Seperti halnya jenis penelitian kualitatif lainnya, yakni fenomenologi, etnografi, etnometodologi, grounded research dan studi teks, Studi Kasus juga dilakukan dalam latar alamiah, holistik dan mendalam.
-
Alamiah artinya kegiatan pemerolehan data dilakukan dalam konteks kehidupan nyata (real-life events). Tidak perlu ada perlakuan-perlakuan tertentu baik terhadap subjek penelitian maupun konteks di mana penelitian dilakukan. Biarkan semuanya berlangsung secara alamiah.
-
Holistik artinya peneliti harus bisa memperoleh informasi yang akan menjadi data secara komprehensif sehingga tidak meninggalkan informasi yang tersisa. Dari data akan diperoleh fakta atau realitas. Agar memperoleh informasi yang komprehensif, peneliti tidak saja menggali informasi dari partisipan dan informan utama melalui wawancara mendalam, tetapi juga orang-orang di sekitar subjek penelitian, catatan-catatan harian mengenai kegiatan subjek atau rekam jejak subjek.
Terkait itu, Yunus (2010) menggambarkan objek yang diteliti dalam penelitian Studi Kasus hanya mencitrakan dirinya sendiri secara mendalam/detail/lengkap untuk memperoleh gambaran yang utuh dari objek (wholeness) dalam artian bahwa data yang dikumpulkan dalam studi dipelajari sebagai suatu keseluruhan, utuh yang terintegrasi. Itu sebabnya penelitian Studi Kasus bersifat eksploratif. Sifat objek kajian yang sangat khusus menjadi bahan pertimbangan utama peneliti untuk mengelaborasinya dengan cara mengeksplorasi secara mendalam. Peneliti tidak hanya memahami kasus dari luarnya saja, tetapi juga dari dalam sebagai entitas yang utuh dan detail. Itu sebabnya salah satu teknik pengumpulan datanya melalui wawancara mendalam. Untuk memahami lebih jauh tentang subjek, peneliti Studi Kasus juga dapat memperoleh data melalui riwayat hidupnya.
Selain wawancara mendalam, ada lima teknik pengumpulan data penelitian Studi Kasus, yakni dokumentasi, observasi langsung, observasi terlibat (participant observation), dan artifak fisik. Masing-masing untuk saling melengkapi. Inilah kekuatan Studi Kasus dibanding metode lain dalam penelitian kualitatif.
-
Mendalam artinya peneliti tidak saja menangkap makna dari sesuatu yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Dengan kata lain, peneliti Studi Kasus diharapkan dapat mengungkap hal-hal mendalam yang tidak dapat diungkap oleh orang biasa. Di sini peneliti dituntut untuk memiliki kepekaan teoretik mengenai topik atau tema yang diteliti.
Dengan menggunakan payung paradigma fenomenologi, Studi Kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena. Dalam pandangan paradigma fenomenologi, yang tampak atau kasat mata pada hakikatnya bukan sesuatu yang riel (realitas). Itu hanya pantulan dari yang ada di dalam. Tugas peneliti Studi Kasus ialah menggali sesuatu yang tidak tampak tersebut untuk menjadi pengetahuan yang tampak. Karena itu dapat pula diartikan Studi Kasus sebagai proses mengkaji atau memahami sebuah kasus dan sekaligus mencari hasilnya.
Kegagalan didalam penelitian studi kasus terjadi karena beberapa hal, antara lain :
-
Pertama, kurang memiliki kepekaan teoretik karena kurangnya bacaan atau literatur terkait tema yang diangkat.
-
Kedua, karena sedikitnya pengalaman melakukan penelitian.
-
Ketiga, karena alasan pragmatis, peneliti ingin cepat-cepat menyelesaikan penelitiannya.
Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus
1. Pemilihan Tema, Topik dan Kasus.
Pada tahap pertama ini peneliti harus yakin bahwa dia akan memilih kasus tertentu yang merupakan bagian dari “body of knowledge”nya bidang yang dipelajari.
Logikanya ialah seorang peneliti hanya akan bisa menghasilkan penelitian yang baik pada bidang yang diminati dan dikuasainya. Karena itu, memilih kasus pada bidang yang diminati sangat penting.
Kasus bisa diperoleh dari hasil pengamatan peneliti sendiri, pengalamannya selama ini, hasil membaca buku, majalah ilmiah, koran, mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah (seperti seminar, lokakarya, konferensi), diskusi dengan teman sejawat, tutor, dosen pembimbing, membaca hasil penelitian orang lain. Setelah sumber-sumber bacaan diperoleh, peneliti membacanya untuk menentukan tema besar penelitian. Dari tema besar disempitkan lagi menjadi topik. Agar bisa fokus, dari topik peneliti dapat memberikan tekanan pada objek kajian, yang selanjutnya menjadi kasus. Dari tema, topik, dan objek kajian, peneliti merumuskan judul penelitian. Dengan demikian, judul penelitian dibuat setelah tema, topik, objek/kasus ditentukan. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut:
TEMA ---- TOPIK ---- OBJEK KAJIAN/KASUS/UNIT ANALISIS ---- JUDUL
2. Pembacaan Literatur.
Setelah kasus diperoleh, peneliti mengumpulkan literatur atau bahan bacaan sebanyak-banyaknya berupa jurnal, majalah ilmiah, hasil-hasil penelitian terdahulu, buku, majalah, surat kabar yang terkait dengan kasus tersebut. Menurut Yin (1994) pembacaan literatur sangat penting untuk memperluas wawasan peneliti di bidang yang akan diteliti dan mempertajam rumusan masalah yang akan diajukan. Secara lebih lengkap, Yin menyatakan:
“To determine the questions that are most significant for a topic, and to gain some precision in formulating these questions, requires much preparation. One way is to review the literature on the topic. Note that such a literature review is therefore a means to an end, and not – as most students think – an end in itself. Budding investigators think that the purpose of a literature review is to determine the answers about what is known on a topic; in contrast, experienced investigators review previous research to develop sharper and more insightful questions about the topic”.
Namun demikian, dalam upaya pengumpulan bahan bacaan peneliti perlu mempertimbangkan dua aspek penting, yakni relevansi (relevance) bahan bacaan/literatur tersebut dengan topik bahasan (kasus) yang diangkat dan kemutakhiran (novelty). Semakin mutakhir bahan bacaan, semakin baik, sehingga peneliti dapat mengikuti perkembangan keilmuan paling up date atau “state of the arts” bidang yang digeluti. Sebab, ilmu pengetahuan senantiasa mensyaratkan hal-hal baru.
Terkait dengan bahan bacaan, sering pula ditemukan peneliti mengumpulkan bahan bacaan yang sangat banyak, tetapi tidak relevan dengan objek kajian yang diangkat, sehingga laporan penelitian menjadi sangat tebal. Padahal, kualitas penelitian tidak ditentukan oleh tebalnya atau banyaknya halaman hasil/laporan penelitian, tetapi oleh ketepatan metode penelitian, keluasan perspektif teoretik peneliti, keandalan dan kecukupan data, kedalaman analisis, kebaruan temuan dan sumbangannya bagi ilmu pengetahuan.
3. Perumusan Fokus dan Masalah Penelitian.
Langkah sangat penting dalam setiap penelitian ialah merumuskan fokus dan masalah. Fokus penelitian perlu dibuat agar peneliti bisa berkonsentrasi pada satu titik yang menjadi pusat perhatian. Di muka telah dibahas bagaimana rumusan masalah penelitian dibuat. Satu hal penting lainnya terkait dengan rumusan masalah ialah dari rumusan tersebut dapat digali informasi penting dan mendalam untuk menjadi pengetahuan yang berharga bagi kemanusiaan, bukan sembarang informasi yang tidak bernilai ilmiah.
4. Pengumpulan Data.
Sebagaimana telah ditulis di muka, data penelitian Studi Kasus dapat diperoleh dari beberapa teknik, seperti wawancara, observasi pelibatan (participant observation), dan dokumentasi. Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, sehingga dia sendiri yang dapat mengukur ketepatan dan ketercukupan data serta kapan pengumpulan data harus berakhir. Dia sendiri pula yang menentukan informan yang tepat untuk diwawancarai, kapan dan di mana wawancara dilakukan.
5. Penyempurnaan Data.
Data yang telah terkumpul perlu disempurnakan. Bagaimana caranya peneliti mengetahui datanya kurang atau belum sempurna? Caranya ialah dengan membaca keseluruhan data dengan merujuk ke rumusan masalah yang diajukan. Jika rumusan masalah diyakini dapat dijawab dengan data yang tersedia, maka data dianggap sempurna. Sebaliknya, jika belum cukup untuk menjawab rumusan masalah, data dianggap belum lengkap, sehingga peneliti wajib kembali ke lapangan untuk melengkapi data dengan bertemu informan lagi. Itu sebabnya penelitian kualitatif berproses secara siklus.
6. Pengolahan Data.
Setelah data dianggap sempurna, peneliti melakukan pengolahan data, yakni melakukan pengecekan kebenaran data, menyusun data, melaksanakan penyandian (coding), mengklasifikasi data, mengoreksi jawaban wawancara yang kurang jelas. Tahap ini dilakukan untuk memudahkan tahap analisis.
7. Analisis Data.
Setelah data berupa transkrip hasil wawancara dan observasi, maupun gambar, foto, catatan harian subjek dan sebagainya dianggap lengkap dan sempurna, peneliti melakukan analisis data. Analsis data Studi Kasus dan penelitian kualitatif pada umumnya hanya bisa dilakukan oleh peneliti sendiri, bukan oleh pembimbing, teman, atau melalui jasa orang lain. Sebab, sebagai instrumen kunci, hanya peneliti sendiri yang tahu secara mendalam semua masalah yang diteliti. Analisis data merupakan tahap paling penting di setiap penelitian dan sekaligus paling sulit. Sebab, dari tahap ini akan diperoleh informasi penting berupa temuan penelitian. Kegagalan analisis data berarti kegagalan penelitian secara keseluruhan. Kemampuan analisis data sangat ditentukan oleh keluasan wawasan teoretik peneliti pada bidang yang diteliti, pengalaman penelitian, bimbingan dosen, dan minat yang kuat peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas.
8. Proses Analisis Data.
Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk memberikan makna atau memaknai data dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya menjadi bagian-bagian berdasarkan pengelompokan tertentu sehingga diperoleh suatu temuan terhadap rumusan masalah yang diajukan. Melalui serangkaian aktivitas tersebut, data kualitatif yang biasanya berserakan dan bertumpuk-tumpuk dapat disederhanakan sehingga dapat dipahami dengan lebih mudah. Tidak ada prosedur atau teknik analisis data yang baku dalam penelitian kualitatif, tetapi langkah-langkah berikut bisa digunakan sebagai pedoman;
-
Peneliti membaca keseluruhan transkrip untuk memperoleh informasi- informasi secara umum (general) dari masing-masing transkrip,
-
Pesan-pesan umum tersebut dikompilasi untuk diambil pesan khususnya (spesific messages),
-
Dari pesan-pesan khusus tersebut akan diketahui pola umum data. Selanjutnya, data tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan urutan kejadian, kategori, dan tipologinya. Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, analisis data Studi Kasus dimulai sejak peneliti di lapangan, ketika mengumpulkan data dan ketika data sudah terkumpul semua.
9. Dialog Teoretik.
Untuk melahirkan temuan konseptual berupa “thesis statement", setelah pertanyaan penelitian terjawab, peneliti Studi Kasus, khususnya calon magister dan lebih-lebih doktor, melakukan langkah selanjutnya, yaitu melakukan dialog temuan tersebut dengan teori yang telah dibahas di bagian kajian pustaka, sehingga bagian kajian pustaka bulan sekadar ornamen belaka. Tahap ini disebut Dialog Teoretik. Sering kali terjadi ketika pertanyaan penelitian sudah terjawab, peneliti mengira tugasnya sudah selesai. Ini kesalahan umum yang terjadi pada peneliti Studi Kasus.
10. Triangulasi Temuan (Konfirmabilitas).
Agar temuan tidak dianggap bias, peneliti perlu melakukan triangulasi temuan, atau yang sering disebut sebagai konfirmabilitas, yakni dengan melaporkan temuan penelitian kepada informan yang diwawancarai. Hal ini juga jarang dilakukan peneliti Studi Kasus, mungkin karena takut hasilnya berbeda dengan yang telah dia temukan. Seorang peneliti harus jujur, sehingga temuannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah di masyarakat akademik atau masyarakat umum. Karena akan menjadi ilmuwan, seorang peneliti harus memiliki kejujuran, bertindak secara objektif, bertanggung jawab, dan profesional.
11. Simpulan Hasil Penelitian.
Kesalahan umum yang sering terjadi pada bagain ini ialah peneliti mengulang atau meringkas apa yang telah dikemukakan pada bagian-bagian sebelumnya, tetapi membuat sintesis dari semua yang telah dikemukakan sebelumnya. Pada bagian ini peneliti mencantumkan implikasi teoretik.
DATA ---- FACT ---- CONCEPT ---- PROPOSITION THEORY
12. Laporan Penelitian.
Langkah paling akhir kegiatan penelitian ialah membuat laporan penelitian. Laporan penelitian merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kegiatan penelitian yang dituangkan dalam bahasa tulis untuk kepentingan umum. Menurut Yunus (2010) ada beberapa versi mengenai laporan penelitian, tetapi secara umum terdapat 3 syarat agar laporan penelitian dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah, yaitu:
- Objektif,
- Sistematik, dan
- Mengikuti metode ilmiah.
Objektif artinya data yang diperoleh benar-benar dari subjek yang diteliti, bukan dari peneliti dan pandangan peneliti.
Sistematik artinya urut, yakni pembahasan harus mengikuti alur penalaran yang runtut di mana sejak bagian awal pembahasan hingga akhir menunjukkan keterkaitan logis dan merupakan satu kesinambungan.
Secara garis besar batang tubuh karya ilmiah terdiri atas tiga bagian utama, yaitu bagian awal (prologue), bagian pembahasan (dialogue), dan bagian akhir (epilogue).
-
Bagian prologue merupakan bagian awal penelitian yang menjelaskan latar belakang mengapa suatu penelitian dilaksanakan. Bagian ini memuat latar belakang/konteks, fokus/rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, originalitas penelitian dan definisi operasional istilah-istilah kunci.
-
Bagian dialogue merupakan batang tubuh utama penelitian karena merupakan proses penalaran yang dibangun atas dasar kaidah-kaidah ilmiah. Secara umum bagian ini mengemukakan tiga hal, yakni:
- Hal-hal yang dibutuhkan dalam pembahasan,
- Proses pembahasan dan
- Produk pembahasan.
Hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri atas tinjauan pustaka, metode penelitian, dan deskripsi atau gambaran tentang lokus penelitian di mana penelitian dilakukan.
Sedangkan mengikuti metode ilmiah yang dimaksudkan ialah kegiatan penelitian mengikuti langkah-langkah memperoleh pengetahuan ilmiah sesuai yang telah disepakati oleh para ilmuwan. Memang juga terdapat beberapa versi tentang langkah memperoleh pengetahuan ilmiah.
Untuk penelitian Studi Kasus, langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai pedoman, yakni:
-
Penentuan fokus kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan,
-
Pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya,
-
Penentuan kasus atau bahan telaah, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh,
-
Pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan,
-
Pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji,
-
Pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing),
-
Negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan
-
Perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and integrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.
Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika lapangan. Rumpun kajian, misalnya, mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian.
Sumber : Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Studi kasus dalam penelitian kualitatif: Konsep dan prosedurnya, UIN Maulana Malik Ibrahim.