Bagaimana cara mengatasi anak yang mengalami kesulitan belajar ?

Kesulitan belajar

Kesulitan belajar adalah terdapatnya suatu jarak antara prestasi akademik yang diharapkan dengan prestasi akademik yang diperoleh. Mereka selanjutnya menyatakan bahwa individu yang mengalami kesulitan belajar adalah individu yang normal inteligensianya, tetapi menunjukkan satu atau beberapa kekurangan penting dalam proses belajar, baik persepsi, ingatan, perhatian, ataupun fungsi motoriknya.

Bagaimana cara mengatasi anak yang mengalami kesulitan belajar ?

Usaha untuk mengatasi kesulitan belajar adalah dengan melakukan pemberian bantuan kepada anak didik yang mengalami kesulitan belajar sesuai dengan masalah yang dihadapi anak.

Bentuk usaha yang mungkin dapat dilakukan menurut Djamarah (2008) adalah :

  1. Melalui bimbingan belajar individual.
  2. Melalui bimbingan belajar kelompok.
  3. Melalui remedial teaching untuk mata pelajaran tertentu.
  4. Pemberian bimbingan pribadi untuk mengatasi masalah-masalah psikologis.
  5. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik secara umum.
  6. Pemberian bimbingan mengenai cara belajar yang baik sesuai dengan karakteristik setiap mata pelajaran.

Pemberian bantuan bimbingan belajar dapat dilakukan oleh guru di sekolah, tetapi untuk pemberian bimbingan karena masalah psikologis harus ditangani oleh tim kesehatan mental salah satunya perawat jiwa. Dalam ilmu psikologi, terdapat beberapa terapi yang dapat dilakukan terkait adanya masalah psikososial pada anak antara lain psikoedukasi keluarga, terapi perilaku kognitif, sosial skill training, terapi kelompok terapeutik. (Sundberg, Winebarger & Taplin, 2007).

Definisi Kesulitan Belajar


Menurut National Institute of Health, USA kesulitan belajar adalah hambatan atau gangguan belajar pada anak dan remaja yang ditandai oleh adanya kesenjangan yang signifikan antara taraf intelegensia dan kemampuan akademik yang seharusnya dicapai. Lebih lanjut dijelaskan bahwa kesulitan belajar kemungkinan disebabkan oleh gangguan di dalam sistem saraf pusat otak (gangguan neurobiologis) yang dapat menimbulkan gang- guan perkembangan seperti gangguan perkembangan bicara, membaca, menulis, pemahaman dan berhitung. Selain definisi tersebut di atas, menurut Sudrajat kesulitan belajar siswa mencakup pengertian yang luas, di antaranya:

  • learning disorder ;
  • learning disfunction ;
  • underachiever ;
  • slow learner , dan
  • learning disabilities.

Learning Disorder
Learning disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar, potensi dasar- nya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan, sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi yang dimilikinya. Contoh: siswa yang sudah terbiasa dengan olah raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan lemah-gemulai.

Learning Disfunction
Learning disfunction merupakan gejala dimana proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik, meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis lainnya. Contoh: siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat menguasai permainan volley dengan baik.

Under Achiever
Under achiever mengacu kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong rendah. Contoh: siswa yang telah dites kecerdasannya dan menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130 – 140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat rendah.

Slow Learner
Slow learner atau lambat belajar adalah siswa yang lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang lebih lama diban- dingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf potensi intelektual yang sama.

Learning Disabilities
Learning disabilities atau ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah potensi intelektualnya.

Mengatasi Kesulitan Belajar


Sebelum menetapkan alternatif pemecahan masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu melakukan identifikasi (upaya mengenali gejala dengan cermat) terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut diagnosis yang bertujuan menetapkan “jenis penyakit” yakni jenis kesulitan belajar siswa.
Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemu- kannya kesulitan belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai “diagnostik” kesulitan belajar.

Banyak langkah-langkah diagnostik yang dapat ditempuh guru, antara lain yang cukup terkenal adalah proses Weener dan Senf sebagai- mana yang dikutip Syah sebagai berikut:

  • Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti pelajaran.
  • Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan belajar.
  • Mewancarai orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
  • Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk menge- tahui hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
  • Memberikan tes kemampuan intelegensia (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami kesulitan belajar.

Secara umum, langkah-langkah tersebut di atas dapat dilakukan dengan mudah oleh guru kecuali langkah ke-5 (tes IQ). Untuk keperluan tes IQ, guru dan orang tua siswa dapat berhubungan dengan klinik psikologi. Dalam hal ini, yang sangat perlu dicatat ialah apabila siswa yang mengalami kesulitan belajar itu ber-IQ jauh di bawah normal (tuna grahita), orang tua hendaknya mengirimkan siswa tersebut ke lembaga pendidikan khusus anak-anak tuna grahita, karena lembaga/sekolah biasa tidak menyediakan tenaga pendidik dan kemudahan belajar khusus untuk anak-anak anormal. Selanjutnya, para siswa yang nyata-nyata menunjuk- kan misbehavior berat seperti perilaku agresif yang berpotensi antisosial atau kecanduan narkotika, harus diperlakukan secara khusus pula, umpamanya dimasukkan ke lembaga pemasyarakatan anak-anak atau ke “pesantren” khusus pecandu narkotika.

Adapun untuk mengatasi kesulitan belajar siswa pengidap sindrom disleksia, disgrafia, dan diskalkulia sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, guru dan orang tua sangat dianjurkan untuk memanfaatkan support teacher (guru pendukung). Guru khusus ini biasanya bertugas menangani para siswa pengidap sindrom-sindrom tadi di samping melakukan remedial teaching (pengajaran perbaikan).

Sayangnya di sekolah-sekolah di Indonesia tidak seperti di kebanyakan sekolah negara-negara maju, belum menyediakan guru-guru pen- dukung. Namun, untuk mengatasi kesulitan karena tidak adanya support teacher itu orang tua siswa dapat berhubungan dengan biro konsultasi psikologi dan pendidikan yang biasanya terdapat pada fakultas psikologi dan fakultas keguruan yang terkemuka di kota-kota besar tertentu.

Banyak alternatif yang dapat diambil guru dalam mengatasi kesulitan belajar siswanya. Akan tetapi, sebelum pilihan tertentu diambil, guru sangat diharapkan untuk terlebih dahulu melakukan beberapa langkah penting sebagaimana yang dikemukakan Syah (2000: 175) sebagai berikut:

  • Menganalisa hasil diagnosis, yakni menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang dihadapi siswa.
  • Mengidentifikasi dan menentukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan.
  • Menyusun program perbaikan, khususnya program remedial teaching (pengajaran perbaikan).
  • Melaksanakan program perbaikan