Bagaimana cara mengobati atau mengatasi penyakit gangguan Bipolar atau Bipolar Disorder ?

Gangguan bipolar

Gangguan bipolar atau Bipolar Disorder adalah kondisi seseorang yang mengalami perubahan suasana hati secara fluktuatif dan drastis,misalnya tiba-tiba menjadi sangat bahagia dari yang sebelumnya murung. Nama lain dari gangguan bipolar adalah manik depresif.

Lalu Bagaimanakah cara mengobati penyakit Bipolar Disorder?

Keberhasilan dalam pengendalian dan pencegahan kambuhnya gangguan bipolar didasari oleh pengendalian stabilitas mood jangka panjang serta pencegahan berlanjutnya episode mania dan depresi (Malhi, et al., 2015).

Berikut adalah farmakoterapi untuk pengendalian dan pencegahan gangguan bipolar atau bipolar disorder.

Mood stabilizer


Pilihan pertama yang digunakan dalam mengobati gangguan bipolar ialah mood stabilizer seperti litium, divalproex, karbamazepin dan lamotrigin. Dosis awal pemberian litium ialah 600-900 mg/hari dan biasanya diberikan dalam dosis terbagi. Sedangkan, dosis awal divalproex yang digunakan biasanya 500-1000 mg/hari (Chisholm-Burns, et al., 2016).

Penelitian yang dilakukan oleh Collins and McFarland (2008) menyebutkan bahwa litium dapat menurunkan resiko percobaan bunuh diri pada subjek penelitian. Pada percobaan yang sama, ditemukan bahwa pasien gangguan bipolar yang menggunakan divalproex memiliki resiko lebih tinggi melakukan percobaan bunuh diri dibandingkan dengan pasien yang menggunakan litium.

Secara umum penggunaan litium dalam fase pemeliharaan lebih unggul dibandingkan valproate dan lamotrigin.

Penggunaannya segera setelah muncul episode mania pertama dapat meningkatkan efek jangka panjang (Kessing, 2015).

Penggunaan asam valproatee, lamotrigine dan antikonvulsan lain sebagai mood stabilizer perlu diperhatikan sebab pengunaannya dapat meningkatkan risiko bunuh diri (NIMH, 2012).

Antipsikotik


Semua antipsikotik atipikal memiliki beberapa efikasi untuk gangguan bipolar karena adanya efek antimania. Antipsikotik yang digunakan diantaranya risperidone, olanzapine, quetiapine, ziprasidone, aripiprazole, lurasidone dan asenapine (Chisholm-Burns, et al., 2016; Mitchell, et al., 2009).

Monoterapi olanzapine efektif dan relatif aman dalam mengobati pasien yang tidak merespon serta tidak toleran terhadap litium, asam valproatee dan/atau karbamazepin, serta dua atau lebih antipsikotik., namun perlu diperhatikan efek samping dari olanzapine terutama saat dosis yang digunakan lebih dari 20 mg/hari (Chen, et al., 2011).

Studi yang dilakukan oleh Keck, et al (2009) menyatakan bahwa aripiprazole efektif digunakan dalam pengobatan pasien dengan bipolar mania akut dan dapat ditoleransi dengan baik. Dosis yang direkomendasikan untuk terapi gangguan bipolar adalah 20-30 mg/hari (Chisholm- Burns, et al., 2016).

Pada sebuah studi randomized control trial menyebutkan bahwa risperidone memiliki efikasi lebih tinggi dibandingkan litium dan divalproex sodium bila digunakan sebagai terapi awal episode mania atau episode campuran pada gangguan bipolar I pada pasien pediatrik dan dewasa dengan dosis efektif harian 0,5- 2,5 mg dan 3-6 mg, namun risperidone memiliki efek metabolik yang lebih serius (Geller, et al., 2012; Hass, et al., 2009).

Antipsikotik lain yang sering digunakan ialah quetiapine. Penggunaannya bersama dengan litium atau divalproex pada fase pemeliharaan memiliki efek yang menguntungkan dan berkaitan dengan penurunan waktu kambuh dari episode mood . Penggunaan quetiapine extended-release telah dibuktikan efektif mengatasi gejala depresi dalam 3 hari pertama pengobatan (Porcelli, et al., 2014; Suppes, et al., 2009).

Antidepresan


Penggunaan antidepresan sebagai monoterapi berkaitan dengan peningkatan resiko episode mania pada pasien bipolar. Namun, tidak terdapat adanya resiko episode mania pada pasien yang menggunakan antidepresan bersamaan dengan mood stabilizer (Viktorin, et al., 2014).

Antidepresan trisiklik seperti imipramine dan despiramine memiliki tingkat respon setara atau lebih rendah dari komparatornya seperti fluoxetine, paroxetine dan bupropion. Namun, terapi dengan antidepresan trisiklik berkaitan dengan peningkatan perubahan episode mood menjadi mania atau hipomania. Penggunaan MAOI aksi ganda (seperti venlafaxine, duloxetine dan amitriptilin) memiliki resiko terjadinya perubahan mood menjadi mania yang lebih besar dibandingkan obat aksi tunggal (terutama SSRI) (American Psychiatric Association, 2010; Goodwin, et al., 2016).

Tabel Obat-Obatan yang Digunakan dalam Terapi Gangguan Bipolar (Wells, et al., 2015)

Nama Generik Dosis awal Dosis yang biasa digunakan
Litium
Litium karbonat, Litium sitrat 300 mg 2x sehari 900-2.400 mg/hari dalam 2 atau 4 dosis terbagi, lebih disukai dengan makanan
Antikonvulsan (Disetujui FDA)
Divalproex sodium, Asam valproate 250-500 mg 2x sehari 750-3.000 mg/hari (20-60mmg/kg/hari) 1x sehari atau dosis terbagi
Lamotrigin 25 mg/hari 50-400 mg/hari dalam dosis terbagi. Dosis harus ditingkatkan perlahan (contoh: 25 mg/hari selama 2 minggu, kemudian ditingkatkan 50 mg/hari dalam interval mingguan hingga 200 mg/hari)
Carbamazepine 200 mg 2x sehari 200-1.800 mg/hari dalam 2-4 dosisi terbagi
Atipikal Antipsikotik
Aripiprazole 10-15 mg/hari 10-30 mg/hari 1x sehari
Asenapine 5-10 mg 2x sehari sublingual 5-10 mg/hari sublingual
Olanzapine 2,5-5 mg 2x sehari 5-20 mg/hari 1x sehari atau dalam dosis terbagi
Olanzapine + Fluoxetine 6 mg olanzapine + 25 mg fluoxetine/ hari 6 -12 mg olanzapine + 25-50 mg fluoxetine/hari
Quetiapine 50 mg 2x sehari 50-800/hari dalam dosis terbagi atau 1x sehari setelah stabil
Risperidone 0,5-1 mg 2x sehari 0,5-6 mg/hari 1x sehari atau dalam dosis terbagi
Ziprasidone 40-60 mg 2x sehari 40-160 g/hari dalam dosis terbagi. Diminum bersama makanan

Gangguan bipolar merupakan penyakit yang membutuhkan terapi jangka panjanng. Mood stabilizer , antipsikotik dan antidepresan merupakan agen yang paling direkomendasikan dan sering digunakan dalam pengobatan gangguan bipolar.

Berdasarkan studi RCT dan data naturalistik dari pengobatan gangguan bipolar selama lebih dari 4 tahun didapatkan bukti mengenai efikasi dari agen-agen yang digunakan, dengan urutan litium>valproate>olanzapine>lamotrigin>q uetiapine>carbamazepine (Goodwin, et al., 2016).

Litium merupakan mood stabilizer utama yang paling sering digunakan dan dijadikan sebagai “ gold standard ” pengobatan gangguan bipolar terutama untuk pasien dengan mania sebagai episode yang mendominasi. Sekitar 1/3 dari pasien yang mengunnakan litium dalam terapinya tidak menunjukkan adanya perkembangan episode mayor hingga 10 tahun lamanya.

Pada studi yang melibatkan 12,662 pasien bipolar yang menggunakan litium dan divalproex serta agen-agen, menyebutkan bahwa litium dapat menurunkan risiko bunuh diri pasien yang dibuktikan dengan hanya ditemukannya dua kasus kematian akibat bunuh diri dan 15 kasus percobaan bunuh diri jika dibandingkan dengan agen lain sepeti divalproex dan gabapentin (Collins and McFarland, 2008).

Untuk terapi jangka panjang, litium dapat digunakan sebagai monoterapi dan efektif dalam mencegah kambuhnya episode mania, depresi atau campuran keduanya. Jika penggunaan litium tidak efektif, dengan toleransi yang rendan dan pasien tidak patuh dapat digunakan agen lain seperti valproate.

Valproate memiliki ekivalensi yang setara dengan litium. Tidak banyak studi dengan basis RCT yang mendukung ekivalensi valproate, namun terdapat data naturalistik yang mendukung penggunaan valproate sebagai agen alternatif (Goodwin, et al., 2016).

Agen mood stabilizer lain yang umum digunakan ialah lamotrigin. Lamotrigin dapat digunakan sebagai monoterapi pada gangguan bipolar II. Untuk gangguan bipolar I, lamotrigin biasanya dikombinasikan dengan agen antimania untuk penggunaan jangkan panjang.

Agen antipsikotik dapat digunakan dalam pengobatan gangguan bipolar. Pada studi open-label yang dilakukan oleh Chen, et al (2011) terhadap 18 pasien menyatakan bahwa monoterapi olanzapine dapat dipertimbangkan penggunaannya untuk pengobatan gangguan bipolar, terutama untuk pasien yang gagal atau tidak toleran terhadap agen antimania lain sebelum menggunakan olanzapine. Penelitian ini dilakukan dengan menghitung total skor YMRS (Young Mania Rating Scale) untuk mengukur hasil terapi. YMRS merupakan skala yang digunakan untuk menilai gejala mania yang terdiri dari 11 item dan didasarkan pada kondisi subjektif pasien.

Sebuah studi RCT mengenai penggunaan risperidone yang dilakukan oleh Geller, et al (2012) menyebutkan bahwa risperidon secara signifikan lebih baik dibandingkan litium dan divalproex untuk terapi mania akut pada pediatri diukur berdasarkan hasil terapinya (CGI-BP-IM). Hasil ini didukung dengan adanya studi yang menemukan bahwa penggunaan antipsikotik generasi kedua untuk episode mania pada pasien anak-anak memiliki efikasi lebih tinggi dibandingkan plasebo. Respon yang ditunjukkan dengan penggunaan risperidone pada dosis rendah dapat menjadi alternatif pengobatan pada gangguan bipolar.

Penelitiam yang dilakukan oleh Hass, et al (2009) menunjukkan bahwa penggunaan monoterapi risperidone pada pasien anak-anak dan remaja menujukkan adanya penurunan gejala mania secara signifikan pada pemberian dosis 0,5-2,5 mg/hari dan 3-6 mg/hari. Peningkatan yang besar juga terjadi pada subjek yang menerima risperidone dibandingkan subjek yang menerima plasebo pada 7 hari pengobatan awal. Efikasi kedua dosis tersebut diperkuat dengan tingginya respon klinik yang ditunjukkan pasien. Pengukuran data penelitian ini mengindikasikan bahwa rasio manfaat-resiko pengobatan gangguan bipolar dengan dosis 0,5-2,5 mg/hari lebih baik dibandingkan rentang dosis risperidone yang lebih tinggi.

Penggunaan agen antipsikotik lain seperti quetiapine juga telah dibuktikan dapat mengatasi gejala depresi. Penggunaan quatiapine extended-release terbukti efektif dan dapat ditoleransi dengan baik. Studi menggunakan dua dosis quetiapine extended-release (300 mg dan 600 mg) menujukkan tidak adanya perbedaan efikasi antara kedua dosis ini. Namun, pada subjek yang menggunakan dosis 600 mg menunjukkan tingkat terjadinya hipotensi yang lebih tinggi. Onset aksi dari quetiapine dapat dibandingkan dengan plasebo dapat dilihat 1 minggu setelag pengobatan (Porcelli, et al., 2014).

Sementara, efikasi dan keamanan penggunaan antidepresan pada pasien depresi bipolar merupakan isu yang kontroversial. Penggunaan antidepresan dikaitkan dengan peningkatan resiko mania. Terdapat beberapa studi yang mendukung resiko penggunaan antidepresan yang menginduksi gejala mania atau hipomania, salah satunya adalah studi RCT mengenai antidepresan yang digunakan sebagai terapi bersama dengan mood stabilizer yang dilakukan Stanley foundation.

Sumber : Uzlifatul Zannah, Irma Melyani Puspitasari, Rano Kurnia Sinuraya. Review : Farmakoterapi gangguan bipolar, Fakultas Farmasi, Universitas Padjadjaran

Referensi
  • American Psychiatric Association. 2010. Practice guideline for the treatment of patients with bipolar disorder second edition.
  • American Psychiatric Association. 2013. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders Fifth Edition. Washington DC: American Psychiatric Publishing.
  • Axelson D., et al. 2015. Diagnostic Precursors to Bipolar in Offspring of Parents with Bipolar Disorder: A Longitudinal Study. Am J Psychiatry , Vol. 172(7): 638-646.
  • Bauer, M., et al. 2013. Drug Treatment Patterns in Bipolar Disorder: Analysis of Long-term Self-reported Data. International Journal of Bipolar Disorders, 1(5): 1-8.
  • Carlborg, A., et al. 2015. Population study of disease burden, management, and treatment of bipolar disorder in Sweden: a retrospective observational registry study. Bipolar Disorder , 17(1): 76-85.
  • Chen, J., et al. 2011. Safety and efficacy of olanzapine monotherapy in treatment- resistant bipolar mania: a 12-week open-label study. Hum, Psychopharmacol Clin Exp , 26: 588–595.
  • Chisholm-Burns, MA., et al. 2016. Pharmacotherapy Principles & Practice Fourth Edition. New York: McGraw-Hill Education.
  • Collins, JC and BH McFarland. 2008. Divalproex, lithium and suicide among Medicaid patients with bipolar disorder. Journal of Affective Disorder , 107: 23–28.
  • Dipiro, J. T. et al., 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach. 7 ed . New York: McGraw Hill.
  • Geddes, JR and DJ Mikowitz. 2013. Treatment of Bipolar Disorder. The Lancet, 381(9878): 1672-1682.
  • Geller, B., et al. 2012. A Randomized Controlled Trial of Risperidone, Lithium, or Divalproex Sodium for Initial Treatment of Bipolar I Disorder, Manic or Mixed Phase, in Children and Adolescents. Arch Gen Psychiatry , 69(5): 515-528.
  • Goodwin, GM., et al. 2016. Evidence-based guidelines for treating bipolar disorder: Revised third edition recommendations from the British Association for Psychopharmacology. Journal of Psychopharmacology , 30(6): 495-553.
  • Grande, I., et al. 2013. Patterns of Pharmacological Maintenance Treatment in A Community Mental Health Services Bipolar Disorder Cohort Study (SIN-DEPRES). International Journal of Neuropsychopharmacology, 16: 513-523.
  • Haas, M., et al. 2009. Risperidone for the treatment of acute mania in children and adolescents with bipolar disorder: a randomized, double-blind, placebo- controlled study. Bipolar Disorder , 11: 687-700.
  • Keck, PE., et al. 2009. Aripiprazole monotherapy in the treatment of acute bipolar I mania: A randomized, double-blind, placebo- and lithium- controlled study. Journal of Affective Disorder , 112: 36 – 49.
  • Kessing, LV. 2015. Treatment Options in Bipolar Disorder: Lessons from Population-Based Registers with Focus on Lithium. Curr Treat Options Psych , 2(3): 218-228.
  • Lukasiewicz, M., et al. 2013. Young Mania Rating Scale: how to interpret the numbers? Determination of a severity threshold and of the minimal clinically significant difference in the EMBLEM cohort. International Journal of Methods in Psychiatrics Research , 22(1): 46-58.
  • Malhi, GS, et al., 2015. Maintaining mood stability in bipolar disorder: a clinical perspective on pharmacotherapy. Evid Based Mental Health , 18(1): 1-6.
  • McDonald, KC, et al. 2015. Prevalence of Bipolar I and II Disorder in Canada. Can J Psychiatry , 60(3): 151-156.
  • Merikangas, KR., et al. 2011. Prevalence and Correlates of Bipolar Spectrum Disorder in the World Mental Health Survey Initiative. Arch Gen Psychiatry , 68(3): 241-251.
  • Miklowitz, DJ and MJ Gitlin. 2014. Clinician’s Guide to Bipolar Disorder . New York: The Guilford Press.
  • Mitchell, PB, et al. 2009. Recent progress in the pharmacotherapy of bipolar disorder. Future Neurol , 4(4): 493-508.
  • NIMH. 2012. Bipolar Disorder in Adult.
  • Porcelli, S., et al. Quetiapine Extended Release Preliminary Evidence of a Rapid Onset of the Antidepressant Effect in Bipolar Depression. Journal of clinical Psychopharmacology , 34(3): 303-306.
  • Suppes, T., et al. 2009. Maintenance Treatment for Patients with Bipolar I Disorder: Results from a North American Study of Quetiapine in Combination with Lithium or Divalproex (Trial 127). Am J Psychiatry, 166: 476-488.
  • Vieta, E. 2013. Managing Bipolar Disorder in Clinical Practice. 3 ed . London: Springer Healthcare.
  • Viktorin, A., et al. 2014. The risk of switch to mania in patients with bipolar disorder during treatment with an antidepressant alone and in combination with a mood stabilizer. Am J Psychiatry, 171(10): 1067 –1073.
  • Wells, BG., et al. 2015. Pharmacotherapy Handbook Ninth Edition . New York: McGraw-Hill Education.

Bipolar merupakan gangguan kejiwaan, sehingga penanganannya tentunya lebih sulit dibandingkan dengan penyakit fisik. Namun bukan berarti tidak ada harapan dan cara untuk menyembuhkannya. Beberapa cara untuk mengobati bipolar sebagai berikut :

Terapi diri sendiri


Terapi diri sendiri merupakan terapi yang dilakukan oleh dirinya sendiri dengan penuh kesadaran bahwa memang dirinya mengalami gangguan bipolar dan merasa butuh sembuh. Beberapa langkah yang perlu dilakukan untuk terapi diri sendiri yaitu :

  • Mantapkan niat dalam hati bahwa dirinya bisa sembuh. Niat sangat berpengaruh dalam kesembuhan. Niat dapat lebih mensugesti diri karena melakukan terapi diri sendiri sehingga harus benar-benar ada niat dalam hati.

  • Cari informasi sebanyak-banyaknya tentang bipolar, cara mengatasi serta hal-hal lain yang berkaitan dengan bipolar. Semakin banyak informasi yang didapat, semakin membantu melakukan proses penyembuhan diri dari bipolar. Dalam mencari informasi tentunya dengan teliti sumber informasi yang didapat.

  • Sebisa mungkin harus melakukan aktifitas dengan rileks, jauhkan diri dari hal-hal yang dapat menjadikan diri anda stres. Jaga keseimbangan hidup antara bekerja, istirahat dan bersosialisasi dengan lingkungan dan masyarakat. Cobalah rutin melakukan relaksasi jiwa dan pikiran agar lebih menenangkan hati dan pikiran seperti melakukan sholat malam, yoga, meditasi untuk kesehatan atau latihan pernapasan dalam.

  • Temukan dan pilihlah teman yang bisa memotivasi hidup. Orang terdekat seperti keluarga, sahabat atau kekasih biasanya lebih bisa memotivasi diri penderita. Bisa juga mengikuti suatu club atau kelompok penenang hati dan jiwa agar dapat saling sharing dan saling bisa membantu.

  • Susunlah pola hidup sehat lalu kerjakanlah gaya hidup hidup sehat yang sudah disusun, seperti pola tidur, makan dan berolahraga. Istirahat pilihan yang tepat jika kondisi fisik dan pikiran sedang kurang baik.

  • Pantau suasana hati secara mandiri jangan sampai tidak terkendali, segera lakukan hal-hal yang dapat menyadarkan diri sebelum gejala bipolar muncul.

  • Jangan sampai membiarkan pikiran kosong, isilah dengan berbagai kegiatan yang dapat bermanfaat dalam kehidupan, seperti membaca atau sekedar bersantai mengistirahatkan badan.

Dengan obat penenang


Bipolar merupakan gangguan jiwa yang terjadi karena stres, obat penenang akan membantu penderita bipolar menjadi tenang dan kembali pada fase normalnya. Penanganan dengan menggunakan obat mempunyai kelemahan yang lebih banyak dari pada terapi. Obat penenang hanya mampu mengendalikan bukan menyembuhkan. Penyembuhan dengan obat penenang bukan berarti tidak mungkin sembuh, mungkin saja bisa terjadi tetapi harus disertai dengan kondisi penderita yang mampu mengontrol emosi dalam dirinya.

Terapi dengan dokter jiwa


Jika merasa kurang mampu untuk melakukan terapi diri sendiri maka penderita dapat melakukan terapi dengan ahlinya yang berkompeten. Ahli jiwa atau dokter jiwa akan terlebih dahulu mengidentifikasi tingkat dan jenis bipolar yang penderita alami. Setelah berhasil diidentifikasi akan dilakukan terapi untuk membantu penyembuhan bipolar yang dialami penderita. Patuhi dan ikuti petunjuk dokter agar anda dapat sembuh dengan total. Buka mata hati dan pikiran agar tim terapi lebih mudah tuk membantu dalam proses penyembuhan. Walaupun terapi ini dilakukan bersama dokter atau tim ahli, tetapi sebenarnya kunci kesembuhan tetap ada dalam diri sendiri. Keyakinan dan kemauan untuk sembuh sangat mempengaruhi tingkat kesembuhan.