Bagaimana cara memberi hukuman kepada anak-anak?

memberi hukuman kepada anak

Hukuman diberikan kepada anak anak gunanya untuk memberikan efek jera agar tidak mengulangi kesalahan yang telah dilakukannya. Lalu Bagaimana cara memberi hukuman kepada anak anak ?


Hukuman adalah tindakan yang dijatuhkan kepada anak secara sadar dan sengaja sehingga menimbulkan nestapa, dan dengan adanya nestapa itu anak akan menjadi sadar akan perbuatannya dan berjanji di dalam hatinya untuk tidak mengulanginya.
(Amin Danien Indrakusuma, 1973)

Jenis atau bentuk hukuman yang dijatuhkan berbagai macam. J.J. Hasibuan (1988) mengungkapkan tentang bentuk dari hukuman tersebut, yaitu:

  1. Bentuk Hukuman
    Bentuk-bentuk hukuman lebih kurang dapat dikelompokan menjadi empat kelompok, yaitu:
  • hukuman fisik,misalnya dengan mencubit, menampar, memukul dan lain sebagainya;
  • hukuman dengan kata-kata atau kalimat yang tidak menyenangkan, seperti omelan, ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan dan lain sejenisnya;
  • hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, misalnya menuding, memelototi, mencemberuti dan lain sebagainya;
  • hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan, misalnya disuruh berdiri di depan kelas, dikeluarkan dari dalam kelas, didudukan di samping guru, disuruh menulis suatu kalimat sebanyak puluhan atau ratusan kali, dan lain sebagainya.

Seni memberi hukuman terhadap anak didik sebagaimana diungkapkan oleh JVS. Tondowidjojo CM. (1991: 42-44) bahwa hukuman-hukuman itu seharusnya jarang diberikan, dan harus diseleksi terlebih dahulu serta harus dipertanggungjawabkan. Ini berarti kita tidak boleh menetapkan atas dasar kebencian atau rasa balas dendam. Supaya hukuman-hukuman itu bisa dipertanggung jawabkan, kita harus menjatuhkannya sedemikian rupa sehingga betul-betul mengakibatkan perbaikan atas kesalahan-kesalahan yang diperbuatnya.

Beberapa sikap pendidik yang tidak dipertanggungjawabkan ialah dengan memuji anak didik yang sombong, menegur anak didik yang rakus, yang menyalin bacaan dengan tulisan yang tidak terang, selama istirahat melarang anak didiknya untuk berbuat sesuatu dan lain sebagainya. Umpamanya lagi ada seorang ibu yang merusak permainan anaknya sebagai hukuman terhadap anaknya yang telah merusak permainan anak yang lain.

Hukuman-hukuman tersebut tidak hanya berupa siksaan jasmaniah saja, yang penting harus mampu memberi semangat dan menimbulkan sikap untuk memperbaiki diri. Inilah suatu hal yang harus dipikirkan dalam memberikan suatu obat yang mujarab atau suatu suntikan yang konstruktif kepada anak didik. Apabila tindakan kita tidak mampu menyembuhkan berarti jasa atau pengabdian kita menjadi hilang dan sia-sia. Oleh karena itu, hukuman-hukuman yang kita berikan harus merupakan suatu perbaikan yang menyeluruh, serta harus menjajikan suatu kesempatan untuk bangun kembali dan untuk merehabilitasi diri.

Hukuman-hukuman yang dijatuhkan harus juga bersifat psikologis. Kita sebaiknya memperhatikan dengan seksama bahwa sebenarnya apa yang bagi kita merupakan satu siksaan atau ganjaran, tidak selalu demikian bagi anak didik. Oleh karena itu, kita harus benar-benar mengenal pribadi anak didik supaya hukuman yang akan diterapkan dapat tepat dan konstruktif. Banyak sanksi-sanksi yang antipsikologis dan tidak menguntungkan. Tindakan yang demikian harus kita ubah, seperti:

  • Menyuruh anak didik yang pemalu untuk memberikan selamat di muka umum, ini menghadapkan anak didik pada siksaan batin;

  • Menyuruh seseorang untuk meminta penjelasan pada orang yang besar bicaranya sambil mengatakan bahwa kita tidak pernah bertemu dengan orang semacam itu. Ini berarti memberikan kesempatan pada seseorang itu untuk menjadi lebih sombong dari orang lain;

  • Menghukum dengan cara mengambil hak seseorang, seperti tidak boleh ikut jalan-jalan selama beberapa waktu, dan sebagai gantinya diberi tugas yang lain

Syarat-Syarat Pemberian Hukuman


Beberapa persyaratan pemberian hukuman yang terpenting (Amin Danien Indrakusuma, 1973:155), ialah:

  • Pemberian hukuman harus tetap dalam jalinan cinta kasih sayang. Kita memberikan hukuman kepada anak, bukan karena ingin menyakiti hati anak, bukan karena ingin melampiaskan rasa dendam dan sebagainya. Kita menghukum anak demi untuk kebaikan, demi kepentingan anak, demi masa depan dari anak. Oleh karena itu, sehabis hukuman itu dilaksanakan, maka tidak boleh berakibat putusnya hubungan cinta kasih sayang tersebut;

  • Pemberian hukuman harus didasarkan kepada alasan “keharusan”. Artinya, sudah tidak ada alat pendidikan yang lain yang bisa dipergunakan. Dalam hal ini kiranya patut diperingatkan, bahwa kita jangan terlalu terbiasa dengan hukuman. Kita tidak boleh terlalu murah dengan hukuman. Hukuman, kita berikan kalau memang hal itu betul-betul diperlukan, dan harus kita berikan secara bijaksana;

  • Pemberian hukuman harus menimbulkan kesan pada hati anak. Dengan adanya kesan itu, anak akan selalu mengingat pada peristiwa tersebut dan kesan itu akan selalu mendorong anak kepada kesadaran dan keinsyafan, tetapi sebaliknya hukuman tersebut tidak boleh menimbulkan kesan negatif pada anak. Misalnya saja menyebabkan rasa putus asa pada anak, rasa rendah diri dan sebagainya;

  • Pemberian hukuman harus menimbulkan keinsyafan dan penyesalan pada anak. Inilah yang merupakan hakikat dari tujuan pemberian hukuman. Dengan adanya hukuman, anak harus merasa insyaf dan menyesali perbuatan-perbuatannya yang salah itu, dan dengan keinsyafan ini anak bejanji di dalam hatinya untuk tidak mengulangi perbuatannya lagi;

  • Pada akhirnya, pemberian hukuman harus diikuti dengan pemberian ampun dan disertai dengan harapan serta kepercayaan. Setelah anak selesai menjalani hukumannya, maka guru sudah tidak lagi menaruh atau mempunyai rasa ini dan itu terhadap anak tersebut. Guru harus membebaskan diri dari rasa ini dan itu dari anak tersebut. Di samping itu, kepada anak harus diberikan kepercayaan kembali serta harapan, bahwa anak itu pun akan sanggup berbuat baik seperti kawan-kawannya yang lain;

Suwarno (1992:116) tentang syarat-syarat pemberian hukuman hendaknya:

  • hukuman harus selaras dengan kesalahannya;
  • hukuman harus seadil-adilnya;
  • hukuman harus lekas dijalankan agar anak mengerti benar apa sebabnya ia dihukum dan apa maksud hukuman itu;
  • memberikan hukuman harus dalam keadaan tenang, jangan dalam keadaan emosional (marah);
  • hukuman harus sesuai dengan umur anak;
  • hukuman harus diikuti dengan penjelasan, sebab bertujuan untuk membentuk kata hati, tidak hanya sekedar menghukum saja;
  • hukuman harus diakhiri dengan pemberian ampun;
  • hukuman kita gunakan jika kita terpaksa, atau hukuman merupakan alat pendidikan yang terakhir karena penggunaan alat-alat pendidikan yang lain sudah tidak dapat lagi;
  • yang berhak memberikan hukuman hanyalah mereka yang cinta pada anak saja, sebab jika tidak berdasarkan cinta, maka hukuman akan bersifat balas dendam;
  • hukuman harus menimbulkan penderitaan pada yang dihukum dan yang menghukum (sebab yang menghukum itu terpaksa).

A post was merged into an existing topic: Apa yang dimaksud dengan Child Abuse atau Kekerasan Pada Anak?