Berdasarkan penelitian Gina dan Jessica (2007) ditemukan bahwa orangtua sering sekali merespon anak yang tantrum dengan cara yang tidak tepat, yakni 59 mencoba menenangkan anak, 37 mengacuhkan dan sebanyak 31 % menyuruh anak diam. Data ini menunjukan bahwa orangtua sering keliru ketika menghadapi anak yang mengalami tantrum. Padahal, sejatinya tantrum adalah sebuah kesempatan bagi orangtua untuk mengenalkan emosi marah pada anak dan bagaimana mengatasinya. Karena itulah penting sekali bagi orangtua untuk mengetahui cara merespon tantrum secara tepat. Bagaimana pencegahannya, tindakan apa yang perlu dilakukan dan tindakan yang perlu dihindari saat tantrum berlangsung serta bagaimana orangtua mengenalkan anak mengenai manajemen marah paska tantrum.
Pencegahan
Tasmin (2002) mengemukakan bahwa untuk mencegah terjadinya tantrum dapat dilakukan dengan mengenali kebiasaan-kebiasaan anak dan mengetahui secara pasti pada kondisi-kondisi seperti apa tantrum terjadi pada anak.
Misalnya, pada anak yang aktif bergerak dan gampang stres maka orangtua perlu mengatur kondisi agar anak tidak dibuat bosan agar selama perjalanan diusahakan sering-sering beristirahat di jalan, untuk memberikan waktu bagi anak berlari-lari di luar mobil. Mendampingi anak mengerjakan tugas-tugas sekolah dan mengajarkan hal- hal yang dianggap sulit, akan membantu mengurangi stres. Mendampingi anak bahkan tidak terbatas pada tugas-tugas sekolah, tapi juga pada permainan-permainan, sehingga ketika ia mengalami kesulitan orangtua dapat membantu dengan memberikan petunjuk. Hal lain yang bisa dilakukan adalah orangtua perlu memperlakukan anak secara tepat dengan tidak terlalu memanjakan dan tidak pula terlalu menelantarkan anak, hubungan anak adalah hubungan kasih sayang dan perhatian yang proposional.
Mah (2008) menambahkan beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mencegah tantrum, yakni perlunya mengidentiMkasi konsekuensi dari tantrum, maksudnya bahwa orang tua perlu mengetahui adakah perilaku dari orangtua atau orang lain disekitar anak yang justru mendorong dan memberi penguatan terhadap terjadinya tantrum. Jika ada maka perlu dihilangkan. Selain itu, perlu juga diwujudkan atau dibangun sebuah sistem reward (penghargaan) untuk menjaga anak tetap berperilaku terkontrol. Memberikan penghargaan atau hadiah pada saat tantrum terjadi adalah tidak tepat sebab akan mengkondisikan anak untuk selalu mengulanginya. Untuk anak yang usianya lebih tua perlu diajarkan dan dilatih dengan coping skill dalam menghadapi situasi yang dapat membuat dia tantrum.
Lorenz (2010) juga memberikan pandangan tentang bagaimana mencegah terjadinya tantrum ketika akan melakukan perjalanan atau mengunjungi suatu tempat. Sebelum berangkat penting sekali membangun kesepahaman dengan anak. Orangtua perlu menjelaskan apa yang akan dilakukan, di mana, dan berapa lama kegiatan tersebut, lalu minta persetujuan anak. Ceritakan perilaku yang diharapkan dan tidak diharapkan oleh orangtua. Tentu saja disampaikan dengan kalimat positif, lembut, dan menggunakan kata-kata yang meminta (mengharap) dan menggunakan ungkapan yang dapat dirasakan oleh anak. Jika sudah sampai di tempat yang dikunjungi dan anak melanggar kesepakatan tersebut, maka tugas orangtua untuk mengingatkan. Ini juga merupakancarauntukmengajarnilaikonsistensi pada anak. Jika anak tetap menuntut, maka ada satu cara yang dapat dilakukan orangtua, yang disebut making a game out of the child’s demand, yakni keterampilan berbahasa untuk keluar dari tuntutan anak, sebagai contoh dapat dilihat pada percakapan di bawah ini:
Anak : “Saya mau permen!
Orangtua : “Mama mau roket untuk pergi ke bulan.”
Anak : “beri saya permen!”
Orangtua : “beri mama roket untuk pergi ke bulan.”
Anak : “beri saya permen!”
Orangtua : “mama akan memberi permen jika ade memberi roket .”
Anak : “ini.” (seolah-olah memberi roket.)
Orangtua :“ini.” (seolah-olah memberi permen.)
Anak : “tapi ini Cuma boongan.”
Orangtua : “ade juga memberi mama roket boongan.”
Anak : “tapi saya tidak punya roket beneran!”
Orangtua : “mama juga tidak punya permen beneran!”
Tavris (2008) memberikan beberapa panduan untuk orangtua guna mencegah terjadinya tantrum yaitu :
- mengalihkanperhatian anak,
- mencoba menemukan alasan kemarahan,
- menghindari rasa malu kepada anak perihal rasa marah,
- ajarkan anak mengenai intensitas tingkat kemarahan,
- atur secara jelas batasan harapan akan manajemen kemarahan sesuai dengan usia, kemampuan dan tempramennya,
- mengembangkan komunikasi terbuka dengan anak dan mengajarkan empati dengan memberikan pemahaman akan efek yang bisa ditimbulkan dari sikap mereka terhadap orang lain.
Tindakan yang Perlu Dilakukan dan Dihindari Saat Tantrum Terjadi
Ketika tantrum terjadi hal yang sangat penting bagi orangtua adalah segera mengambil tindakan yang tepat, sebab apapun tindakan yang dilakukan oleh orangtua akan berdampak pada perilaku dan respon anak pada masa- masa yang akan datang, maka orangtua perlu memahami apa saja yang perlu dilakukan dan hal apa saja yang mestinya dihindari.
Ada tiga hal yang perlu dilakukan sesegera mungkin saat tantrum terjadi, yaitu :
- memastikan segalanya aman,
- perlunya orangtua mengontrol emosinya,
- tidak ambil peduli terhadap pandangan sinis atau ucapan negatif serta segala bentuk reaksi dari lingkungan.
Jika tantrum terjadi maka biarkanlah anak untuk melampiaskan emosinya tapi pastikan bahwa segala sesuatunya dalam keadaan aman, baik bagi anak, pengasuh, termasuk benda-benda yang kemungkinan bisa dirusak. Segera evakuasi anak pada tempat-tempat yang empuk seperti kasur atau sofa, jauhkan anak pada benda-benda yang rawan untuk dirusak seperti televisi, hand-phone, remote control dan lain-lain.
Ada baiknya jika anak didekap atau dipeluk dengan penuh kasih sayang akan tetapi jika dia meronta-ronta, memukul atau bahkan mencakar orangtua atau pengasuhnya sebaiknya tindakan ini jangan dilakukan sebab hanya akan memicu dan memprovokasi orangtua untuk bertindak kasar pada anak. Orangtua harus tetap tenang serta berusaha mengontrol emosi untuk tetap stabil. Jaga emosi jangan sampai memukul dan berteriak-teriak marah pada anak. Jika terjadi pada tempat umum (ruang publik) seperti swalayan, pesawat, kendaraan umum, kemungkinan besar lingkungan akan memberikan reaksi negatif yang dapat memicu emosi orangtua, maka yang perlu dilakukan adalah jangan terpengaruh dengan reaksi tersebut tetap sabar dan kendalikan emosi (Tasmin, 2008).
Tindakan yang perlu dihindari adalah membujuk, berargumen, memberikan nasihat-nasihat moral agar anak diam. Usaha menghentikan tantrum dengan cara-cara seperti itu ibarat “menyiram bensin dalam api”, anak akan semakin kuat mengekspresikan kemarahannya dan intensitasnya meningkat. Meminta anak untuk diam dengan memberi hadiah atau menjanjikan hadiah juga merupakan tindakan yang perlu dihindari. Sebab, sama saja mengajarkan anak untuk menggunakan tantrum sebagai senjata untuk meluluskan keinginannya atau mendapatkan hadiah. Paling penting untuk dihindari adalah memaksa anak diam dengan kata-kata kasar atau menggunakan hukuman Msik dan kekerasan (mencubit, memukul, menjewer, mengurung dalam kamar mandi, mengikat dan lain-lain), sebab hal ini sama dengan mengajarkan anak menggunakan cara- cara kekerasan jika menghadapi satu masalah (Lorens, 2010 ; Tasmin, 2008).
Salah satu tehnik yang dapat digunakan pada saat anak sedang tantrum adalah mengangkatnya ke kamar sesegera mungkin dan mengisolasinya selama 2 atau 3 menit. Hal ini juga memberi kesempatan kepada orangtua untuk mengontrol emosinya. Dua atau tiga menit sudah cukup untuk mencegah orangtua terprovokasi menggunakan kekerasan. Tidak perlu menasehati, tetapi sebelum meninggalkan kamar, orangtua hanya perlu mengemukan ungkapan seperti “mama akan meninggalkan ade di kamar ini sampai kamu tenang dan siap untuk bicara dengan tenang”. Cara ini akan sangat membantu orangtua menjaga anak secara úsik dan bisa tetap konsisten pada aturan, terutama kepada anak yang lebih tua dan anak usia sekolah (Tavris, 1989).
Satu hal lagi yang perlu dihindari oleh orangtua, yakni meluluskan keinginan anak yang semula dilarang dengan harapan dia akan diam dan berhenti tantrum. Cara ini mungkin efektif untuk menghentikan tantrum anak pada saat itu tapi mungkin juga tidak. Hanya saja yang perlu ditekankan mengapa hal ini perlu dihindari sebab cara ini akan memberi efek negatif pada perkembangan anak dan pola relasi dengan orangtua dalam pengasuhan. Seperti juga dengan cara memberi hadiah cara ini memberikan penguatan kepada anak untuk menggunakan cara cara seperti meraung- raung, mengamuk, mengumpat dan bentuk tantrum lainnya sebagai bentuk “demontrasi” guna mendapatkan posisi tawar memuluskan keinginan dan harapannya yang terhalang oleh pertimbangan orangtua. Tentu saja ini dapat diterapkan pada anak yang relatif sudah lebih dewasa, sekitar usia 3-6 tahun.
Ketika Tantrum Telah Berlalu
Jika anak sudah mulai reda tunjukkanlah ekspresi cinta pada anak dan biarkan dia merasa aman. Ajak anak untuk bermain dan bergembira. Tunjukkan kasih sayang pada anak, sekalipun ia telah berbuat salah. Orangtua perlu mengevaluasi mengapa tantrum terjadi.
Apakah benar-benar anak yang berbuat salah atau orangtua yang salah merespon keinginan anak, atau karena anak merasa lelah, frustrasi, lapar atau sakit. Jika anak yang dianggap salah, orangtua perlu berpikir untuk mengajarkan kepada anak nilai-nilai atau cara-cara baru agar anak tidak mengulangi kesalahannya. Kalau memang ingin mengajar dan memberi nasihat, jangan dilakukan segera setelah tantrum berakhir, tapi lakukanlah ketika keadaan sedang tenang dan nyaman bagi orangtua dan anak. Waktu yang tenang dan nyaman adalah ketika tantrum belum terjadi, bahkan ketika tidak ada tanda-tanda akan terjadi tantrum. Saat orangtua dan anak sedang gembira, tidak merasa frustrasi, lelah dan lapar merupakan saat yang ideal.
Berdasar uraian di atas dapat terlihat bahwa kalau orangtua memiliki anak yang “sulit” dan mudah menjadi tantrum, tentu tidak adil jika dikatakan sepenuhnya kesalahan orangtua. Namun harus diakui bahwa orangtualah yang punya peranan untuk membimbing anak dalam mengatur emosinya dan mempermudah kehidupan anak agar tantrum tidak terus-menerus meletup. Beberapa saran di atas mungkin dapat berguna bagi anda terutama bagi para ibu/ayah muda yang belum memiliki pengalaman mengasuh anak.
Sumber : Syamsuddin, Mengenal perilaku tantrum dan bagaimana mengatasinya, PSTW “Gau Mabaji” Gowa
Referensi
- Lorenz, B., E., (2010) How to Deal With Your Child’s Temper Tantrums. http://www. Dealing With Your Child's Tantrums.
- Mah, R. (2008). The One-Minute Temper Tantrum Solution: Strategies for Responding to Children’s Challenging Behaviors. Thousand Oaks: Corwin Press.
- Tasmin, M.,R.,S., (2008) Tantrum. http:// keluargasehat. wordpress. com/2008/04/02/tantrum/.
- Gina, M., & Jessica, T. (2007). Tantrums and Anxiety in Early Childhood: A Pilot Study. Early Childhood Research And Practice Juornal. Vol. 9 No. 2.
- Tavris, C. (1989). Anger: The misunderstood emotion (rev.ed). New York: Simon and Schuster.