Bagaimana cara mengajak generasi milenial untuk bergabung ke sektor pertanian?

Halo semuanya!

Melihat potensi anak muda terutama generasi milenial sangat besar maka hal tersebut akan berpotensi untuk di bidang Pertanian.

Namun, tidak menutup fakta bahwa masih sedikit generasi milenial yang menggeluti bidang pertanian.

Lalu, bagaiamana cara agar generasi milenial menggeluti bidang pertanian sehingga potensi bidang pertanian bisa dikembangkan dan dimanfaatkan dengan berkelanjutan?

1 Like

Hay juga, sharing aja nih menurutku peran pemerintah juga sangat diperlukan dimana pemerintah memberikan edukasi" tentang prospek kerja pada bidang pertanian.

Sebenarnya sudah banyak anak muda yang menggeluti bidang pertanian akan tetapi setelah mereka terjun ke dunia kerja mereka pindah haluan,atau lintas bidang yang digeluti.

Entah pemerintah yang kurang menyediakan lapangan kerja atau masalah hasil pertanian yang murah dan kurang menghasilkan dari modal awal, atau masalah yang lain. Kebanyakan itu yang dikhawatirkan di era millenial sekarang.

Yang pasti kita harus menanamkan pada diri sendiri bahwa di bidang pertanian bukan pekerjaan yang rendah kok, jika kita menerapkan hasil pertanian dengan maksimal tentunya akan tercipta lapangan kerja dan memajukmemajukan sektor pertanian di Indonesia.

2 Likes

Menurut aku sektor pertanian merupakan panggilan hati, dimana didalamnya terdapat kesabaran dan keberanian, petani identik dengan kesederhanaan, hal tersebut yang membuat sedikit org mau menggeluti pertanian karna lebih melihat peluang di sektor industri yang memiliki sedikit risiko, mereka hanya tau petani itu miskin dan kerjanya cape, belum lagi ada kerugian karna ketimpangan harga produksi yg sangat jauh dari harga pasar.

Cara sederhana untuk menggait generasi millenial bisa dimulai dari diri kita sendiri, sharing hal-hal unik lewat sosmed, mendokumentasikan kegiatan bercocok tanam, karna hal tersebut ngaruh banget untuk orang-orang disekitar kita, hal tersebut kerasa di sekitar aku, temen-temen jadi suka tanam menanam

1 Like

Menurut Kementrian Pertanian (2015), dalam Rencana Startegis Kementrian Pertanian 2015-2019, salah satu tantangan pertanian ke depan adalah bagaimana menarik minat dan mengubah pola pikir generasi muda terhadap pertanian bahwa masih banyak potensi pertanian yang masih belum dimanfaatkan secara optimal. Berdasarkan Rencana Strategis Kementrian Pertanian 2015- 2019 untuk menumbuhkan minat generasi muda telah dilakukan berbagai upaya yaitu mengembangkan dan memperkenalkan teknologi yang memberikan kemudahan dalam melakukan produksi di tingkat onfarm dan off farm. Selain itu, dibuka akses yang lebih besar pada pemuda, terutama pemuda yang telah menyelesaikan pendidikan di tingkat SLTA atau perguruan tinggi untuk dapat membuka usaha di bidang pertanian. Dalam meningkatkan keterampilan petani juga telah dikembangkan Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S). Lembaga pelatihan tersebut merupakan lembaga yang dimiliki dan dikelola oleh petani secara swadaya baik perorangan maupun kelompok. Selain itu, dikembangkan pula Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) yang merupakan kegiatan pendidikan moral dan sosial di dalam masyarakat, serta mempunyai kekuatan dan potensi untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan pedesaan. LM3 dikembangkan pada lembaga–lembaga keagamaan seperti pesantren, seminari, paroki, pasraman dan vihara.

Saat ini Kementrian Pertanian juga telah mengembangkan program Tani Milenial untuk menarik minat generasi muda. Program ini melibatkan santri dari seluruh Indonesia melalui dialog dan pelatihan agribisnis agar bisa menerapkan praktik usaha modern pertanian dari hulu ke hilir. Pemerintah juga memberikan bantuan fasiitas berupa benih unggul, alat pertanian, dan sebagainya. Pembangunan pertanian lebih maju dan modern berbasis inovasi dan teknologi yang mampu menghasilkan produk yang bernilai ekonomi tinggi yang dibutuhkan pasar merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya tarik generasi muda pada sektor pertanian. Untuk itu beberapa hal penting harus dipersiapkan di perdesaan, yaitu:

  1. Membangun dan memperbaiki infrastruktur pertanian di perdesaan
  2. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia generasi muda pertanian yang lebih baik
  3. Mendorong kebijakan dan regulasi yang tepat terutama dalam kaitannya dengan kepastian mendapatkan lapangan kerja yang sesuai dengan keahlian dan keterampilan para generasi muda.

Menurut Susilowati (2016), produktivitas dan profitabilitas usaha pertanian, kesempatan kerja yang tersedia, serta kenyamanan dan kepuasan kerja diperlukan untuk menarik generasi muda untuk bekerja di bidang pertanian. Di sisi lain, generasi muda sebagai juga memerlukan perbaikan dan peningkatan pendidikan dan keterampilan agar sesuai dengan kebutuhan pertanian. Beberapa kebijakan yang diperlukan untuk menarik generasi muda bekerja di sektor pertanian, antara lain:

  1. Mengubah persepsi generasi muda terhadap pertanian,
  2. Mengembangan agroindustri sehingga menciptakan nilai tambah yang tinggi di sektor hilir,
  3. inovasi teknologi untuk menarik minat pemuda bertani atau berkebun di lahan-lahan perkotaan,
  4. insentif khususnya kepada petani muda atau petani pemula yang ingin memulai usaha di bidang pertanian.

Menurut Mahudin dan Shabahati (2017), upaya untuk meningkatkan minat generasi muda ke pertanian yaitu

  1. optimalisasi dana desa untuk kemajuan pertanian,
  2. penambahan lembaga pendidikan vokasional untuk meningkatkan minat membangun sektor pertanian,
  3. peran lembaga pendidikan untuk mengubah pola piker,
  4. kontribusi langsung mahasiswa di sektor pertanian yang diharapkan dapat melakukan pembaruan di bidang teknologi pertanian serta memberikan pengarahan tentang penggunaan teknologi tersebut kepada para petani konvensional,
  5. mendukung agripreneur

Menurut Nugroho dan Waluyati (2018), adanya insentif seperti pelatihan akan semakin menarik banyak generasi muda untuk beraktivitas di sektor pertanian. Selain itu, dukungan alat mesin modern membuat generasi muda tertarik dengan pertanian karena kemudahan dalam pengelolaan komoditas. Menurut Suratha (2013), adanya kompensasi dari pihak pemerintah terhadap petani sangat penting terutama yang bersedia melakukan usaha pertanian. Selain itu diperlukan adanya pemetaan yang tepat sehingga tanah pertanian tidak tergerus oleh adanya modernisasi dengan adanya pembangunan perumahan, pertokoan, dan sebagainya. Kompetensi petani muda di bidang pertanian juga perlu ditingkatkan dengan mengirim petani muda berprestasi ke luar negeri dan mengikutsertakan pada kegiatan diklat - diklat pertanian yang ada di dalam negeri guna mengembangkan potensi diri dan mampu menyebarluaskan ke kalangan petani muda lain di desanya. Kegiatan penumbuhan karakter minat pada sektor pertanian pada anak juga perlu dimulai sejak usia dini dengan cara mengajak anak tersebut untuk terjun langsung dalam mengolah usaha pertanian. Mengajarkan hal-hal kecil yang mampu menumbuhkan minat mereka dalam berusahatani. Kurikulum ekstrakurikuler di sekolah mulai dari TK sampai dengan SMA perlu ditingkatkan guna memacu ketertarikan mereka di dunia pertanian menuju wirausaha pertanian. Menyadarkan para orangtua mengenai keberlanjutan pertanian itu penting demi ketahanan pangan di Indonesia dan demi keberlanjutan usaha pertanian keluarga.

Adanya sosialasi yang tepat dan berkelanjutan guna menumbuh kembangkan minat petani muda dalam berusahatani dan menekuni bidang pertanian. Penyuluh dan para petani muda harus saling bersinergi dalam pengembangan usaha pertanian. Diperlukan kerjasama yang tepat yang mampu menyadarkan para petani muda supaya tetap berminat di usaha pertanian. Aplikasi teknologi baru juga sangat diperlukan guna mendukung usaha pertanian dan untuk menarik minat kaum muda. Selain itu, dalam mengatasi kondisi lingkungan yang tidak menentu perlu adanya teknologi pertanian digital sesuai dengan zamannya. Sehingga memungkinkan perkiraan dalam peningkatan hasil pertanian dalam menghadapi dampak lingkungan hidup yang sekarang ini.

Dalam menarik minat pemuda dibutuhkan intervensi pemerintah untuk mengintegrasikan pengembangan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan, dukungan fasilitas, dan pendampingan atau monitoring yang berkelanjutan dalam aspek teknis maupun keuangan. Selain itu penghargaan bagi petani muda yang berprestasi juga perlu dilakukan untuk mendorong petani muda semakin mengembangkan usahataninya. Selain itu, dibutuhkan pendekatan terpadu yang mempertimbangkan keragaman aspirasi dari pemuda dan kemampuan, minat, serta tantangan yang terkait dengan akses ke sumber daya serta permasalahan di sektor pertanian. Kemitraan yang kuat antara masyarakat pedesaan, akademisi, penelitian, dan sektor swasta untuk peningkatan pembangunan pertanian yang berkelanjutan juga penting untuk di lakukan. Masyarakat pedesaan sangat penting untuk memberikan dorangan moral bagi petani muda untuk berusahatani di pertanian serta bersama-sama membangun pertanian berkelanjutan. Akademisi dan peneliti juga diperlukan untuk memacu petani muda melakukan inovasi-inovasi dan memberikan pendampingan dalam usahataninya. Pendampingan tersebut dapat berupa memberikan pelatihan, monitoring, dan konsultasi. Sedangkan sektor swasta dapat memberikan bantuan dalam bidang input (saprodi) ataupun output (pemasaran).

Referensi

Arvianti, E. Y., Masyhuri, Lestari, R. W., dan Dwijono, H. D. 2019. Gambaran Krisis Petani Muda di Indonesia. Jurnal Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. 8 (2) : 168-180

Kementrian Pertanian. 2015. Rencana Strategis Kementrian Pertanian Tahun 2015-2019. Jakarta Selatan: Kementrian Pertanian RI.

Mahudin, F. N., dan Shabahati, I. 2017. Krisis Petani Muda Masa Depan. Kinerja Logistik Indonesia Hingga Kini, 2(21): 3–8.

Nugroho, A. D., dan Waluyati, L. R. 2018. Upaya Memikat Generasi Muda Bekerja pada Sektor Pertanian di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Ilmu Pemerintahan Dan Sosial Politik UMA, 6(1): 76–95.

Suratha, I. K. 2013. Krisis Petani Berdampak pada Ketahanan Pangan di Indonesia. Media Komunikasi Geografi, 16(1): 67–80.

Susilowati, S. H. 2016. Femomena Penuaan Petani dan Berkurangnya Tenaga Kerja Muda serta Implikasinya bagi Kebijakan Pembangunan Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi, 34(1): 35–55.

1 Like