Concept)
Pengertian adalah hasil penangkapan dari inti suatu obyek. Istilah mengerti berarti menangkap inti sesuatu, sedangkan memiliki pengertian berarti memiliki tangkapan terhadap inti sesuatu (obyek). Oleh karenanya, seseorang dikatakan telah mengerti, apabila ia telah menangkap inti obyek (sesuatu yang dimengerti). Inti sesuatu di sini disebut “hakekat”.
Istilah lain dalam penyebutan pengertian adalah ide.
Kata ‘ide’ berasal dari kata ‘idea’ yang artinya sebenarnya adalah gambar. Hal-hal yang tergambar secara abstrak mengenai sesuatu benda atau bukan benda adalah ‘idea’. Orang yang telah memiliki ide sama dengan telah memiliki gambaran tentang sesuatu, sehingga dapat menjelaskan secara panjang lebar bila diminta menjelaskannya.
Plato mengartikan ide atau idea dengan pengertian atau maksud. Penggunaan istilah ide pada abad pertengahan dipakai istilah universal, dan jamaknya adalah universalia yang artinya “umum”. Dikarenakan pengertian ini sifatnya berlaku umum. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa mengerti adalah menangkap inti atau hakekat sesuatu, sedangkan hakekat sesuatu ini dapat dibentuk oleh akal budi manusia dalam wujud ide yang memiliki kebenaran bersifat umum, maka istilah pengertian juga dapat disamakan dengan istilah ide atau idea dan universale.
Kata lain dari pengertian adalah konsep atau conceptus yang artinya menangkap.
Orang yang memiliki konsep berarti telah memiliki tangkapan tentang identitas objek. Tangkapan atas identitas objek yang merupakan hasil abstraksi dari suatu obyek tersebut. Sehingga pengertian atau ide atau konsep adalah gambar dari hasil penangkapan terhadap suatu obyek.
Contoh ide atau konsep adalah: gedung sekolah, buku, balpoin, pencil, penggaris, penghapus, tas, lapangan sepak bola, raket, guru, wali kelas, dan lain-lain adalah contoh ide atau konsep tentang hal-hal yang kasat mata di lingkungan sekolah. Sedangkan kurikulum, cerdas, prestasi akademik, kefahaman, keteladanan, kerajinan, ketekunan, sekolah unggul, evaluasi, dan lain-lain adalah contoh ide atau konsep tentang hal-hal yang abstrak. Ide atau konsep tersebut dapat dibuat rumusan pengertiannya.
Rumusan dari pengertian atau ide atau konsep disebut “definisi”.
Ide bukanlah realita yang kongkrit, melainkan abstrak. Cara manusia menangkap ide adalah dengan apa yang disebut “abstraksi”. Yaitu, mencari aspek- aspek yang sama dan mengabaikan aspek yang berbeda.
Misalnya: untuk menangkap ide tentang manusia maka kita perlu menyingkirkan aspek-aspek yang berbeda dari banyak manusia yang ada yaitu bentuk tubuhnya, rambutnya, bentuk wajahnya, warna kulitnya, bentuk dan warna matanya, perawakannya, bahasanya, gaya hidupnya, dan sebagainya; yang akhirnya diketemukan kesamaannya antara lain mahluk ciptaan Tuhan, memiliki roh, pada akhirnya akan mati, bisa bermain-main, suka bekerja, suka berkumpul, wajib dididik yang disebut dengan istilah kata manusia.
Dari sini maka muncul ide atau pengertian tentang zoon politicon (mahluk berkumpul), homo ludens (mahluk bermain), homo faber (mahluk bekerja), homo homini lopus (mahluk pemangsa sesama), homo educandum (mahluk yang wajib dididik).
2. Keputusan (Decision)
Keputusan dalam logika diartikan sebagai aksi manusia dalam dan dengan manaa ia mengakui atau memungkiri suatu hal tentang hal lain. Keputusan merupakan kegiatan rohani yang menyebabkan akal budi manusia menyatakan sesuatu tentang sesuatu yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan adalah tindakan budi manusia yang mengakui atau mengingkari sesuatu terhadap sesuatu yang lain. Keputusan yang merupakan hasil tindakan akal budi manusia dalam mengakui atau mengingkari sesuatu terhadap sesuatu dapat dirumuskan dalam sebuah pernyataan kalimat terdiri dari unsure subjek dan predikat.
Misalnya: Semua manusia akan mati, gunung itu tinggi, pohon kelapa lebih tinggi dari pohon mangga.
Pada contoh-contoh keputusan tersebut, akal budi manusia mengakui sesuatu terhadap sesuatu yang lain: manusia terhadap mati, gunung terhadap tinggi, pohon kelapa terhadap pohon mangga, dan lain-lain. Pengakuan akal budi tentang manusia terhadap kematian tersebut sesungguhnya menggambarkan adanya pengakuan yang dapat dinyatakan dengan bahasa akan berbunyi “semua manusia akan mati”. Pengakuan akal budi tentang gunung terhadap tinggi yang digambarkan bahwa pengakuan tersebut bila dinyatakan dengan bahasa akan berbunyi “gunung itu tinggi”. Adapun pengakuan akal budi manusia tentang pohon kelapa terhadap pohon mangga, yang digambarkan bahwa pengakuan tersebut bila dinyatakan dalam bahasa berbunyi “pohon kelapa lebih tinggi dari pohon mangga”.
3. Penalaran (Reasoning)
Yang dimaksud dengan penalaran adalah suatu proses rangkaian kegiatan budi manusia untuk sampai pada suatu kesimpulan (pendapat baru) dari satu atau lebih pendapat yang telah diketahui. Hal-hal yang merupakan pendapat yang telah diketahui itu disebut: data, sedangkan hal-hal yang belum diketahui merupakan pendapat baru sebagai kesimpulan.
Dalam dunia ilmu pengetahuan, proses penalaran yang berpijak pada beberapa data untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan umum tersebut disebut “metode ilmiah". Data merupakan informasi empirik yang diketahui manusia. Sedangkan data ini bisa menjadi fakta kalau data tersebut diyakini kebenarannya.
Kaitan Antar Komponen Berfikir Logis
Dalam Logika, ketiga komponen sebagaimana disebutkan di atas, harus saling terkait terutama dalam proses berfikir atau penyimpulan. Sebab dalam proses penyimpulan tersebut antara lain harus ada pendapat yang diasumsikan diakui kebenarannya atau sudah diketahui karena sudah terbukti. Pendapat yang sudah diketahui inilah yang merupakan dasar suatu penyimpulan terhadap pendapat baru yang belum diketahui.
Pendapat ini dalam proses penyimpulan disebut dengan “premis”. Ada “premis mayor” dan ada “premis minor”.
Pendapat atau selanjutnya disebut premis ini tersusun atas hubungan antara dua konsep atau lebih yang menggambarkan suatu fenomena atau hal. Misalnya konsep “manusia” dan konsep “mati”, yang tersusun dalam sebuah premis yang berbunyi “semua manusia akan mati”. Hubungan antara konsep “manusia” dengan konsep “mati” inilah yang merupakan premis. Konsep atau ide, tentang “manusia” dan “mati” sebagaimana disebutkan tadi, dalam proses penyimpulan disebut “term”.
Contoh lain term misalnya: Guru, anak, dosen, mahasiswa, laki-laki, perempuan, batu, merah, mawar, senang, pintar, bodoh, masyarakat, dan lain-lain. Selain itu terdapat pula yang disebut “term tengah”. Term tengah adalah term yang tercantum pada premis mayor dan minor. Term ini berada di dalam premis-premis yang ada, yang menandai bahwa dua premis mayor dan minor tersebut ada keterhubungannya. Sehingga satu premis paling sedikit tersusun atas dua term. Dan proses penalaran pasti melibatkan banyak term.
Sampai disini dapat dimengerti bahwa suatu penyimpulan harus melibatkan komponen pertama yaitu konsep atau ide atau pengertian dan komponen kedua yaitu keputusan atau pendapat. Dalam penyimpulan disamping kedua komponen tersebut harus ada, juga ada komponen ketiga yaitu penalaran atau kegiatan penyimpulan itu sendiri. penalaran merupakan proses kegiatan fikir manusia dengan cara mengkait- kaitkan antar pendapat-pendapat atau disebut premis-premis tadi untuk Sampai pada suatu konklusi atau kesimpulan yang benar. Jadi tanpa mengkaitkan secara logis antar premis yang ada tersebut, maka mustahil suatu proses penyimpulan berlangsung.
Ketiga komponen logika, yaitu (1) pengertian atau ide atau konsep, (2) keputusan atau pendapat, serta (3) penalaran harus saling kait mengkait satu sama lain, khususnya dalam proses melakukan penyimpulan untuk memperoleh konklusi yang benar.
Prinsip-Prinsip Dasar Berfikir Logis
Prinsip adalah pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Kebenaran universal adalah kebenaran yang berlaku umum, dimana pun dan kapan pun ia seluruhnya benar dan tidak terbantahkan, Sedangkan kebenaran parsial (khusus) adalah kebenaran yang hanya berlaku bagi beberapa hal saja.
Suatu prinsip dikatakan sebagai “prinsip dasar” apabila prinsip tersebut tidak memerlukan bukti dari yang lain karena sudah terbukti dengan sendirinya. Oleh karenanya, prinsip dasar merupakan pernyataan yang mengandung kebenaran universal yang kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya.
Artinya, kebenaran universal tersebut sudah tidak membutuhkan lagi hal-hal lain untuk membuktikan kebenarannya. Bahkan prinsip dasar tersebut merupakan dasar dari semua pembuktian.
Istilah lain dari prinsip dasar adalah Azas pemikiran. Azas adalah sesuatu yang mendahului atau sesuatu yang menjadi pedoman. Sebagai sesuatu yang mendahului, maka azas berfungsi sebagai landasan atau melandasi atas sesuatu yang lain. Sedangkan sebagai pedoman, maka azas berfungsi sebagai penuntun dan pengarah dalam setiap nafas proses berlangsungnya sesuatu. Adapun azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan-pengetahuan lain tergantung dan dimengerti.
1. Pembagian Prinsip Dasar
Ada beberapa prinsip dasar yang dikenal dalam Logika. Beberapa prinsip dasar tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (a) Primer, dan (b) Sekunder.
-
Prinsip Primer
Prinsip dasar ini mendahului prinsip-prinsip lainnya. Prinsip ini tidak tergantung pada yang lain dan berlaku untuk segala sesuatu yang ada. Di bawah ini dipaparkan prinsip dasar berfikir logis primer sebagaimana diuraikan oleh Achmad Dardiri (1986), sebagai berikut.
-
Principium Idenititatis (The Principle of identity).
Prinsip ini merupakan prinsip kesamaan, yang berbunyi: “Suatu benda adalah benda itu sendiri dan bukan yang lain". Dalam Logika pernyataan itu berarti apabila sesuatu diakui semua, maka kesimpulan yang lain yang ditarik dari pengakuan itu juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpialan yarig ditark dari padanya dipungkiri, maka pengakuan seperti ini harus dibatalkan.
Kalau dalam Ilmu Hukum, pengingkaran sebagaimana diungkapkan tersebut harus dinyatakan "Batal demi hukum’'. Oleh karena itu, poin penting yang harus dipegang erat adalah bahwa tidaklah dapat sesuatu itu diakui serentak sekaligus juga dipungkiri.
-
Principium Contradictionis (The Principle of Contradiction).
Prinsip ini merupakan prinsip pertentangan, yang berbunyi: “Sesuatu benda tidak dapat merupakan benda itu sendiri dan benda yang lain pada waktu yang sama". Prinsip ini ingin memberikan penegasan kepada kita bahwa segala sesuatu tidak mungkin mendua. Dengan pernyataan lain, prinsip ini dapat dinyatakan bahwa, ''Sesuatu itu tidak dapat positif dan negatif sekaligus".
-
Principium Tertii Exclusi (The Principle of Excluded Middle).
Prinsip ini merupakan prinsip jalan tengah, yang berbunyi: “Segala sesuatu harus positif atau negatif”. Atau dapat dikatakan, jikalau ada dua keputusan yang kontradiktoris., pastilah salah satu diantaranya salah, sebab keputusan yang satu merobohkan keputusan yang lain. Tidak mungkin keduanya sama-sama benar atau sama-sama salah.
-
Principium Rationis Sufficientis (The Principle of sufficient reason).
Prinsip ini merupakan prinsip cukup alasan, yang berbunyi: “Adanya sesuatu pastilah mempunyai alasan cukup yang menyebabkan sesuatu itu ada". Prinsip tersebut mempunyai maksu bahwa adanya segala sesuatu itu pastilah mempunyai sebab, tidaklah mungkin sesuatu itu tiba-tiba ada tanpa sebab yang mendahuluinya. Adanya suatu kesimpulan pastilah ada pendapat-pendapat yang mendahuluinya. Tak mungkin menarik kesimpulan tanpa ada alasan-alasan yang cukup.
-
Prinsip Sekunder
Selain prinsip dasar berfikir logis yang primer, juga ada prinsip dasar berfikir logis yang sekunder. Prinsip ini merupakan hasil turunan dari prinsip dasar berfikir logis primer di atas. Prinsip dasar berfikir logis yang sekunder ini meliputi beberapa prinsip, diantaranya adalah:
Prinsip Komprehensi, prinsip yang melihat sudut isinya, dibedakan:
-
Prinsip kesesuaian (Principium Convenientiae)
Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Bila ada dua hal yang sama, dimana salah satu diantaranya sama dengan hal yang ketiga, maka yang lain juga sama dengan hal yang ketiga”.
Misalnya: Jika S=M, dan M=P maka S=P
-
Prinsip ketidaksesuaian (Principium Inconvenientiae)
Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Bila ada dua hal yang sama, dimana salah satu diantaranya berbeda dengan hal yang ketiga, maka yang lain juga berbeda dengan hal yang ketiga.
Misalnya: Jika S=M, dan M≠P maka S≠P
Prinsip Ekstensi, prinsip yang melihat sudut luasnya, dibedakan:
-
Prinsip penerimaan (Principium Dictum de Omni)
Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Apa yang secara universal berlaku bagi seluruhnya, juga berlaku bagi sebagiannya”.
-
Prinsip penolakan (Principium Dictum de Nullo)
Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, "Apa yang secara universal tidak berlaku bagi seluruhnya, juga tidak berlaku bagi sebagiannya”.