Bagaimana cara menjadi pelajar yg mampu memecahkan masalah dan berpikir logis?

siswa aktif

Untuk menjadi siswa aktif dan kreatif, diharapkan pelajar memiliki kemampuan dalam mengatasi berbagai masalah yang dialaminya. Pelajar yang memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah adalah pelajar yang sangat hebat dan kreatif. Memecahkan masalah dengan cara sederhana adalah salah satu contoh bentuk sikap kreatifnya.

Bagaimana cara menjadi pelajar yg mampu memecahkan masalah dan berfikir logis??

Kemampuan berfikir logis dan kemampuan memecahkan masalah adalah dua hal yang sangat berkaitan erat. Mengapa demikian ? Karena untuk dapat memecahkan masalah, maka dibutuhkan kemampuan untuk berfikir secara logis.

Berfikir logis adalah suatu proses menalar tentang suatu objek dengan cara menghubungkan serangkaian pendapat untuk sampai pada sebuah kesimpulan menurut aturan-aturan logika. Berfikir logis sama dengan berfikir konsisten sesuai dengan rambu-rambu atau tata cara berfikir yang benar.

Berfikir logis sedikit berbeda dengan berfikir kritis. Berfikir kritis adalah proses menalar tentang suatu objek yang menghubungkan serangkaian pendapat ataupun konsep secara utuh dan lengkap, dengan cara melihat sisi positif maupun negatif, sisi untung dan rugi, sisi baik dan buruk, sisi peluang dan tantang. Dengan kata lain berfikir kritis sama dengan berfikir lengkap dan utuh.

Selain itu, terdapat juga berfikir reflektif, dimana berfikir reflektif adalah suatu proses menalar tentang suatu objek dengan cara menghubungkan aneka pendapat secara utuh, lengkap, dan mendalam. Dengan kata lain berfikir reflektif adalah proses menalar secara mendalam sedalam-dalamnya.

Komponen Berfikir Logis


Buah dari berfikir logis adalah diperolehnya pemikiran logis. Aturan-aturan logika yang dipakai untuk mendapatkan pemikiran logis adalah aturan main atau tata cara yang harus dipenuhi oleh seseorang dalam berfikir lurus dan benar (correct). Untuk mewujudkan pemikiran logis, seseorang wajib memenuhi aturan main sebagai prasyarat dalam berfikir lurus dan benar, salah satunya adalah harus memenuhi komponen dasar berfikir.

Logika mempersyaratkan adanya 3 (tiga) hal sebagai komponen berfikir logis. Ketiga hal tersebut meliputi; (1) pengertian (concept), (2) keputusan (decision), dan (3) penalaran (reasoning). Ketiganya tersebut merupakan persyaratan (preconditions) yang harus ada dalam berfikir lurus yang merupakan satu kesatuan.

Ketiganya memiliki keterkaitan struktural satu dengan lainnya dalam membentuk dan proses sahnya suatu penyimpulan pemikiran.

1. Pengertian (Concept)

Pengertian adalah hasil penangkapan dari inti suatu obyek. Istilah mengerti berarti menangkap inti sesuatu, sedangkan memiliki pengertian berarti memiliki tangkapan terhadap inti sesuatu (obyek). Oleh karenanya, seseorang dikatakan telah mengerti, apabila ia telah menangkap inti obyek (sesuatu yang dimengerti). Inti sesuatu di sini disebut “hakekat”.

Istilah lain dalam penyebutan pengertian adalah ide.

Kata ‘ide’ berasal dari kata ‘idea’ yang artinya sebenarnya adalah gambar. Hal-hal yang tergambar secara abstrak mengenai sesuatu benda atau bukan benda adalah ‘idea’. Orang yang telah memiliki ide sama dengan telah memiliki gambaran tentang sesuatu, sehingga dapat menjelaskan secara panjang lebar bila diminta menjelaskannya.

Plato mengartikan ide atau idea dengan pengertian atau maksud. Penggunaan istilah ide pada abad pertengahan dipakai istilah universal, dan jamaknya adalah universalia yang artinya “umum”. Dikarenakan pengertian ini sifatnya berlaku umum. Sebagaimana dikatakan di atas bahwa mengerti adalah menangkap inti atau hakekat sesuatu, sedangkan hakekat sesuatu ini dapat dibentuk oleh akal budi manusia dalam wujud ide yang memiliki kebenaran bersifat umum, maka istilah pengertian juga dapat disamakan dengan istilah ide atau idea dan universale.

Kata lain dari pengertian adalah konsep atau conceptus yang artinya menangkap.

Orang yang memiliki konsep berarti telah memiliki tangkapan tentang identitas objek. Tangkapan atas identitas objek yang merupakan hasil abstraksi dari suatu obyek tersebut. Sehingga pengertian atau ide atau konsep adalah gambar dari hasil penangkapan terhadap suatu obyek.

Contoh ide atau konsep adalah: gedung sekolah, buku, balpoin, pencil, penggaris, penghapus, tas, lapangan sepak bola, raket, guru, wali kelas, dan lain-lain adalah contoh ide atau konsep tentang hal-hal yang kasat mata di lingkungan sekolah. Sedangkan kurikulum, cerdas, prestasi akademik, kefahaman, keteladanan, kerajinan, ketekunan, sekolah unggul, evaluasi, dan lain-lain adalah contoh ide atau konsep tentang hal-hal yang abstrak. Ide atau konsep tersebut dapat dibuat rumusan pengertiannya.

Rumusan dari pengertian atau ide atau konsep disebut “definisi”.

Ide bukanlah realita yang kongkrit, melainkan abstrak. Cara manusia menangkap ide adalah dengan apa yang disebut “abstraksi”. Yaitu, mencari aspek- aspek yang sama dan mengabaikan aspek yang berbeda.

Misalnya: untuk menangkap ide tentang manusia maka kita perlu menyingkirkan aspek-aspek yang berbeda dari banyak manusia yang ada yaitu bentuk tubuhnya, rambutnya, bentuk wajahnya, warna kulitnya, bentuk dan warna matanya, perawakannya, bahasanya, gaya hidupnya, dan sebagainya; yang akhirnya diketemukan kesamaannya antara lain mahluk ciptaan Tuhan, memiliki roh, pada akhirnya akan mati, bisa bermain-main, suka bekerja, suka berkumpul, wajib dididik yang disebut dengan istilah kata manusia.

Dari sini maka muncul ide atau pengertian tentang zoon politicon (mahluk berkumpul), homo ludens (mahluk bermain), homo faber (mahluk bekerja), homo homini lopus (mahluk pemangsa sesama), homo educandum (mahluk yang wajib dididik).

2. Keputusan (Decision)

Keputusan dalam logika diartikan sebagai aksi manusia dalam dan dengan manaa ia mengakui atau memungkiri suatu hal tentang hal lain. Keputusan merupakan kegiatan rohani yang menyebabkan akal budi manusia menyatakan sesuatu tentang sesuatu yang lain. Dapat juga dikatakan bahwa keputusan adalah tindakan budi manusia yang mengakui atau mengingkari sesuatu terhadap sesuatu yang lain. Keputusan yang merupakan hasil tindakan akal budi manusia dalam mengakui atau mengingkari sesuatu terhadap sesuatu dapat dirumuskan dalam sebuah pernyataan kalimat terdiri dari unsure subjek dan predikat.

Misalnya: Semua manusia akan mati, gunung itu tinggi, pohon kelapa lebih tinggi dari pohon mangga.

Pada contoh-contoh keputusan tersebut, akal budi manusia mengakui sesuatu terhadap sesuatu yang lain: manusia terhadap mati, gunung terhadap tinggi, pohon kelapa terhadap pohon mangga, dan lain-lain. Pengakuan akal budi tentang manusia terhadap kematian tersebut sesungguhnya menggambarkan adanya pengakuan yang dapat dinyatakan dengan bahasa akan berbunyi “semua manusia akan mati”. Pengakuan akal budi tentang gunung terhadap tinggi yang digambarkan bahwa pengakuan tersebut bila dinyatakan dengan bahasa akan berbunyi “gunung itu tinggi”. Adapun pengakuan akal budi manusia tentang pohon kelapa terhadap pohon mangga, yang digambarkan bahwa pengakuan tersebut bila dinyatakan dalam bahasa berbunyi “pohon kelapa lebih tinggi dari pohon mangga”.

3. Penalaran (Reasoning)

Yang dimaksud dengan penalaran adalah suatu proses rangkaian kegiatan budi manusia untuk sampai pada suatu kesimpulan (pendapat baru) dari satu atau lebih pendapat yang telah diketahui. Hal-hal yang merupakan pendapat yang telah diketahui itu disebut: data, sedangkan hal-hal yang belum diketahui merupakan pendapat baru sebagai kesimpulan.

Dalam dunia ilmu pengetahuan, proses penalaran yang berpijak pada beberapa data untuk selanjutnya ditarik suatu kesimpulan umum tersebut disebut “metode ilmiah". Data merupakan informasi empirik yang diketahui manusia. Sedangkan data ini bisa menjadi fakta kalau data tersebut diyakini kebenarannya.

Kaitan Antar Komponen Berfikir Logis


Dalam Logika, ketiga komponen sebagaimana disebutkan di atas, harus saling terkait terutama dalam proses berfikir atau penyimpulan. Sebab dalam proses penyimpulan tersebut antara lain harus ada pendapat yang diasumsikan diakui kebenarannya atau sudah diketahui karena sudah terbukti. Pendapat yang sudah diketahui inilah yang merupakan dasar suatu penyimpulan terhadap pendapat baru yang belum diketahui.

Pendapat ini dalam proses penyimpulan disebut dengan “premis”. Ada “premis mayor” dan ada “premis minor”.

Pendapat atau selanjutnya disebut premis ini tersusun atas hubungan antara dua konsep atau lebih yang menggambarkan suatu fenomena atau hal. Misalnya konsep “manusia” dan konsep “mati”, yang tersusun dalam sebuah premis yang berbunyi “semua manusia akan mati”. Hubungan antara konsep “manusia” dengan konsep “mati” inilah yang merupakan premis. Konsep atau ide, tentang “manusia” dan “mati” sebagaimana disebutkan tadi, dalam proses penyimpulan disebut “term”.

Contoh lain term misalnya: Guru, anak, dosen, mahasiswa, laki-laki, perempuan, batu, merah, mawar, senang, pintar, bodoh, masyarakat, dan lain-lain. Selain itu terdapat pula yang disebut “term tengah”. Term tengah adalah term yang tercantum pada premis mayor dan minor. Term ini berada di dalam premis-premis yang ada, yang menandai bahwa dua premis mayor dan minor tersebut ada keterhubungannya. Sehingga satu premis paling sedikit tersusun atas dua term. Dan proses penalaran pasti melibatkan banyak term.

Sampai disini dapat dimengerti bahwa suatu penyimpulan harus melibatkan komponen pertama yaitu konsep atau ide atau pengertian dan komponen kedua yaitu keputusan atau pendapat. Dalam penyimpulan disamping kedua komponen tersebut harus ada, juga ada komponen ketiga yaitu penalaran atau kegiatan penyimpulan itu sendiri. penalaran merupakan proses kegiatan fikir manusia dengan cara mengkait- kaitkan antar pendapat-pendapat atau disebut premis-premis tadi untuk Sampai pada suatu konklusi atau kesimpulan yang benar. Jadi tanpa mengkaitkan secara logis antar premis yang ada tersebut, maka mustahil suatu proses penyimpulan berlangsung.

Ketiga komponen logika, yaitu (1) pengertian atau ide atau konsep, (2) keputusan atau pendapat, serta (3) penalaran harus saling kait mengkait satu sama lain, khususnya dalam proses melakukan penyimpulan untuk memperoleh konklusi yang benar.

Prinsip-Prinsip Dasar Berfikir Logis


Prinsip adalah pernyataan yang mengandung kebenaran universal. Kebenaran universal adalah kebenaran yang berlaku umum, dimana pun dan kapan pun ia seluruhnya benar dan tidak terbantahkan, Sedangkan kebenaran parsial (khusus) adalah kebenaran yang hanya berlaku bagi beberapa hal saja.

Suatu prinsip dikatakan sebagai “prinsip dasar” apabila prinsip tersebut tidak memerlukan bukti dari yang lain karena sudah terbukti dengan sendirinya. Oleh karenanya, prinsip dasar merupakan pernyataan yang mengandung kebenaran universal yang kebenarannya sudah terbukti dengan sendirinya.

Artinya, kebenaran universal tersebut sudah tidak membutuhkan lagi hal-hal lain untuk membuktikan kebenarannya. Bahkan prinsip dasar tersebut merupakan dasar dari semua pembuktian.

Istilah lain dari prinsip dasar adalah Azas pemikiran. Azas adalah sesuatu yang mendahului atau sesuatu yang menjadi pedoman. Sebagai sesuatu yang mendahului, maka azas berfungsi sebagai landasan atau melandasi atas sesuatu yang lain. Sedangkan sebagai pedoman, maka azas berfungsi sebagai penuntun dan pengarah dalam setiap nafas proses berlangsungnya sesuatu. Adapun azas pemikiran adalah pengetahuan dari mana pengetahuan-pengetahuan lain tergantung dan dimengerti.

1. Pembagian Prinsip Dasar

Ada beberapa prinsip dasar yang dikenal dalam Logika. Beberapa prinsip dasar tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (a) Primer, dan (b) Sekunder.

  • Prinsip Primer
    Prinsip dasar ini mendahului prinsip-prinsip lainnya. Prinsip ini tidak tergantung pada yang lain dan berlaku untuk segala sesuatu yang ada. Di bawah ini dipaparkan prinsip dasar berfikir logis primer sebagaimana diuraikan oleh Achmad Dardiri (1986), sebagai berikut.

    • Principium Idenititatis (The Principle of identity).
      Prinsip ini merupakan prinsip kesamaan, yang berbunyi: “Suatu benda adalah benda itu sendiri dan bukan yang lain". Dalam Logika pernyataan itu berarti apabila sesuatu diakui semua, maka kesimpulan yang lain yang ditarik dari pengakuan itu juga harus diakui. Apabila sesuatu diakui, lalu kesimpialan yarig ditark dari padanya dipungkiri, maka pengakuan seperti ini harus dibatalkan.

      Kalau dalam Ilmu Hukum, pengingkaran sebagaimana diungkapkan tersebut harus dinyatakan "Batal demi hukum’'. Oleh karena itu, poin penting yang harus dipegang erat adalah bahwa tidaklah dapat sesuatu itu diakui serentak sekaligus juga dipungkiri.

    • Principium Contradictionis (The Principle of Contradiction).
      Prinsip ini merupakan prinsip pertentangan, yang berbunyi: “Sesuatu benda tidak dapat merupakan benda itu sendiri dan benda yang lain pada waktu yang sama". Prinsip ini ingin memberikan penegasan kepada kita bahwa segala sesuatu tidak mungkin mendua. Dengan pernyataan lain, prinsip ini dapat dinyatakan bahwa, ''Sesuatu itu tidak dapat positif dan negatif sekaligus".

    • Principium Tertii Exclusi (The Principle of Excluded Middle).
      Prinsip ini merupakan prinsip jalan tengah, yang berbunyi: “Segala sesuatu harus positif atau negatif”. Atau dapat dikatakan, jikalau ada dua keputusan yang kontradiktoris., pastilah salah satu diantaranya salah, sebab keputusan yang satu merobohkan keputusan yang lain. Tidak mungkin keduanya sama-sama benar atau sama-sama salah.

    • Principium Rationis Sufficientis (The Principle of sufficient reason).
      Prinsip ini merupakan prinsip cukup alasan, yang berbunyi: “Adanya sesuatu pastilah mempunyai alasan cukup yang menyebabkan sesuatu itu ada". Prinsip tersebut mempunyai maksu bahwa adanya segala sesuatu itu pastilah mempunyai sebab, tidaklah mungkin sesuatu itu tiba-tiba ada tanpa sebab yang mendahuluinya. Adanya suatu kesimpulan pastilah ada pendapat-pendapat yang mendahuluinya. Tak mungkin menarik kesimpulan tanpa ada alasan-alasan yang cukup.

  • Prinsip Sekunder
    Selain prinsip dasar berfikir logis yang primer, juga ada prinsip dasar berfikir logis yang sekunder. Prinsip ini merupakan hasil turunan dari prinsip dasar berfikir logis primer di atas. Prinsip dasar berfikir logis yang sekunder ini meliputi beberapa prinsip, diantaranya adalah:

    Prinsip Komprehensi, prinsip yang melihat sudut isinya, dibedakan:

    • Prinsip kesesuaian (Principium Convenientiae)
      Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Bila ada dua hal yang sama, dimana salah satu diantaranya sama dengan hal yang ketiga, maka yang lain juga sama dengan hal yang ketiga”.

      Misalnya: Jika S=M, dan M=P maka S=P

    • Prinsip ketidaksesuaian (Principium Inconvenientiae)
      Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Bila ada dua hal yang sama, dimana salah satu diantaranya berbeda dengan hal yang ketiga, maka yang lain juga berbeda dengan hal yang ketiga.

      Misalnya: Jika S=M, dan M≠P maka S≠P

    Prinsip Ekstensi, prinsip yang melihat sudut luasnya, dibedakan:

    • Prinsip penerimaan (Principium Dictum de Omni)
      Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, “Apa yang secara universal berlaku bagi seluruhnya, juga berlaku bagi sebagiannya”.

    • Prinsip penolakan (Principium Dictum de Nullo)
      Yaitu suatu prinsip yang menyatakan bahwa, "Apa yang secara universal tidak berlaku bagi seluruhnya, juga tidak berlaku bagi sebagiannya”.

silogisme

Cara melatih otak kita untuk dapat berfikir logis adalah dengan selalu berlatih berpikir dengan menggunakan aturan-aturan logika yang ada. Dengan banyak berlatih berfikir dengan aturan logika, maka lama kelamaan kita akan terbiasa berfikir logis. Bahkan kalau hal tersebut sudah menjadi kebiasaan, maka dalam pemecahan suatu masalah kita akan secara otomatis akan menggunakan pendekatan berfikir logis.

Aturan-aturan berfikir logis biasanya dikenal dengan istilah silogisme. Silogisme adalah setiap penyimpulan, di mana dari dua keputusan (premis-premis) disimpulkan suatu keputusan yang baru (kesimpulan). Keputusan yang baru itu berhubungan erat sekali dengan premis- premisnya. Keeratannya terletak dalam hal ini: Jika premis-premisnya benar, dengan sendirinya atau tidak dapat tidak kesimpulannya benar.

Terdapat dua macam silogisme, yaitu silogisme kategoris dan silogisme hipotesis.

  • Silogisme kategoris adalah silogisme yang premis-premis dan kesimpulannya berupa keputusan kategoris. Silogisme ini dapat dibedakan menjadi:

    • Silogisme kategoris tunggal, karena terdiri atas dua premis;
    • Silogisme kategoris tersusun, karena terdiri atas lebih dari dua premis;
  • Silogisme hipotetis, adalah silogisme yang terdiri atas satu premis atau lebih yang berupa keputusan hipotetis. Silogisme ini juga dapat dibedakan menjadi:

    • Silogisme hipotetis kondisional, yang ditandai dengan ungkapan- ungkapan: ‘jika… (maka)…;
    • Silogisme hipotetis disyungtif, yang ditandai dengan ungkapan:…., atau ….;
    • Silogisme hipotetis konyungtif, yang ditandai dengan ungkapan: tidak sekaligus… dan …

Silogisme kategoris tunggal merupakan bentuk silogisme yang terpenting. Silogisme ini terdiri atas tiga term, yakni subyek (S), predikat (p), dan term-antara (M).

Setiap manusia (M) dapat mati ( P) atau M - P Si Fulan (S) adalah manusia (M) atau S - M Jadi, Si Fulan (S) dapat mati ( P) atau S - P

Term major adalah predikat dari kesimpulan (kata ‘mati’). Term itu harus terdapat dalam kesimpulan dan salah satu premis, biasanya dalam premis yang pertama. Premis yang mengandung predikat itu disebut premis major. Kemudian term minor atau premis minor adalah subyek dari kesimpulan. Term itu biasanya terdapat dalam premis yang lain, biasnya dalam premis yang kedua. Premis yang mengandung subyek itu disebut premis minor.

Term-antara adalah term yang terdapat dalam kedua dalam kedua premis, tetapi tidak terdapat dalam kesimpulan. Dengan term-antara ini subyek dan predikat diperbandingkan satu sama lain. Dengan demikian, subyek dan predikat dipersatukan atau dipisahkan satu sama lain dalam kesimpulan.

Ketika mengambil sebuah keputusan, dianjurkan agar keputusan tersebut dapat dijabarkan dalam bentuk logis, demikian juga, pemikiran-pemikiran dijabarkan dalam bentuk silogisme kategoris. Dengan demikian, titik pangkalnya serta jalan pikiran yang terkandung di dalamnya dapat diperlihatkan dengan jelas.

Untuk itu, hal-hal yang perlu dilakukan adalah menentukan:

  • Menentukan dahulu kesimpulan mana yang ditarik;
  • Mencari apakah alasan yang disajikan (M, term-antara); dan
  • Menyusun silogisme berdasarkan subyek dan predikat (kesimpulan) serta term-antara (M).

Hukum-hukum silogisme kategoris:


Menyangkut term-term.

  1. Silogisme tidak boleh mengandung lebih atau kurang dari tiga term. Kurang dari tiga term berarti tidak ada silogisme. Lebih dari tiga term berarti tidak adanya perbandingan. Kalaupun ada tiga term, ketiga term itu haruslah digunakan dalam arti yang sama tepatnya. Kalau tidak, hal itu sama saja dengan menggunakan lebih dari tiga term.

    Misalnya:
    Kucing itu mengeong
    Binatang itu kucing
    Jadi, binatang itu mengeong

  2. Term-antara (M) tidak boleh masuk (terdapat dalam) kesimpulan. Hal ini sebenarnya sudah jelas dari bagan silogisme. Selain itu, masih dapat dijelaskan bagini: term-antara (M) dimaksudkan untuk mengadakan perbandingan dengan term-term. Perbandingan itu terjadi dalam premis-premis. Karena itu, term- antara (M) hanya berguna dalam premis-premis saja.

  3. Term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh lebih luas daripada dalam premis-premis. Artinya, term subyek dan predikat dalam kesimpulan tidak boleh universal, kalau dalam premis-premis particular. Ada bahaya ‘latius hos’. Istilah ini sebenarnya merupakan singkatan dari hukum silogisme yang berbunyi: ‘Latius hos quam praemiisae conclusion non vult’. Isi ungkapan yang panjang ini sama saja dengan ‘generalisasi’. Baik ‘Latius hos’ maupun ‘generalisasi’ menyatakan ketidakberesan atau kesalahan penyimpulan, yakni menarik kesimpulan yang terlalu luas. Menarik kesimpulan yang universal pada hal yang benar hanyalah kesimpulan dalam bentuk keputusan yang particular saja.

    Misalnya:
    Kucing adalah makhluk hidup
    Manusia bukan kucing
    Jadi, manusia bukan makhluk hidup

  4. Term-antara (M) harus sekurang-kurangnya satu kali universal. Jika term-antara particular baik dalam premis major maupun minor, mungkin sekali term-antara itu menunjukkan bagian- bagian yang berlainan dari seluruh luasnya. Kalau begitu term- antara tidak lagi berfungsi sebagai term-antara dan tidak lagi menghubungkan (memisahkan) subyek dan predikat.

    Misalnya:
    Banyak orang kaya yang kikir
    Si Fulan adalah orang kaya
    Jadi, Si Fulan adalah orang yang kikir.

Mengangkut keputusan-keputusan.

  1. Jika kedua premis (yakni major dan minor) afirmatif atau positif, maka kesimpulannya harus afirmatif dan positif pula.

  2. Kedua premis tidak boleh negatif, sebab term-antara (M) tidak lagi berfungsi sebagai penghubung atau pemisah subyek dan predikat. Dalam silogisme sekurang-kurangnya satu, yakni subyek atau predikat, harus dipersamakan dengan term-antara (M):

    Misalnya:
    Batu bukan binatang
    Kucing bukan batu
    Jadi, kucing bukan binatang

  3. Kedua premis tidak boleh partikular. Sekurang-kurangnya satu premis harus universal.

    Misal:
    Ada orang kaya yang tidak tenteram hatinya
    Banyak orang yang jujur teteram hatinya
    Jadi, orang-orang kaya tidak jujur

  4. Kesimpulan harus sesuai dengan premis yang paling lemah. Keputusan particular adalah keputusan yang ‘lemah’ diban- dingkan dengan keputusan yang universal. Keputusan negatif adalah keputusan yang ‘lemah’ dibandingkan dengan keputusan afirmatif atau positif. Oleh karena itu:

    • Jika satu premis partikular, kesimpulan juga particular;
    • Jika salah satu premis negatif, kesimpulan juga harus negatif;
    • Jika salah satu premis negatif dan partikular, kesimpulan juga harus negatif dan partikular. Kalau tidak, ada bahaya ‘latius hos’ lagi.

    Misalnya:
    Beberapa anak puteri tidak jujur
    Semua anak puteri itu manusia (orang)
    Jadi, beberapa manusia (orang) itu tidak jujur

Susunan silogisme yang lurus.

Silogisme yang diuraikan di atas merupakan bentuk logis dari penyimpulan. Penyimpulan itu tersusun dari tiga term. Ketiga term itu adalah subyek, predikat, dan term-antara (M). Term-antara adalah sebagai kunci silogisme; sebab term-antara (M) itulah yang menyatakan mengapa subyek dipersatukan dengan predikat atau dipisahkan dari padanya dalam kesimpulan.

Kemudian, penyimpulan juga tersusun dari tiga keputusan. Ketiga keputusan itu adalah premis major, premis minor, dan kesimpulan. Akhirnya, ketiga keputusan ini dapat dibedakan menurut bentuk dan luasnya. Pembedaan ini menghasilkan keputusan A, keputusan E, keputusan I, dan keputusan O.

Kalau dikombinasikan, terdapatlah susunan yang berikut:

  • Menurut tempat term-antara (M):

    image

  • Setiap keputusan di atas masih dapat berupa keputusan A, E, I, dan O, menurut bentuk dan luasnya. Kalau semuanya dikombinasikan, secara teoritis diperolah 64 (bahkan 256) kemungkinan.Tetapi nyatanya, tidak setiap kombinasi menghasilkan susunan silogisme yang lurus, hanya terdapat 19 kombinasi yang lurus. Kombinasi- kombinasi ini pun masih harus menepati beberapa syarat lagi.

1. Susunan yang pertama:

M - P, S - M, maka S - P

Susunan ini merupakan susunan yang paling sempurna dan tepat sekali untuk suatu eksposisi yang positif. Syarat-syaratnya ialah: premis minor harus afirmatif dan premis major universal.

Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AAA, EAE, dan EIO (AAI dan EAO tidak lazim).

Misal
AAA :
Semua manusia dapat mati
Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, semua orang Indonesi dapat mati
AAI :
Semua manusia dapat mati
Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, beberapa orang Indonesia dapat mati
EAE :
Semua manusia tidaklah abadi
Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, semua orang Indonesia tidaklah abadi
EAO :
Semua manusia tidaklah abadi
Semua orang Indonesia adalah manusia
Jadi, beberapa orang Indonesia tidaklah abadi
AII :
Semua kucing mengeong
Ciro adalah kucing Jadi,
Ciro mengeong
EIO :
Tidak ada seorang manusia pun yang adalah seekor kucing
Beberapa hewan adalah manusia
Jadi, beberapa hewan bukanlah kucing

2. Susunan yang kedua:

P - M, S - M, maka S - P

Susunan ini tepat sekali untuk menyusun sanggahan. Susunan ini juga dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama. Syarat-syaratnya ialah: sebuah premis harus negatif, premis major harus universal.

Karena itu, kombinasi-kombinasi yang mungkin adalah: AEA, AEE, EIO, dan AOO (EAO dan AEO tidak lazim).

Misalnya
EAE:
Tidak ada kucing yang mempunyai sayap
Semua burung mempunyai sayap
Jadi, tidak ada burung yang adalah kucing
EAO:
Tidak ada kucing yang mempunyai sayap
Semua burung mempunyai sayap
Jadi, seekor bukanlah kucing
AEE:
Semua manusia berakal budi
Kera tidak berakal budi
Jadi, kera bukanlah manusia
AEO:
Semua manusia berakal budi
Kera tidak berakal budi
Jadi, seekor kera bukanlah manusia
IEO:
Semua manusia yang normal bukanlah ateis
Beberapa orang Indonesia adalah ateis
Jadi, beberapa orang Indonesia bukanlah manusia yang normal
AOO:
Semua ikan dapat berenang
Beberapa burung tidak dapat berenang
Jadi, beberapa burung bukanlah ikan

3. Susunan yang ketiga:

M - P, M - S, maka S - P

Susunan ini tidaklah sesederhana susunan yang pertama dan yang kedua. Karena itu janganlah susunan ini dipakai terlalu sering. Susunan ini juga bisa dijabarkan menjadi susunan pertama. Syarat-syaratnya ialah: premis minor harus afirmatif dan kesimpulan partikular.

Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AAI, IAI, AII, EAO, OAO, dan EIO:

Misalnya
AAI :
Semua manusia berakal budi
Semua manusia adalah hewan
Jadi, beberapa hewan berakal budi
IAI :
Beberapa murid nakal
Semua murid adalah manusia
Jadi, beberapa manusia adalah nakal
AII
Semua mahasiswa adalah manusia
Beberapa mahasiswa adalah pandai
Jadi, beberapa mansia adalah pandai
EAO
Semua manusia bukanlah burung
Semua manusia adalah hewan
Jadi, beberapa hewan bukanlah burung
OAO
Beberapa ekor kuda tidak ada gunanya
Semua kuda adalah binatang
Jadi, beberapa binatang tidak ada gunanya
EIO
Tida ada seorang manusia pun mempunyai ekor
Beberapa manusia berbadan kekar
Jadi, beberapa manusia yang berbadan kekar tidak mempunyai ekor

4. Susunan yang keempat:

P - M, M - S, maka S - P

Susunan ini tidak lumrah dan hampir tidak pernah dipakai. Karena itu susunan ini sebaiknya disingkirkan saja. Susunan ini dengan mudah dapat dijabarkan menjadi susunan yang pertama. Syarat-syaratnya ialah: Apabila premis major afirmatif, premis minor harus universal; Apabila premis minor afimatif, kesimpulan harus particular; dan Apabila salah satu premis negative, premis major harus universal.

Karena itu kombinasi-kombinasi yang mungkin ialah: AAI, AEE, IAI, EAO, dan EIO (AEO tidak lazim).

Misalnya
AAI
Semua manusia adalah hewan
Semua hewan dapat mati
Jadi, beberapa yang dapat mati adalah manusia
AEE
Semua orang sombong adalah keras kepala
Tidak ada orang yang keras kepala pun disenangi orang
Jadi, yang tidak disenangi orang adalah orang yang sombong
IAI
Beberapa orang kaya adalah licik
Semua yang licik adalah manusia
Jadi, beberapa manusia adalah orang kaya
EAO
Tidak ada pencuri yang disayangi
Semua yang disayangi adalah yang baik budinya
Jadi, beberapa orang yang baik budinya bukalah Pencuri
EIO
Tidak ada mahasiswa bodoh yang lulus
Beberapa yang lulus adalah rajin
Jadi, beberapa yang rajin bukanlah mahasiswa yang bodoh
AEO
Semua orang yang cinta tanah air Indonesia adalah cinta akan Pancasila
Tidak ada seorang pun yang cinta akan Pancasila mempropagandakan kekerasan
Jadi, beberapa orang yang mempropagandakan kekerasan tidak cinta akan tanah air Indonesia.

Silogisme Tersusun, meliputi:

  • Epicherema, adalah silogisme yang salah satu premisnya atau juga kedua-duanya disambung dengan pembuktinnya. Silogisme ini juga disebut silogisme dengan suatu premis kausal.

    Misalnya Setiap pahlawan itu agung, karena pahlawan adalah orang yang berani mengerjakan hal-hal yang mengatasi tuntutan kewajibannya
    Jenderal Sudirman adalah seorang pahlawan Jadi, Jenderal Sudirman adalah agung

  • Enthymema, adalah silogisme yang salah satu premisnya atau kesimpulannya dilampaui. Juga disebut silogisme yang dipersingkat.

    Misalnya Jiwa manusia adalah rohani
    Jadi, tidak akan mati
    Kalau dijabarkan menjadi silogisme yang lengkap, silogisme itu tersusun begini:
    Yang rohani itu tidak dapat (akan) mati Jiwa manusia adalah rohani
    Jadi, jiwa manusia tidak dapat (akan) mati.

  • Polysilogisme, adalah suatu deretan silogisme. Silogisme itu dideretkan sedemikian rupa, sehingga kesimpulan silogisme yang satu menjadi premis untuk silogisme yang lainnya.

    Misalnya Seorang, yang menginginkan lebih daripada yang dimilikinya, merasa tidak puas.
    Seorang yang rakus, adalah adalah seorang yang menginginkan lebih daripada yang dimilikinya.
    Jadi, seorang yang rakus merasa tidak puas.
    Seorang yang kikir adalah seorang yang rakus.

    Jadi, seeorang yang kikir adalah seorang yang rakus.
    Si Fulan adalah seorang yang kikir.
    Jadi, SiFulan merasa tidak puas.

  • Sorites, adalah suatu macam polysilogisme, suatu deretan silogisme. Silogisme ini terdiri atas lebih dari tiga keputusan. Keputusan- keputusan itu dihubungkan satu sama lain sedemikian rupa, sehingga predikat dari keputusan yang satu selalu menjadi subyek keputusan berikutnya. Dalam kesimpulan subyek dari keputusan yang pertama dihubungkan dengan predikat keputusan yang terakhir.

    Misalnya Orang yang tidak mengendalikan keinginannya, menginginkan seribu satu macam barang.
    Orang yang menginginkan seribu satu macam barang, banyak sekali kebutuhannya.
    Orang yang banyak sekali kebutuhannya, tidak tenteram hatinya.
    Jadi, orang yang tidak mengendalikan keinginannya, tidak tenteram hatinya.