Bagaimana cara mengobati dan merawat seseorang yang mengalami gangguan jiwa ?

Gangguan jiwa

Gangguan jiwa atau gangguan mental ialah sindrom atau pola perilaku, atau psikologik seseorang, yang secara klinik cukup bermakna, dan secara khas berkaitan dengan suatu gejala penderitaan (distress) atau hendaya (impairment / disability) di dalam satu atau lebih fungsi yang penting dari manusia.

Bagaimana cara mengobati dan merawat seseorang yang mengalami gangguan jiwa ?

Cara mengobati seseorang yang mengalami ganguan jiwa dapat dilakukan dengan beberapa terapi, yaitu ; Terapi Modalitas,

Terapi Modalitas


Dalam upaya mengubah perilaku pasien dan perilaku yang mal adaptif, menjadi perilaku yang adaptif maka terapi yang utama dalam keperawatan jiwa adalah terapi modalitas.

Terapi modalitas bertujuan agar pola perilaku atau kepribadian seperti keterampilan koping, gaya komunikasi dan tingkat hargadiri bertahap dapat berkembang, mengingat bahwa klien/pasien dengan gangguan jiwa membutuhkan pengawasan yang ketat dan lingkungan suffortif yang aman.

Terapi modalitas keperawatan jiwa dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkukan masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap berhubungan dengan keluarga, teman dan sistem pendukung yang ada ketika menjalani terapi (Nasir dan Muhits, 2011).

Jenis-Jenis terapi Modalitas

  • Psikoterapi
    Psikoterapi adalah suatu cara pengobatan terhadap masalah emosional seseorang pasien yang dilakukan oleh seorang yang terlatih dalam hubungan professional secara sukarela.

  • Psikoanalisis Psikoterapi
    Terapi ini dikembangkan oleh Sigmund Freud, seorang dokter yang mengembangkan “talking care”.Terapi ini didasarkan pada keyakinan bahwa seseorang terapis dapat menciptakan kondisi yang memungkinkan klie menceritakan tentang masalah pribadinya.

  • Psiko terapi Individu
    Psiko terapi individu merupakan bentuk terapi yang menekankan pada perubahan individu dengan cara mengkaji perasaan, sikap, cara berfikir, dan perilakunya.

  • Terapi Modifikasi perilaku
    Terapi perilaku didasarkan pada keyakinan bahwa perilaku dipelajari, dengan demikian perilaku yang tidak diinginkan atau maladaptif dapat diubah menjadi perilaku yang diinginkan atau adaptif.

  • Terapi Okupasi
    Terapi okupasi ialah suatu ilmu dan seni pengarahan pertisipasi seseorang untuk melaksanakan tugas tertentu yang telah ditetapkan.

  • Terapi lingkungan
    Terapi lingkungan “Milliew terapi” adalah suatu manipulasi ilmiah yang bertujuan untuk menghasilkan perubahan pada perilaku pasien dan untuk mengembangkan keterampilan emosional dan sosial (Stuart & Sundeen: 1991)

  • Terapi somatik
    Terapi somatic adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik.

  • Terapi Aktivitas Kelompok
    Penggunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi derta pemulihan kesehatan seseorang.Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas merupakan bagian dan memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku pasien dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengurang perilaku adaptif.

Terapi Lingkungan


Perawatan klien pada rumah sakit jiwa dalam jangka waktu yang lama mengkibatkan klien mengalami penurunan kemampuan berfikir dan bertindak secara mandiri dan kehilangan hubungan dengan dunia luar, oleh karena itu diperlukan pengembangan layanan keperawatan psikiatrik salah satunya dengan penerapan terapi lingkungan di rumah sakit.

Menurut (Suliswati, 2005) terapi lingkungan merupakan keadaan lingkungan yang ditata untuk menunjang proses terapi, baik fisik, mental maupun sosial agar dapat membantu pemulihan dan pemulihan klien.

Tujuan Terapi Lingkungan

Terapi lingkungan merupakan salah satu bentuk terapi klien gangguan jiwa yang dapat membantu efektifitas pemberian asuhan keperawatan jiwa. (Schultz danVidebek, 1989) menyebutkan bahwa pemindahan klien dan lingkungan terapeutik akan memberi kesempatan untuk berfokus pada pengembangan dalam hal dan kesempatan belajar, agar klien mampu mengidentifikasi alternatif dan solusi masalah.

Menurut (Abroms dan Sundeen, 1995) terdapat dua tujuan dari terapi lingkungan yaitu:

  • Membatasi gangguan dan perilaku maladaptif.
  • Mengajarkan keterampilan psikososial.

Untuk melakukan pembatasan terhadap perilaku maladaptif, perlu ditekankan penggunaan terapi lingkungan dengan mengembangkan empat keterampilan psikososial.

  1. Orientation
    Pencapaian orientasi dan kesadaran terhadap realitayang lebih baik. Orientasi tersebut berhubungan dengan pemahaman klien terhadap orang, waktu, tempat dan situasi. Sedangkan kesadaran terhadap realita dapat dikuatkan melalui interaksi dan hubungan dengan orang lain.

  2. Asertation
    Kemampuan mengekspresikan perasaan dengan tepat. Klien perlu dianjurkan mengekspresikan diri secara efektif dengan tingkah laku yang dapat diterima masyarakat.

  3. Acupation
    Kemampuan klien untuk dapat memupuk percaya diri dan berprestasi melalui keterampilan. Hal ini dapat dilakukan dengan memberikan aktivitas dalam bentuk positif dan disukai klien, misalnya melukis, bermain musik, merangkai bunga dan lain sebagainya.

  4. Recreation
    Kemampuan menggunakan dan membuat aktifitas yang menyenangkan, contoh menebak kata, senam dan jalan-jalan.

Karakteristik Terapi Lingkungan (Jack, 1998)

  • Setiap interaksi merupakan suatu kesempatan untuk intervensi terapeutik.
  • Klien memikul tanggung jawab atas tingkah laku mereka sendiri.
  • Pemecahan masalah dicapai dengan diskusi, negosiasi dan consensus daripada hanya dengan menggunakan beberapa gambaran dari para ahli.
  • Komunikasi terbuka dan langsung antara staf dan klien
  • Klien didukung untuk berpartisipasi aktif dalam penanganan mereka sendiri dan dalam membuat keputusan di unit tempat mereka dirawat.
  • Unit tetap sering melakukan komunikasi dan kontak dengan komunitas, keluarga serta jaringan sosial.

Aspek Pendukung Dalam Terapi Lingkungan

  • Aspek Fisik
    Menciptakan lingkungan fisik yang aman dan nyaman. Gedung permanen, mudah dijangkau, lengkap dengan kamar tidur, ruang tamu, ruang makan, kamar mandi dan WC. Struktur dan tatanan dalam gedung dirancang sesuai dengan kondisi dan jenis penyakit serta tingkat perkembangan klien, misalnya: ruang perawatan anak didesai dengan gambar-gambar kartun/idola anak-anak yang berbeda dengan ruang biasa.

  • Aspek Intelektual
    Tingkat intelektual klien ditentukan melalui kejelasan stimulus dari lingkungan dan sikap perawat. Misalkan lingkungan dengan warna biru dan hijau denga memberikan stimulus ketenangan dan keteduhan. Klien harus diberi stimulus eksternal yang positif sehingga kesadaran dirinya menjadi luas dan dapat menerima kondisinya.

  • Aspek Sosial
    Dalam aspek ini perawat mengembangkan pola interaksi yang positif, hubungan psikososial yang menyenangkan dan menguatkan ego klien. Oleh karena itu perawat perlu penggunaan teknik komunikasi yang tepat sehingga perawat dapat menciptakan hal ini.

  • Aspek Emosional
    Perawat harus menciptakan iklim emosional yang positif dengan menunjukkan sikap yang tulus, jujur, atau dapat dipercaya, bersikap spontan dalam memenuhi kebutuhan klien, empati, peka terhadap perasaan dan kebutuhan klien.

  • Aspek Spiritual
    Aspek ini ditujukan untuk memaksimalkan manfaat dari pengalaman, pengobatan dan perasaan damai bagi klien. Sehingga perlu disediakan sarana ibadah seperti kitab suci dan ahli agama.

Terapi Somatik


Terapi somatik adalah terapi yang diberikan pada pasien dengan tujuan merubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik. Terapi Somatik telah banyak dilakukan pada klien dengan gangguan jiwa.

  • Restrain
    Restrain merupakan terapi dengan menggunakan alat- alat mekanik atau manual untuk membatasi mobilitas klien. Alat tersebut meliputi penggunaan manset untuk pergelangan tangan atau kaki dan kain pengikat. Restrain harus dilakukan pada kondisi khusus, hal ini merupakan intervensi yang terahir jika perilaku klien sudah tidak bias diatasi atau dikontrol dengan strategi perilaku maupun modifikasi lingkungan. Indikasi restrain yaitu :

    • Perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri dan lingkungannya.
    • Perilaku agitasi yang sudah tidak dapat diatasi dengan obat-obatan.
    • Klien yang mengalami gangguan kesadaran
    • Klien yang membutuhkan bantuan untuk mendapatkan rasa aman dan pengendalian diri.
    • Ancaman terhadap integritas tubuh berhubungan dengan penolakan klien untuk istirahat, makan dan minum.
  • Seklusi
    Seklusi adalah bentuk terapi dengan mengurung pasien dalam ruangan khusus.Klien dapat meninggalkan ruangan tersebut secara bebas.Bentuk seklusi dapat berupa pengurungan diruangan tidak terkunci sampai pengurungan dalam ruangan terkunci dengan kasur tanpa seprei, tergantung dari tingkat kegawatan klien.

    Indikasi seklusi yaitu pasien dengan perilaku kekerasan yang membahayakan diri sendiri, orang lain dengan lingkungan. Kontraindikasi dari terapi ini antara lain :

    • Risiko tinggi bunuh diri
    • Klien dengan gangguan sosial
    • Kebutuhan untuk observasi masalah medis
    • Hukuman.
  • Fototerapi
    Fototerapi atau terapi sinar adalah terapi somatic pilihan.Terapi ini diberikan dengan memaparkan klien pada sinar terang (5 – 20 kali lebih terang dari sinar ruangan).Klien disuruh duduk dengan mata terbuka 1,5 meter, di depan klien diletakkan lampu flouresen spectrum luas setinggi mata. Waktu dan dosis terapi ini bervariasi pada tiap individu. Beberapa klien berespon jika terapi diberikan pagi hari, sementara klien lain bereaksi kalau dilakukan terapi pada sore hari. Semakin sinar terang, semakin efektif terapi per unit waktu.

    Foto terapi berlangsung dalam waktu yang tidak lama namun cepat menimbulkan efek terapi.Kebanyakan klien merasa sembuh setelah 3-5 hari tetapi klien dapat kambuh jika terapi dihentikan.Terapi ini menimbulkan 75% gejala depresi yang dialami klien depresi musim dingin atau gangguan afektif musiman.

    Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi dapat berupa yeri kepala, insomnia, kelelahan, mual, mata kering, keluar sekresi dari hidung atau sinus dan rasa lelah dari mata.

  • ETC (Electro Convulsif Therapi)

    ETC (Electro Convulsif Therapi) adalah suatu tindakan terapi dengan menggunakan aliran listrik dan menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik.Tindakan ini adalah bentuk terapi pada klien dengan mengalirkan arus listrik melalui lektroda yang ditempelkan pada pelipis klien untuk membangkitkan kejang gandmall.

    Indikasi terapi kejang listrik adalah klien depresi pada psikosa manic depresi, klien schizophrenia stupor kakatonok dan gaduh gelisah kakatonik. ETC lebih efektif dari anti depresan untuk klien depresi dengan gejala psikotik (waham, paranoid) .

    Pada klien depresi memerlikan waktu 6-12x untuk mencapai perbaikan, sedangkan pada mania dan kakatonik membutuhkan waktu lebih lama yaitu antara 10-20x terapi secara rutin. Terapi ini dilakukan dengan frekuensi 2-3 kari sekali. Jika efektif, perubahan perilaku mulai terlihan setelah 2-6 kali terapi.Terapi ETC merupakan prosedur yang hanya digunakan pada keadaan direkomendasikan.

Terapi Aktifitas Kelompok


Manusia sebagai mahluk sosial yang hidup berkelompok damana satu dengan yang lainnya saling berhubungan untuk berhubungan social. Kebutuhan social yang dimaksud antara lain : rasa menjadi milik orang lain atau keluarga, kebutuhan pengakuan orang lain, kebutuhan penghargaan orang lain dan kebutuhan pernyataan diri.

Secara alamiah induvidu selalu dalam kelompok, sabagai contoh individu berada dalam satu keluarga. Sengan demikian pada dasarnya individu memerlukan hubungan timbal-balik hal ini biasa terjadi melalui kelompok.

Pengunaan kelompok dalam praktik keperawatan jiwa memberikan dampak positif dalam upaya pencegahan, pengobatan atau terapi serta pemuluhan kesehatan seseorang. Meningkatnya penggunaan kelompok terapeutik, modalitas merupakan bagian yang memberikan hasil yang positif terhadap perubahan perilaku pasien/klien, dan meningkatkan perilaku adaptif dan mengurangi perilaku mal adaptif.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari terapi kelompok ialah meliputi dukungan (support), pendidikan meningkatkan pemecahan masalah, meningkatkan hubungan interpersonal dan juga meningkatkan uji realitas (reality testing) pada klien dengan gangguan orientasi realitas (Birckhead, 1989).

Terapi aktifitas kelompok sering digunakan dalam praktik kesehatan jiwa, bahkan merupakan hal yang penting dari keterampilan terapeutik dalam ilmu keperawatan.Terapi kelompok telah diterima profesi kesehatan.

Pemimpin kelompok dapat menggunakan keunikan individu untuk mendorong anggota kelompok untuk mengungkapkan masalah dan mendapatkan bantuan penyelesaian masalahnya dari kelompok, perawat juga adaptif dalam menilai respon klien selama berada dalam kelompok.

Pengertian Kelompok

Kelompok adalah kumpulan individu yang mempunyai hubungan antara satu dengan yang lainnya, saling ketergantungan serta mempunyai norma yang sama (Stuart & sundeen, 1991).

Sedangkan kelompok terapeutik memberi kesempatan untuk saling bertukar (sharing) tujuan, umpamanya membantu individu berperilaku destruktif dalam hubungannya dengan orang lain, mengidentifikasi dan memberikan alternative untuk membantu merubah perilaku destruktif menjadi konstruktif.

Setiap kelompok mempunyai struktur dan identitas tersendiri, kekuatan kelompok memberikan kontribusi pada anggota kelompok dan pimpinan kelompok untuk saling bertukar pengalaman dan member penjelasan untuk mangatasi masalah anggota kelompok. Dengan demikian kelompok dapat dijadikan sebagai wadah intuk praktek dan arena uji coba kemampuan berhubungan dan berperilaku terhadap orang lain.

Secara umum tujuan kelompok adalah sebagai berikut :

  • Setiap anggota kelompok dapat berbagi pengalaman.
  • Berupaya memberikan pengalaman dan penjelasan pada anggota yang lain.
  • Merupakan proses menerima umpan balik.

Manfaat Terapi Aktivitas Kelompok

Manfaat dari etrapi aktifitas kelompok antara lain sebagai berikut:

Umum

  • Meningkatkan kemampuan uji realitas melalui komunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.
  • Melakukan sosialisasi
  • Membangkitkan motivasi untuk kemajuan fungsi kognitif dan afektif.

Khusus

  • Meningkatkan identitas diri
  • Menyalurkan emosi secara konstruktif
  • Meningkatkan keterampilan hubungan interpersonal atau sosialisasi

Rehabilitasi

  • Meningkatkan keterampilan ekspresi diri
  • Meningkatkan keterampilan social
  • Meningkatkan kemampuan empati
  • Meningkatkan kemampuan/pengetahuan pemecahan masalah.

Tujuan terapi aktivitas kelompok

  1. Menggambarkan stimulasi kognitif

    • Tipe : Biblioterapy
    • Aktifitas: menggunakan artikel, sajak, puisi, buku, surat kabar untuk merangsang dan mengembangkan hubungan dengan orang lain.
  2. Mengembangkan stimulasi sensoris

    • Tipe: musik, seni, menari
    • Aktivitas: menyediakan kegiatan, mengekpresikan perasaan
    • Tipe: Relaksasi
    • Aktivitas: Belajar teknik relaksasi dengan cara pernafasan dalam.
  3. Mengembangkan orientasi realitas

    • Tipe: Kelompok orientasi realitas, kelompok validasi
    • Aktifitas: Fokus pada orientasi waktu, tempat dan orang, benar, salah.
  4. Mengembangkan sosialisasi

    • Tipe: Kelompok remotivasi
    • Aktivitas: mengorientasi klien yang menarik diri, regresi
    • Tipe: kelompok mengingatkan
    • Aktifitas: focus pada mengingatkan untuk meningkatkan arti positif.

Tahapan-Tahapan dalam terapi Aktifitas kelompok

Menurut Yalom, yang dikutip (Stuart & Sundeen, 1995). Menggambarkan fase-fase dalam terapi aktifitas kelompok adalah sebagai berikut:

  1. Pre kelompok
    Dimulai dengan membuat tujuan, merencanakan siapa yang menjadi leder, anggota, tempat dan waktu kegiatan kelompok akan dilaksanakan serta membuat proposal lengkap dengan media yang akan digunakan beserta dana yang dibutuhkan.

  2. Fase awal
    Pada fase ini terdapat tiga tahapan yang terjadi, yaitu: orientasi, konflik atau kebersamaan.

    • Orientasi
      Anggota mulai mencoba mengembangkan system social masing-masing, leader mulai menunjukkan rencana terapi dan mengambil kontrak dengan anggota.

    • Konflik
      Merupakan masa sulit dalam proses kelompok, anggota mulai memikirkan siapa yang berkuasa dalam kelompok, bagaimana peran kelompok, bagaimana peran anggota, tugasnya, dan saling ketergantungan yang akan terjadi.

    • Kebersamaan
      Anggota mulai bekerjasama untuk mengatasi masalah, anggota mulai menemukan siapa dirinya.

  3. Fase kerja
    Pada tahap ini kelompok sudah menjadi tim;

    • Merupakan fase yang menyenangkan bagi pemimpin dan anggota kelompok.
    • Perasaan positif dan negative dapat dikoreksi dengan hubungan saling percaya yang telah terbina.
    • Semua anggota bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah disepakati.
    • Tanggung jawab merata, kecemasan menurun, kelompok lebih stabil dan realistis.
    • Kelompok mulai mengeksplorasi lebih jauh sesuai dengan tujuan dan tugas kelompok dalam menyelesaikan tugasnya.

    Fase ini ditandai dengan penyelesaian masalah yang kreatif. Petunjuk untuk leader pada fase ini:

    • Intervensi leader didasari pada kerangka kerja teoritis, pengalaman, personality dan kebutuhan kelompok serta anggotanya.
    • Membantu perkembangan keutuhan kelompok dan mempertahankan batasannya, mendorong kelompok bekerja pada tugasnya.
    • Intervensi langsung ditujukan untuk menolong kelompok mengatasi masalah khusus.
  4. Fase terminasi
    Terdapat 2 jenis terminasi yaitu terminasi akhir dan terminasi sementara.Anggota kelompok mungkin mengalami terminasi premature, tidak sukses atau sukses. Terminasi dapat menyebabkan kecemasan,regresi dan kecewa. Untuk menghindari hal ini terapis perlu mengevaluasi kegiatan dan menunjukkan betapa bermaknanya kegiatan tersebut, menganjurkan anggota untuk member umpan balik pada tiap anggota.

    Terminasi tidak boleh disangkal, tetapi harus tunstas didiskusikan.Terapi aktifitas kelompok harus dievaluasikan.Akhir terapi aktifitas kelompok harus dievaluasi, bias melalui pre dan post test.