Bagaimana cara mengendalikan emosi menurut Islam?

Emosi

Emosi merupakan salah satu nikmat Allah yang diberikan kepada manusia. Tetapi, apabila kita tidak dapat mengendalikan emosi kita, bisa jadi hal tersebut akan merusak diri kita sendiri. Bagaimana cara mengendalikan emosi menurut ajaran Islam ?

Pengendalian emosi sangatlah penting dalam kehidupan manusia, khususnya untuk mereduksi ketegangan yang timbul akibat konflik batin yang memuncak. Dalam konteks ini, Al-Qur’an memberi petunjuk pada manusia agar mengendalikan emosinya guna mengurangi ketegangan-ketegangan fisik dan psikis serta efek negatifnya. Begitupula pula dalam hadits Nabi SAW banyak yang mengingatkan pengikutnya untuk selalu mengontrol emosi agar terciptanya kehidupan yang selaras dan seimbang.

Salah satunya adalah pesan Rasulullah SAW sebagaimana diriwayatkan oleh al Bukhari, Malik dan at Tirmidzi, Abu Hurairah berkata: “ada seseorang yang berkata kepada Nabi, nasehatilah saya!Beliau berkata: „Janganlah kamu marah.‟ Orang itu berkata lagi beberapa kali dan Rasul tetap menjawab: „Janganlah kamu marah‟.”

Dalam hadits lain yang diriwayatkan oleh Ath Thabrani, Rasulullah SAW menjawab janganlah marah ketika ada orang yang bertanya tentang apa yang bisa menyelamatkannya dari murka Allah.

Demikian pula pada kesempatan lain Nabi Muhammad menanyakan pada para sahabat: “Siapakah orang yang gagah di antara kalian?” Mereka menjawab: ”Orang yang tidak bisa dibanting oleh oranglain.” Beliau berkata, “Bukan itu, orang gagah adalah orang yang mampu menguasai dirinya ketika marah “( HR Muslim dan Abu Dawud)

Secara teori, terdapat tiga model pengendalian emosi yang dilakukan oleh seseorang ketika menghadapi situasi emosi, yaitu pengalihan, penyesuaian kognitif, dan strategi koping.

Pertama: Pengalihan/ Displacement . Pengalihan merupakan suatu cara mengalihkan atau menyalurkan ketegangan emosi pada obyek lain. Di antara cara yang sering digunakan yakni katarsis, rasionaliasi dan dzikrullah.

  • Katarsis ialah suatu istilah yang mengacu pada penyaluran emosi keluar dari keadaannya. Sebutan lain untuk katarsis ini juga dikenal istilah "ventilasi‟. Sebagai contoh, orang yang sedang jatuh cinta namun tak kuasa menyatakan cintanya karena berbagai sebab, akhirnya dia menulis novel atau kumpulan puisi cinta yang tak lain merupakan penyaluran emosi dari apa yang sedang dialaminya.

  • Rasionalisasi merupakan proses pengalihan dari satu tujuan yang tak tercapai kedalam bentuk lain yang diciptakan dalam pikirannya. Yang dirasionalisasikan adalah alasan yang digunakan dalam pengalihan itu. Terdapat dua tujuan dari rasionalisasi ini, yaitu

    1. mengurangi kekecewaan ketika tujuan tidak tercapai.
    2. memberi motif yang layak atas suatu tindakan dengan memberi alasan yang dapat diterima secara rasio.

    Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi. (QS. An-Nisa : 79)

    Berdasarkan ayat diatas, manusia diminta untuk selalu intropeksi diri, walaupun pada mulanya itu sesuatu yang dianggap buruk dan tidak mengenakkannya. Cara tersebut dikenal dengan hikmah, yang dapat membuat manusia tidak larut dalam emosi negatif dan berpikir tentang kebaikan apa yang Allah kehendaki dibalik tidak tercapainya suatu tujuan.

    Sebagai contoh ketika seseorang berupaya menikahi seseorang yang sangat dicintainya, ternyata mengalami kegagalan. Hikmah diperoleh seseorang dengan mencoba mengenali kebaikan apa yang muncul setelah kegagalan itu. Ternyata kegagalan itu dimaksudkan sebagai penundaan akan kenikmatan yang lebih besar, karena pada akhirnya dia mendapatkan orang yang lebih shalih/shalihah, lebih baik masa depannya, lebih baik dari sisi keturunannya, dan seterusnya.

  • Zikrullah merupakan salah satu cara pengalihan manakala manusia mengalami kesulitan atau permasalahan. Mengingat Allah ini dapat berupa kalimah thayyibah, wirid, doa maupun tilawah Quran. Efek dari aktivitas tersebut, seorang muslim akan merasakan ketentraman dalam menghadapi masalahnya, dan hal itu baik untuk menghasilkan sikap optimis ketika ada harapan tidak terpenuhi.

    “(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’ad : 28)

    Selain itu, zikrullah juga dapat mengalihkan emosi negatif yang dialami seseorang menjadi emosi positif dengan sebab kondisi tenang dan damai yang dirasakannya. Riset-riset terbaru menunjukkan bahwa pelatihan relaksasi zikir untuk menurunkan stres penderita hipertensi esensial, pelatihan relaksasi zikir efektif meningkatkan kesejahteraan subjektif istri yang mengalami infertilitas, terapi relaksasi otot progresif dan zikir efektif menurunkan kecemasan hipertensi esensial pralansia, terapi relaksasi zikir efektif menurunkan stres penderita ginjal kronik yang menjalani hemodialisis .

Kedua: Penyesuaian Kognitif / Cognitive Adjustment. Landasan teori penyesuaian kognitif adalah realitas bahwa kognisi seseorang sangat mempengaruhi sikap dan perilakunya. Penyesuaian kognitif merupakan cara yang dapat digunakan untuk menilai sesuai menurut paradigma seseorang yang disesuaikan dengan pemahaman yang dikehendaki. Pengalaman-pengalaman dalam peta kognisi dicocokkan dengan berbagai hal yang paling mungkin dan pas untuk diyakini.

Terdapat 3 bentuk penyesuaian kognitif, yaitu atribusi kognitif, empati dan altruisme.

  • Atribusi kognitif adalah suatu mekanisme yang menempatkan persepsi berada dalam kondisi positif. Setiap masalah selalu dilihat dari sisi positifnya. Pada kenyataannya, atribusi positif selalu beriringan dengan atribusi negatif terutama yang mengandung konflik yang berkecamuk dalam kehidupan manusia.

    Sebagai contoh ketika seorang sufi terluka tangannya karena teriris pisau, maka alih-alih merasa sedih atau marah, namun mereka meyakini itu sebagai tanda kasih sayang Allah yang mengucurkan darah haram yang mungkin ada dalam diri mereka sehingga kelak tak tersentuh api neraka.

  • Empati merupakan kesadaran dalam diri seseorang untuk turut merasakan apa yang sedang dialami orang lain, baik berupa kesulitan maupun musibah. Dengan kesadaran berempati ini seseorang dapat menimba pengalaman orang lain dalam mereduksi gejolak emosi tatkala peristiwa yang sama menimpa dirinya.

    Ajaran Islam mendorong sikap empati ini karena dengan sikap ini akan melahirkan ketulusan dan dorongan untuk menolong orang lain. Banyak kisah dalam Alquran tentang bagaimana Rasulullah berempati pada para Nabi pendahulunya.

    Dan sesungguhnya rasul-rasul sebelum engkau pun telah didustakan, tetapi mereka sabar terhadap pendustaan dan penganiayaan (yang dilakukan) terhadap mereka, sampai datang pertolongan Kami kepada mereka. (QS. Al-An’am : 34)

  • Altruisme merupakan salah satu prinsip dalam relasi interpersonal. Gambaran altruisme dalam Al Quran dapat dibaca misalnya pada QS 76:8-9 yang melukiskan orang yang memberi pertolongan kepada sesama tanpa pamrih, kecuali mengharap ridho Allah.

    Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. (QS. Al-Insan : 9)

Ketiga: Coping strategy. Coping dimaknai sebagai tindakan seseorang dalam menanggulangi, menerima atau menguasai suatu kondisi yang tidak diharapkan (masalah). Dalam teori psikologi, terdapat dua strategi coping, yaitu emotional focus coping yang berarti fokus penanggulangan pada emosi yang dirasakan, dan problem focus coping yang secara singkat berarti fokus penanggulangan pada masalah yang dihadapi .

Adapun dalam ajaran Islam terdapat 2 mekanisme dalam pengendalian emosi dan menanggulangi masalah, yakni mekanisme sabar dan syukur serta pemaafan.

  • Sabar adalah alan terbaik agar seseorang tidak larut dalam emosi negatif. Secara ilmiah dan alamiah, suatu peristiwa yang menimbulkan emosi utama (mayor) dapat diikuti oleh beberapa emosi minor sekaligus. Sebagaimana yang dikisahkan dalam hadis Rasulullah SAW berikut ini :

    Nabi saw menjumpai seorang wanita sedang menangis di sebuah kuburan (dalam riwayat lain menangisi kematian anaknya) lalu menasehati, “Bertaqwalah kepada Allah dan bersabarlah!” Wanita itu menjawab ketus karena tak mengetahui yang menasehatinya adalah Nabi, “ Bukan urusanmu, kamu tak merasakan musibah yang saya alami!”. (beberapa waktu berselang) wanita itu datang ke rumah Nabi saw dan mengatakan: ”mohon maaf, saya tidak mengenalimu waktu itu (kini aku sudah bersabar)”. Kemudian Nabi bersabda: “sabar itu pada benturan pertama (diawal peristiwa)” (HR Bukhari, Muslim, Turmudzi, Nasaai, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad)

    Kesedihan mendalam seorang ibu atas meninggalnya anak yang disayangi dalam hadis tersebut adalah emosi mayor. Manakala ada pihak yang mencoba menasehati, justru menimbulkan reaksi emosi kedua (minor 1) yaitu marah. Penyesalan atas kemarahan yang ditunjukkan kepada orang yang bermaksud memberi nasehat adalah emosi minor ke-2, apalagi setelah tahu bahwa pemberi nasehat itu adalah Rasulullah, menimbulkan rasa bersalah bercampur rasa malu sebagai emosi minor ke-3 & 4.

    Seluruh emosi yang timbul itu akan menambah beban masalah bagi yang mengalaminya. Karena itu, adalah tepat jika Islam mengajarkan respon terbaik manakala seseorang ditimpa masalah atau kesulitan yaitu dengan bersabar.

  • Selain sabar, ajaran Islam melalui lisan Nabi Muhammad mengajarkan tentang pentingnya pengendalian emosi dengan cara banyak bersyukur. Syukur ini sebuah bentuk pengakuan bahwa segala kenikmatan berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya kapanpun Dia kehendaki. Sikap ini dalam menjaga seorang mukmin dari sikap berlebihan (euforia) dalam menerima kesulitan maupun kemudahan. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS 57:23 sebagai berikut :

    Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.”

Pemaafan ( forgiveness) adalah starategi koping yang penting dalam Islam. Rasulullah SAW adalah pribadi agung yang sangat terkendali emosinya dan mampu menahan amarahnya terhadap stimuli negatif yang dihadapi. Al Quran menggambarkan bahwa sekiranya beliau termasuk orang yang suka mengumbar amarah, niscaya umat telah meninggalkannya (QS 3:159).

Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.

Menahan marah bukan berarti menyimpannya yang sewaktu-waktu diletupkan. Pemberian maaf adalah sebuah proses meleburkan semuanya dan menghadirkan kelapangan dalam hati.

Salah satu ayat yang menjelaskan tentang keutamaan memberi maaf, di antaranya,

yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit dan orang- orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) oranglain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan (QS 3:134).

"Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar.” (QS an-Nahl/16:126-127) .

“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa, maka barang siapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas (tanggungan) Allah. Sesungguhnya Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim. ” (QS asy-Syuura/42:40).

Pemaafan (forgiveness) sendiri terbukti dapat berperan dalam menyelesaikan berbagai konflik yang terjadi antar individu, antar kelompok, bahkan antar bangsa/negara, meningkatkan pengendalian diri, meminimalisasi konflik dengan sesama, bahkan dapat menjadikan orang yang mendzalimi tidak melakukan tindak kedzaliman di masa yang akan datang.