Bagaimana cara Menggunakan Fungsi Otak Kanan untuk Pengajaran Bahasa Asing?

Otak

Bahasa asing merupakan bahasa yang tidak biasa digunakan oleh masyarakat yang mendiami wilayah tertentu: misalnya, bahasa Indonesia dianggap sebagai bahasa asing di Singapura.

Bagaimana memaksimalkan fungsi kerja otak dalam mengajar?

Marjam S. Budhisetiawan berpendapat bahwa, agar kedua belahan otak kiri dan kanan bisa berfungsi optimal, maka pengajar dapat mendayagunakan fungsi otak kanan ke dalam pengajarannya, yaitu menyampaikan materi pelajaran melalui bentuk permainan, peragaan, menggambar, menyanyi, drama, bercerita dan berimajinasi.

Selain mengemas pengajaran dengan lebih menarik dan menyenangkan, pendayagunaan fungsi belahan otak kanan juga menuntut para pengajar untuk memikirkan aktivitas paling optimal, menarik, dinamis dan relatif lebih kecil resiko pengajarannya. Hal ini perlu dilakukan supaya pemelajar remaja yang umumnya takut melakukan kesalahan, dapat belajar secara optimal dan berani untuk berbicara dalam bahasa sasaran.

Menurut Marjam, untuk mewujudkan hal tersebut, ada tiga tahap yang harus diperhatikan pengajar, yakni:

  1. Tahap pemberian informasi. Sebelum diberi dialog, pengajar terlebih dahulu mempersiapkan kerangka berpikir pemelajar dengan memberikan latar belakang situasi atau mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang dihubungkan dengan budaya atau kebiasaan masyarakat bahasa sasaran. Setelah itu, pengajar dapat mengombinasikan pemberian dialog melalui audio dengan benda-benda konkret, gambar, gerakan fisik dan ekspresi emosi.

  2. Tahap peragaan. Pengajar memperkenalkan siswa dengan bahan ajar, kemudian membiarkan mereka memprosesnya secara mendalam dan menebaknya melalui konteks. Dalam hal ini, pengajar harus memperkecil kesalahan menebak mereka dengan memberikan gerakan, ekspresi dan cara konkret lainnya yang memudahkan pemahaman kosakata baru.

  3. Tahap Pelaksanaan. Sesudah pemahaman terjadi, pemelajar diharapkan bisa memproduksi secara terbatas melalui aktivitas yang sederhana. Sesudah itu bisa mengaplikasikannya dalam situasi yang lebih majemuk.

Dalam karyanya ini, Marjam S. Budhisetiawan juga tidak lupa menyisipkan unsur sosiolinguistik. Unsur sosiolinguistik ini diberikannya dalam dialog siswa yang kemudian diperkenalkan pada autentisitas aspek budaya yang melatarbelakangi konteks dialog atau bahasa itu sendiri. Hal ini bisa ditunjukkan melalui peragaan. Namun sebelum dialog diperdengarkan, pengajar dapat melakukan tanya jawab pradialog untuk memudahkan pemelajar masuk ke dalam konteks budaya yang melatarbelakangi dialog. Pemahaman tentang isi dialog bisa dipermudah dengan bantuan gerakan. Hal ini selain akan meningkatkan semangat pemelajar, proses belajar pun menjadi lebih dinamis, terbuka, dan interaktif karena baik pengajar dan murid semua berpartisipasi.

Bersandar pada penjabaran perbedaan fungsi otak di atas serta kaitannya dengan implikasi pada bidang pengajaran, maka penyampaian materi melalui bentuk permainan, peragaan, menggambar, menyanyi, drama, bercerita dan berimajinasi, diharapkan bisa menjadi sebuah pengajaran yang menyenangkan dan menarik untuk remaja.