Bagaimana cara mencegah kesalahan pelayanan obat atau Medication Error?

kesalahan pelayanan obat atau Medication Error

Medication Error ( ME ) atau kesalahan pelayanan obat merupakan setiap kejadian yang dapat dihindari yang menyebabkan atau berakibat pada pelayanan obat yang tidak tepat atau membahayakan pasien sementara obat berada dalam pengawasan tenaga kesehatan atau pasien. NCC MERP

Bagaimana cara mencegah kesalahan pelayanan obat atau Medication Error ?

Cara Mencegah Medication Eror adalah sebagai berikut :

1) Informasi adekuat tentang obat dan terapetik

Informasi tentang obat yang tidak memadai, seperti referensi yang sudah kadaluwarsa atau terbatas, adalah salah satu penyebab tersering medication error, dengan 35% adverse drug events yang bisa dicegah disebabkan oleh kurangnya informasi tentang obat. Sebagian dari insiden ini terjadi karena kurangnya informasi tentang obat saat peresepan.

  • Mempunyai referensi obat. Tidak realistik mengharapkan dokter tahu segala hal tentang puluhan ribu obat di pasaran. Untuk membantu menurunkan risiko pada pasien, pastikan bahwa semua anggota staf yang meresepkan, menyerahkan, memberikan obat atau memberi edukasi pada pasien tentang obat mendapat akses yang mudah pada informasi obat terkini dan sumber pendukung pengambilan keputusan lainnya. Putuskan satu set referensi informasi obat yang akan digunakan dan mutakhirkan minimal setahun sekali atau kapankan ada edisi baru. Selain itu, pertimbangkan menggunakan personal digital assitant/mobile phone/gadgets dengan software informasi obat yang mutakhir (misalnya Epocrates).

  • Menetapkan guideline. Guideline obat tertulis yang memuat dosis, kontraindikasi, tindakan pencegahan dan informasi penting lainnya untuk obat-obat yang sering digunakan sangat berharga. Rujuk ke panduan nasional, label paket produk obat, dan sumber tentang obat lainnya untuk menciptakan guideline yang akan mudah diikuti oleh anggoat staf.

  • Identifikasi obat-obat high-alert. Kita harus mengidentifikasi daftar obat high-alert yang memerlukan kehatian-hatian ekstra saat memberikan, meresepkan, dan menyerahkan obat. Obat-obat high- alert adalah obat yang mempunyai kecenderungan untuk menyebabkan harm serius pada pasien saat digunakan secara salah, misalnya warfarin, LMWH, insulin, obat antidiabetik oral, opiat, dan metotreksat. ISMP telah menyusun daftar 14 obat high alert dan daftar 19 kelas/kategori obat high alert.

    Untuk obat-obat pada usia lanjut, bisa merujuk ke Beers list, yang merupakan daftar 48 obat individual atau kelas untuk dihindari pada pasien > 65 tahun, karena risikonya sangat tinggi dan alternatifnya yang lebih aman tersedia. Beers list mencakup fluoksetin harian karena waktu paruhnya yang panjang dan risiko mengakibatkan stimulasi berlebihan pada sistem syaraf pusat dan meningkatkan agitasi; NSAID yang tidak selektif COX karena potensinya mengakibatkan perdarahan saluran cerna, gagal ginjal, tekanan darah tinggi dan gagal jantung; relaksan otot karena ditoleransi buruk oleh lansia dan menyebabkan efek samping antikolinergik, sedasi dan kelemahan; dan dosis besar benzodiazepin jangka pendek karena lansia umumnya sangat sensitif terhadap obat ini.

Menurut WHO, Adverse drug reaction adalah setiap respons terhadap obat yang membahayakan dan tidak disengaja, serta terjadi pada dosis yang digunakan untuk profilaksis, diagnosis, atau terapi. Adverse drug reaction dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu yang bisa diprediksi dari pengetahuan tentang efek obat pada tubuh (Tipe A); dan reaksi yang tidak bisa diprediksi dan tidak biasa yang terjadi pada individu tertentu (Tipe B). Reaksi Tipe B lebih jarang, tetapi mungkin bisa lebih serius daripada reaksi tipe A.

Gambar berikut ini menunjukkan hubungan antara adverse drug reaction dan medication error. Ukuran relatif setiap kategori bervariasi tergantung jumlah aktual medication error dan adverse drug reaction pada suatu lokasi pelayanan kesehatan.

Kesalahan pelyanan obat

Kategori I adalah medication error yang tidak menyebabkan harm pada pasien, atau error yang berpotensi menyebabkan harm tetapi terdeteksi sebelum mencapai pasien (near miss). Near miss bisa menunjukkan adanya kegagalan sistem yang merupakan predisposisi terjadinya error (harm waiting to happen). Misalnya:

  • Dosis amoksisilin 500 mg, tetapi yang diberikan 250 mg
  • Salah menghitung dosis obat untuk pasien pada gagal ginjal, tetapi dikoreksi sebelum pemberian.

Kategori II adalah medication error yang menyebabkan harm pada pasien, misalnya:

  • Meresepkan obat NSAID pada pasien dengan riwayat penyakit ulkus peptik yang terdokumentasi jelas di rekam medis, yang akibatnya menyebabkan pasien menderita perdarahan saluran cerna.
  • Menyerahkan formulasi terapi antiepilepsi yang salah, mengakibatkan kejang.

Kategori III adalah adverse drug reaction yang tidak diakibatkan oleh medication error. Ini mencakup efek samping obat yang bisa diprediksi atau diketahui. Misalnya:

  • Pasien yang mengalami reaksi hipersensitivitas terhadap penisilin yang sebelumnya tidak diketahui mengalami alergi penisilin.
  • Pasien yang mengalami kerontokan rambut sesudah satu course kemoterapi kanker.

Pendekatan Untuk Meminimalkan Eror

1) Person approach

Pendekatan melalui faktor manusia ini berfokus pada tindakan yang tidak aman (error dan pelanggaran prosedural) oleh orang-orang di ujung tombak, yaitu perawat, dokter, apoteker, dan sejenisnya. Tindakan yang tidak aman terutama muncul dari gangguan proses mental manusia, seperti mudah lupa, tidak konsentrasi, motivasi kurang, teledor, lalai, dan gegabah. Sehingga tindakan untuk mengatasi diarahkan terutama pada menurunkan variasi dalam perilaku manusia.

Metode ini mencakup penulisan prosedur baru, tindakan pendisiplinan, ancaman hukum, menuduh dan mempermalukan. Pengikut pendekatan ini cenderung memperlakukan error sebagai isu moral, berasumsi bahwa hal buruk terjadi pada orang yang jahat (hipotesis dunia yang adil).

Pendekatan ini tetap mejadi tradisi dominan dalam kedokteran. Menyalahkan individu secara emosional lebih memuaskan daripada menunjuk institusi. Orang-orang dianggap sebagai individu bebas yang mampu memilih antara cara berperilaku aman dan tidak aman. Bila sesuatu yang salah terjadi, jelas bahwa satu (atau beberapa) invididu harus bertanggung jawab.

Kekurangan pendekatan manusia ini mempunyai kekurangan dan tidak cocok dalam domain kedokteran. Manajemen risiko efektif sangat tergantung pada kultur pelaporan. Tanpa analisis rinci terhadap insiden error, tidak mungkin bisa mengetahui dimana terjadinya error. Kepercayaan merupakan elemen kunci dalam budaya pelaporan, dan ini memerlukan adanya budaya keadilan, dimana harus ada pemahamana tentang garis tegas antara tindakan yang memang patut disalahkan atau tidak.

Kelemahan lainnya adalah bahwa pendekatan ini berfokus pada individu sebagai sumber error, sehingga mengisolasi tindakan yang tidak aman ini dari konteks sistem. Akibatnya, ada 2 hal penting yang terabaikan, yaitu pertama, bisa saja orang yang terbaik melakukan kesalahan terburuk; kedua, error sering terjadi dalam pola rekuren, kondisi yang sama bisa menimbulkan error yang sama tanpa melihat orang yang terlibat. Pendekatan faktor manusia ini tidak berusaha mencari dan mengeliminasi hal yang menimbulkan error dalam sistem secara kesleuruhan.

2) System approach

Dasar pendekatan sistem ini adalah bahwa manusia bisa berbuat salah dan error bisa terjadi, bahkan dalam organisasi paling baik sekali pun. Error dipandang sebagai akibat, bukan penyebab, bersumber terutama dari faktor sistem. Ini mencakup masalah di tempat kerja dan proses organisasi yang bisa menyebabkan error. Tindakan mengatasinya biasanya didasarkan pada asumsi bahwa walaupun kita tidak bisa mengubah kondisi manusia, kita bisa mengubah kondisi dimana manusia itu bekerja. Ide sentralnya adalah tentang pertahanan sistem. Semua teknologi yang berbahaya harus memiliki barrier dan pengaman. Bila terjadi efek samping, isu pentingnya adalah bukan siapa yang salah, tapi bagimana dan mengapa pertahanan sistem ini gagal.

Pertahanan, barrier, dan pengaman menempati posisi kunci dalam pendekatan sistem ini. Sistem teknologi yang tinggi memiliki banyak lapisan pertahanan, sebagian memang dibangun (alarm, barrier fisik, automatic shutdown, dsb), sebagian tergantung manusia, sebagian lagi tergantung pada prosedur dan kendali administratif. Fungsinya adalah melindungi korban potensial dan aset dari bahaya lokal. Biasanya hal ini efektif, tetapi selalu ada kelemahan.

Dalam dunia yang ideal, setiap lapisan pertahanan selalu utuh. Dalam kenyataannya, lapisan-lapisan itu sepertu irisan keju Swiss (swiss cheese model), mempunyai banyak lubang, walaupun tidak seperti keju, lubang-lubang ini terus terbuka, tertutup, dan berpindah tempat. Adanya lubang dalam salah satu irisan keju ini tidak selalu menyebabkan luaran yang buruk. Biasanya, ini hanya bisa terjadi bila lubang dalam banyak lapisan kadang berada dalam satu garis, sehingga memungkinkan suatu error berkontak dengan korban.

3. Monitoring and dose adjustment errors

Monitoring error adalah insiden yang terjadi selama monitoring pasien sesudah peresepan obat. Ini mencakup kegagalan meminta pemeriksaan klinis dan laboratorium yang tepat dan kegagalan menilai respons terhadap terapi yang diresepkan, serta kegagalan mengganti terapi/menyesuaikan dosis sesuai hasil pemeriksaan klinis dan laboratorium. Di Amerika Serikat pada tahun 2006, studi terhadap pasien rawat jalan yang mendapatkan obat dengan range terapi yang sempit secara kontinu selama setahun, 14-74% pasien mengkonsumsi satu obat atau lebih yang kadarnya di dalam darah tidak diukur.

Permasalahan dalam pemberian obat

  1. Wrong patient.
    Tipe ini termasuk tipe yang paling sering terjadi. Laporan US Pharmacopoeia pada tahun 2002 menunjukkan bahwa terdapat 8.196 laporan tentang terjadinya tipe ini. Hanya 1,4% yang mengakibatkan harm, namun 52% sudah mencapai pasien, menunjukkan bahwa apoteker dan bagian frontline berhasil mengidentifikasi pasien dan mengembangkan tindakan pencegahan yang efektif. Lima hal yang paling sering menyebabkan tipe ini adalah defisiensi dalam performa pekerja, tidak mengikuti prosedur yang berlaku, entry komputer yang tidak benar atau tidak lengkap, dokumentasi yang tidak lengkap atau tidak terbaca, dan transkripsi/penyalinan yang tidak akurat atau lalai.

  2. Wrong medicine
    Ini adalah subtipe dispensing error dimana obat yang salah yang diserahkan ke pasien, misalnya yang diminta di resep adalah doksisiklin, tapi yang diserahkan adalah ofloksasin.

  3. Wrong formulation
    Ini merupakan subtipe dari dispensing error, dimana salah menyerahkan pada pasien formulasi dari suatu obat dengan dosis yang sudah benar (misalnya 25 mg metoprolol 25 mg jangka panjang yang diminta di resep, yang diserahkan metoprolol 25 mg jangka pendek). Contoh lain adalah menghancurkan tablet sebelum pemberian tanpa perintah penulis resep.

  4. Wrong dose and frequency
    Merupakan subtipe dari dispensing error dimana dosis yang salah atau frekuensi yang salah yang diserahkan ke pasien. Misalnya 25 mg metoprolol yang diminta, tetapi 50 mg metoprolol yang diserahkan. Ada yang menyebutkan bahwa disebut error bula jumlah obat yang diberikan berbeda dari yang diresepkan > 17% (10% untuk obat injeksi).

  5. Wrong rate of administration.
    Ini terjadi bila dilakukan pemberian obat dengan kecepatan yang salah. Infus atau cairan intravena diberikan dengan kecepatan selain dari yang diresepkan.

  6. Wrong route
    Ini merupakan cara pemberian obat dengan jalur selain dari yang diminta oleh dokter, misalnya harusnya obat diberikan per oral, tetapi malah diberikan secara intramuskuler. Error ini juga mencakup dosis yang diberikan melalui jalur yang benar tetapi di lokasi yang salah, misalnya harusnya mata kiri, tapi diberikan di mata kanan.

  7. Known medication allergy
    Known medication allergy adalah peresepan, penyerahan dan pemberian obat pada pasien yang sudah didokumentasikan alergi terhadap obat itu. Antibiotika dan NSAID adalah kelompok obat paling sering yang akan mengakibatkan known drug allergy error. Sensitivitas silang, nama generik vs nama paten, dan penggunaan preparat kombinasi bisa menjadi penyebab.

  8. Expired medicine
    Ini merupakan subtipe dari dispensing error, dimana obat yang sudah kadaluwarsa diserahkan ke pasien.

  9. Omitted and delayed medicine doses
    Kegagalan memberikan dosis yang diminta. Omission suatu dosis didokumentasikan bila dosis obat tidak diberikan akibat perawat lalai memberikannya atau karena perintah dokter tidak disalin ke rekam medis pemberian obat. Delayed doses bila dosis akhirnya diberikan, tetapi tertunda.

Peran Kerja Sama Dalam Meminimalkan Eror

Lubang-lubang dalam pertahanan muncul karena 2 alasan: kegagalan aktif dan kondisi laten. Hampir semua adverse event melibatkan kombinasi kedua faktor ini.

  • Kegagalan aktif adalah tindakan tidak aman yang dilakukan orang yang kontak langsung dengan pasien atau sistem. Kegagalan aktif ini bisa mengambil berbagai bentuk: slip, lapse, violation, dsb. Kegagalan aktif memiliki dampak langsung, dan umumnya pendek, terhadap integritas pertahanan.

  • Kondisi laten adalah “patogen” yang ada di dalam sistem, muncul dari keputusan yang dibuat oleh pendesain, pengembang, penulis prosedur, dan manajemen tingkat tinggi. Semua keputusan strategis ini berpotensi memperkenalkan patogen ke dalam sistem. Kondisi laten mempunyai dua jenis adverse event: bisa menjadi error yang memicu kondisi dalam tempat kerja (misalnya, tekanan waktu, staf yang kurang, peralatan tidak memadai, kelelahan, kurang pengalaman), dan bisa menciptakan lubang atau kelemahan dalam pertahanan yang jangka panjang (indikator yang tidak bisa dipercaya, prosedur yang tidak bisa dikerjakan, defisiensi dalam hal desain dan konstruksi, dsb). Kondisi laten bisa berada dalam kondisi dorman dalam sistem selama bertahun-tahun, sebelum bergabung dengan kegagalan aktif dan pemicu lokal untuk menciptakan kesempatan untuk terjadinya error. Biasanya kondisi laten bisa diidentifikasi dan diatasi sebelum terjadi adverse event.

Analoginya bisa diambil seperti ini: kegagalan aktif diumpakan sebagai nyamuk. Nyamuk bisa dipukul mati satu per satu, tapi nyamuk-nyamuk itu masih tetap saja datang. Cara mengatasinya yang paling baik adalah menciptakan pertahanan lebih efektif dan mengeringkan rawa tempat nyamuk itu berkembang biak. Rawa tersebut dalam hal ini adalah kondisi laten.

Produk dan sistem yang mencetuskan terjadinya error

Produk dan sistem yang bisa mencetuskan terjadinya error adalah sebagai berikut:

  • Informasi tentang obat yang tidak adekuat. Kurangnya pengetahuan tentang informasi obat yang mutakhir dapat menyebabkan kesalahan peresepan, peracikan, penyerahan, dan pemberian obat.

  • Tulisan di resep yang tidak bisa dibaca. Tulisan tangan yang buruk disebut sebagai sumber primer dalam 15% insiden medication error. Penulis resep dianjurkan untuk selalu menulis resep dengan jelas. Banyak tempat pelayanan yang sudah mengembangkan sistem peresepan terkomputerisasi yang mengeliminasi masalah tulisan yang tidak bisa dibaca ini.

  • Look-alike and sound-alike medicine products. Obat- obatan yang terlihat/terdengar sama bisa mengakibatkan medication error. Salah membaca nama obat yang nampak serupa sering terjadi. Nama-nama obat yang nampak serupa ini mungkin juga terdengar serupa, dan bisa mengakibatkan error yang berkaitan dengan peresepan verbal.

  • Penyimpanan obat yang buruk. Penyusunan obat yang tidak terorganisir, kepenuhan ruang penyimpanan obat, pengaturan suhu dan kelembaban ruangan yang kurang baik, dan sebagainya, bisa mempengaruhi dalam penyiapan obat di apotik.

  • Error dalam penghitungan dosis. Peresepan obat mungkin merupakan salah satu ketrampilan paling penting pada seorang dokter, dan pemberian obat mungkin merupakan ketrampilan paling penting pada seorang perawat. Namun, calculation error sering terjadi dan bahkan sering mengakibatkan kematian. Untuk mengamankan dari medication error, dokter dan perawat harus secara periodik meninjau dan memutakhirkan ketrampilan penghitungan dosis

Pencegahan Kesalahan Pelayanan Obat di Rumah Sakit

Diagram Alir Pencegahan Kesalahan Pelayanan Obat di Rumah Sakit
Gambar Diagram Alir Pencegahan Kesalahan Pelayanan Obat di Rumah Sakit

Obat suntik diberikan untuk pemakaian 1 (satu) hari, obat oral diberikan untuk pemakaian selama 3 (tiga) hari. Obatsisa (bila pasien pulang) dikembalikan ke depo farmasi oleh perawat/farmasis atau keluarga pasien dengan membawa surat yang ditanda tangani oleh kepala ruangan, ada stempel ruangan dan tanda tangan petugas depo. Obat kemudian ditukar dengan obat untuk dibawa pulang. Apabila terjadi Medication Error, farmasis menegur petugas yang melakukan kesalahan dan langsung memperbaiki kesalahan. Apabila obat telah sampai pada pasien maka farmasis memberitahu dokter dan evaluasi keadaan pasien dilakukan secara bersama-sama. Bila terdapat kesalahan perlu diperbaiki dan dicatat dalam buku.

Pencegahan Kesalahan Pelayanan Obat di Apotek

Diagram Alir Pencegahan Kesalahan Pelayanan Obat di Apotek
Gambar Diagram Alir Pencegahan Kesalahan Pelayanan Obat di Apotek

Di apotek pada umumnya menerapkan pengecekan ulang baik oleh farmasis maupun asisten farmasis kepala. Bila terjadi Medication Errorhal yang dilakukan sebagai berikut: bila terjadi kesalahan dalam peracikan maka dilakukan diskusi antara farmasis, asisten farmasis dan petugas lain, dijelaskan mengenai kesalahan yang terjadi. Bila terjadi kesalahan dan obat telah diserahkan pada pasien maka asisten farmasis melapor kepada farmasis, bila diperlukan menghubungi dokter bila terjadi kesalahan pada peresepan atau langsung menghubungi pasien dan menjelaskan mengenai kesalahan dan menukarobat dengan yang benar. Menurut pengakuan di apotek, semua kesalahan didokumentasikan atau dicatat. Tetapi peneliti tidak memperoleh akses kepada dokumen atau catatan ini.

Kesalahan dalam peresepan adalah kesalahan yang paling banyak: sering kali farmasis harus mereka atau menafsirkan sendiri apa yang dimaksud dalam resep, kebudayaan penulisan resep dengan tulisan yang tidak terbaca di mana kemungkinan dahulu dimaksudkan agar tidak terbaca oleh pasien (karena dulu pasien tidak diikutsertakan dalam rejimen terapi penyakitnya) atau memang peresep kurang pengetahuan mengenai nama obat, semua hal ini dapat menyesatkan dalam pembacaan. Peran farmasis sangat besar dalam pencegahan kesalahan pelayanan obat dalam peresepan, pada penerimaan resep farmasis harus bekerja ekstra hati-hati dalam menerjemahkan perintah dokter ke dalam pelayanan pemberian obat.

Pada pelayanan pengobatan harus dilakukan secara menyeluruh, tenaga kesehatan secara bersama-sama dan mengikutsertakan pasien. Pasien harus diberi penjelasan rejimen terapinya, pasien perlu menyetujui rencana pengobatannya (concordance) sehingga bukan lagi diperintahkan oleh dokter atau perawat dan mematuhinya (compliance).

Penyebab kesalahan pelayanan obat dimulai dari di pabrik yaitu bentuk kemasan dan pelabelan maupun penamaan yang sangat mirip di mana dapat menyebabkan kekeliruan dalam pengambilan obat pada saat pengisian resep. Kesalahan dalam memperhatikan letak desimal atau penulisan atau pembacaan angka yang kurang jelas.

Beberapa apotek mengaku tidak pernah membuat kesalahan dalam pelayanan obat. Kesalahan dianggap sebagai sesuatu yang memalukan yang patut ditutupi. Kesalahan terjadi sering karena kesalahan dalam sistem bukan hanya individu, misalnya kondisi ruang, pencahayaan, ketenagaan seperti jumlah dan pembagian shift kerja, sistem penyimpanan obat, serta sistem penerimaan resep dan penomoran resep.

Sumber :
Anny Victor Purba, Maratu Soleha, Ida Diana Sari, Kesalahan dalam pelayanan obat (medication error) dan usaha pencegahannya, Buletin Penelitiart Sistem Kesehatan - Vol. 10 No. 1 Januari 2007.