Bagaimana cara membaca DNA?

DNA

DNA Deoxyribonucleic Acid atau asam deoksiribo nukleat (ADN ) dianalogikan sebagai suatu polimer heliks ganda yang terdiri dari nukleotida, setiap nukleotida terdiri dari 3 komponen yaitu satu basa nitrogen, satu gula pentose atau deoksiribosa dan satu gugus fosfat. Setiap orang memiliki DNA yang unik.

pada saat itu, pengetahuan tentang DNA masih sangat minim, tetapi para ilmuwan telah tahu terlebih dahulu bahwa seperti halnya sebuah buku, DNA perlu dicetak ulang ketika sel membelah diri. Ibaratnya membangun sebuah perpustakaan baru, buku-buku di perpustakaan lama perlu terlebih dahulu digandakan dan dipindahkan ke perpustakaan baru. Ilmuwan-ilmuwan ini mengetahui bahwa ada juru tulis bernama DNA polimerase yang bertugas menggandakan DNA di dalam sel. Sebagaimana fungsinya DNA polymerase ini bertugas untuk mengatalisis reaksi polymerase DNA dengan menyambung satu nukleotida dengan nukleotida lain seperti juru tulis yang merangkai kata-kata dengan tinta.

Wu, seperti ilmuwan lainnya juga tahu kalau ternyata juru tulis DNA ini sedikit bebal dan pemalas. Juru tulis DNA ini tidak dapat bekerja kalau tidak ada yang memberitahukan dirinya dari mana ia harus menyalin ulang buku DNA dan jika tinta untuk menulis tidak tersedia. Apa yang ditemukan Wu adalah instruksi untuk menulis ini ternyata diberikan dalam bentuk rangkaian pendek nukleotida atau yang biasa disebut oligonukelotida. Kita dapat membayangkan proses ini seperti sebuah pembatas halaman atau buku yang berisikan sebuah kalimat pendek. Jika kita ibaratkan kalimat di bawah ini adalah sebuah urutan DNA, maka pembatas halaman yang bertuliskan “Ini Ibu” mengharuskan Sang Juru Tulis untuk menyalin ulang artikel ini dari kata ke-dua di bawah dengan menambahkan kata “dan Bapak …” dan seterusnya.

Contoh kalimat DNA:

“Ini Ibu dan Bapak Budi yang ramah.”

Wu merancang sebuah pembatas buku sintetis yang berisikan kalimat-kalimat dengan perbedaan pada huruf akhirnya. Sebagai contoh, ia membuat pembatas halaman berisikan penggalan kalimat:

“Ini Ibu d”
“Ini Ibu a”
“Ini Ibu da”
“Ini Ibu at”
“Ini Ibu ata”
“Ini Ibu dan”
“Ini Ibu atau”

Berdasarkan pembatas buku di atas, Wu tahu bahwa hanya pembatas halaman 1,3, dan 6 yang dapat diproses oleh Si Juru Tulis yang bebal karena ia tidak dapat menemukan kecocokan antara pembatas 2, 4, 5, dan 7. Dengan mengamati hasil produk akhir Si Juru Tulis, Ray Wu bisa menduga dengan akurat apa huruf yang tertulis setelah “Ini Ibu”, yaitu kata sambung “dan”.

Nah sekarang bayangkan jika uji coba ini harus dilakukan di dalam laboratorium, berapa kombinasi huruf yang mungkin dilakukan pada huruf akhir pembatas buku itu? Walaupun DNA hanya tersusun atas 4 huruf, bukan 26 seperti alfabet Latin, proses membuat pembatas halaman ini pasti sangat memakan waktu. Dengan menggunakan kerangka ini, pada waktu itu, Ray Wu dapat membaca hanya 8 huruf pertama dari sebuah halaman DNA setelah proses yang sangat panjang.

Belajar dari pengalaman Ray Wu tentang keberadaan pembatas buku, Fredrick Sanger 7 tahun kemudian mengambil aksi lebih ekstrim. Ia mencampur tinta Si Juru Tulis dengan tinta lain yang bisa dideteksi manusia. Sanger mencampurkan sebuah nukleotida yang sudah dilabel dengan senyawa radioaktif atau fluoresens yang tidak bisa berikatan dengan nukleotida lainnya. Setiap kali DNA polimerase menambahkan nukelotida ini, ia tidak akan bisa menambahkan nukelotida lain karena sebuah gugus yang berfungsi sebagai pengait dengan nukelotida lain tidak tersedia di nukleotida buatan Sanger ini. Sinyal radioaktif atau fluoresens ini kemudian dapat dideteksi dengan seperangkat alat penerima gambar. Perbedaannya, karena proses ini sangat acak, informasi yang di dapat oleh Sanger menjadi tidak berurutan, seperti kalimat di bawah.

“Ini Ibu dan Bap“
“Ini Ibu d“
“Ini Ibu dan B“
“Ini Ibu dan Ba“
“Ini Ibu dan“
“Ini Ibu da“

Sanger kemudian menggunakan proses bernama elektroforesis untuk mengurutkan kalimat tersebut berdasarkan jumlah hurufnya sehingga kalimat-kalimat di atas terurut menjadi 2, 6, 5, 3, 4, dan 1. Jika rumit, proses ini dapat dibayangkan seperti ini. Kita dapat membayangkan DNA polimerase menggunakan pulpen untuk menulis. Sanger memasukkan setetes minyak secara acak ke dalam batang pulpen tadi. Setiap kali cairan tinta berganti minyak, Si Juru Tulis yang pemalas akan segera sadar bahwa tidak ada tinta yang muncul di halaman yang ia tulisi dan mengira bahwa tinta telah habis. Ia kemudian akan berpindah ke halaman lain dan mengganti pulpennya kemudian menulis ulang halaman itu kembali dari awal. Karena manusia tidak bisa membaca tinta si Juru Tulis, manusia bisa membaca jejak minyak dengan membakar jejak minyak tadi untuk membentuk huruf yang bisa terbaca. Dengan menggunakan metode ini, Sanger sukses membaca lebih dari 100 huruf DNA sebuah prestasi luar biasa saat itu dan membuatnya dianugerahi hadiah Nobel ke-duanya pada tahun 1980.

sumber : http://sainspop.com/bagaimana-membaca-dna/