Bagaimana cara melakukan penelitian Studi Kasus ?

Studi kasus

Studi kasus adalah metode penelitian yang bersifat multi-perspectival analyses, yaitu peneltiian yang membutuhkan adanya analisa dari berbagai sudut pandang dan bukan berfokus pada individu yang menjadi objek penelitian saja. Peneliti juga perlu memperhatikan aspek-aspek lain seperti kelompok yang relevan dengan individu terkait dan memiliki interaksi satu sama lain, untuk dapat memberikan kekuatan pada mereka yang lebih lemah (powerless) dan tidak bisa menyampaikan pendapat (voiceless).

Bagaimana cara melakukan penelitian Studi Kasus ?

Seperti halnya jenis penelitian kualitatif lainnya, yakni fenomenologi, etnografi, etnometodologi, grounded research dan studi teks, Studi Kasus juga dilakukan dalam latar alamiah, holistik dan mendalam.

  • Alamiah artinya kegiatan pemerolehan data dilakukan dalam konteks kehidupan nyata (real-life events). Tidak perlu ada perlakuan-perlakuan tertentu baik terhadap subjek penelitian maupun konteks di mana penelitian dilakukan. Biarkan semuanya berlangsung secara alamiah.

  • Holistik artinya peneliti harus bisa memperoleh informasi yang akan menjadi data secara komprehensif sehingga tidak meninggalkan informasi yang tersisa. Dari data akan diperoleh fakta atau realitas. Agar memperoleh informasi yang komprehensif, peneliti tidak saja menggali informasi dari partisipan dan informan utama melalui wawancara mendalam, tetapi juga orang-orang di sekitar subjek penelitian, catatan-catatan harian mengenai kegiatan subjek atau rekam jejak subjek.

    Terkait itu, Yunus (2010) menggambarkan objek yang diteliti dalam penelitian Studi Kasus hanya mencitrakan dirinya sendiri secara mendalam/detail/lengkap untuk memperoleh gambaran yang utuh dari objek (wholeness) dalam artian bahwa data yang dikumpulkan dalam studi dipelajari sebagai suatu keseluruhan, utuh yang terintegrasi. Itu sebabnya penelitian Studi Kasus bersifat eksploratif. Sifat objek kajian yang sangat khusus menjadi bahan pertimbangan utama peneliti untuk mengelaborasinya dengan cara mengeksplorasi secara mendalam. Peneliti tidak hanya memahami kasus dari luarnya saja, tetapi juga dari dalam sebagai entitas yang utuh dan detail. Itu sebabnya salah satu teknik pengumpulan datanya melalui wawancara mendalam. Untuk memahami lebih jauh tentang subjek, peneliti Studi Kasus juga dapat memperoleh data melalui riwayat hidupnya.

    Selain wawancara mendalam, ada lima teknik pengumpulan data penelitian Studi Kasus, yakni dokumentasi, observasi langsung, observasi terlibat (participant observation), dan artifak fisik. Masing-masing untuk saling melengkapi. Inilah kekuatan Studi Kasus dibanding metode lain dalam penelitian kualitatif.

  • Mendalam artinya peneliti tidak saja menangkap makna dari sesuatu yang tersurat, tetapi juga yang tersirat. Dengan kata lain, peneliti Studi Kasus diharapkan dapat mengungkap hal-hal mendalam yang tidak dapat diungkap oleh orang biasa. Di sini peneliti dituntut untuk memiliki kepekaan teoretik mengenai topik atau tema yang diteliti.

Dengan menggunakan payung paradigma fenomenologi, Studi Kasus memusatkan perhatian pada satu objek tertentu yang diangkat sebagai sebuah kasus untuk dikaji secara mendalam sehingga mampu membongkar realitas di balik fenomena. Dalam pandangan paradigma fenomenologi, yang tampak atau kasat mata pada hakikatnya bukan sesuatu yang riel (realitas). Itu hanya pantulan dari yang ada di dalam. Tugas peneliti Studi Kasus ialah menggali sesuatu yang tidak tampak tersebut untuk menjadi pengetahuan yang tampak. Karena itu dapat pula diartikan Studi Kasus sebagai proses mengkaji atau memahami sebuah kasus dan sekaligus mencari hasilnya.

Kegagalan didalam penelitian studi kasus terjadi karena beberapa hal, antara lain :

  • Pertama, kurang memiliki kepekaan teoretik karena kurangnya bacaan atau literatur terkait tema yang diangkat.

  • Kedua, karena sedikitnya pengalaman melakukan penelitian.

  • Ketiga, karena alasan pragmatis, peneliti ingin cepat-cepat menyelesaikan penelitiannya.

Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus


1. Pemilihan Tema, Topik dan Kasus.

Pada tahap pertama ini peneliti harus yakin bahwa dia akan memilih kasus tertentu yang merupakan bagian dari “body of knowledge”nya bidang yang dipelajari.
Logikanya ialah seorang peneliti hanya akan bisa menghasilkan penelitian yang baik pada bidang yang diminati dan dikuasainya. Karena itu, memilih kasus pada bidang yang diminati sangat penting.

Kasus bisa diperoleh dari hasil pengamatan peneliti sendiri, pengalamannya selama ini, hasil membaca buku, majalah ilmiah, koran, mengikuti pertemuan-pertemuan ilmiah (seperti seminar, lokakarya, konferensi), diskusi dengan teman sejawat, tutor, dosen pembimbing, membaca hasil penelitian orang lain. Setelah sumber-sumber bacaan diperoleh, peneliti membacanya untuk menentukan tema besar penelitian. Dari tema besar disempitkan lagi menjadi topik. Agar bisa fokus, dari topik peneliti dapat memberikan tekanan pada objek kajian, yang selanjutnya menjadi kasus. Dari tema, topik, dan objek kajian, peneliti merumuskan judul penelitian. Dengan demikian, judul penelitian dibuat setelah tema, topik, objek/kasus ditentukan. Prosesnya dapat digambarkan sebagai berikut:

TEMA ---- TOPIK ---- OBJEK KAJIAN/KASUS/UNIT ANALISIS ---- JUDUL

2. Pembacaan Literatur.

Setelah kasus diperoleh, peneliti mengumpulkan literatur atau bahan bacaan sebanyak-banyaknya berupa jurnal, majalah ilmiah, hasil-hasil penelitian terdahulu, buku, majalah, surat kabar yang terkait dengan kasus tersebut. Menurut Yin (1994) pembacaan literatur sangat penting untuk memperluas wawasan peneliti di bidang yang akan diteliti dan mempertajam rumusan masalah yang akan diajukan. Secara lebih lengkap, Yin menyatakan:

“To determine the questions that are most significant for a topic, and to gain some precision in formulating these questions, requires much preparation. One way is to review the literature on the topic. Note that such a literature review is therefore a means to an end, and not – as most students think – an end in itself. Budding investigators think that the purpose of a literature review is to determine the answers about what is known on a topic; in contrast, experienced investigators review previous research to develop sharper and more insightful questions about the topic”.

Namun demikian, dalam upaya pengumpulan bahan bacaan peneliti perlu mempertimbangkan dua aspek penting, yakni relevansi (relevance) bahan bacaan/literatur tersebut dengan topik bahasan (kasus) yang diangkat dan kemutakhiran (novelty). Semakin mutakhir bahan bacaan, semakin baik, sehingga peneliti dapat mengikuti perkembangan keilmuan paling up date atau “state of the arts” bidang yang digeluti. Sebab, ilmu pengetahuan senantiasa mensyaratkan hal-hal baru.

Terkait dengan bahan bacaan, sering pula ditemukan peneliti mengumpulkan bahan bacaan yang sangat banyak, tetapi tidak relevan dengan objek kajian yang diangkat, sehingga laporan penelitian menjadi sangat tebal. Padahal, kualitas penelitian tidak ditentukan oleh tebalnya atau banyaknya halaman hasil/laporan penelitian, tetapi oleh ketepatan metode penelitian, keluasan perspektif teoretik peneliti, keandalan dan kecukupan data, kedalaman analisis, kebaruan temuan dan sumbangannya bagi ilmu pengetahuan.

3. Perumusan Fokus dan Masalah Penelitian.

Langkah sangat penting dalam setiap penelitian ialah merumuskan fokus dan masalah. Fokus penelitian perlu dibuat agar peneliti bisa berkonsentrasi pada satu titik yang menjadi pusat perhatian. Di muka telah dibahas bagaimana rumusan masalah penelitian dibuat. Satu hal penting lainnya terkait dengan rumusan masalah ialah dari rumusan tersebut dapat digali informasi penting dan mendalam untuk menjadi pengetahuan yang berharga bagi kemanusiaan, bukan sembarang informasi yang tidak bernilai ilmiah.

4. Pengumpulan Data.

Sebagaimana telah ditulis di muka, data penelitian Studi Kasus dapat diperoleh dari beberapa teknik, seperti wawancara, observasi pelibatan (participant observation), dan dokumentasi. Peneliti sendiri merupakan instrumen kunci, sehingga dia sendiri yang dapat mengukur ketepatan dan ketercukupan data serta kapan pengumpulan data harus berakhir. Dia sendiri pula yang menentukan informan yang tepat untuk diwawancarai, kapan dan di mana wawancara dilakukan.

5. Penyempurnaan Data.

Data yang telah terkumpul perlu disempurnakan. Bagaimana caranya peneliti mengetahui datanya kurang atau belum sempurna? Caranya ialah dengan membaca keseluruhan data dengan merujuk ke rumusan masalah yang diajukan. Jika rumusan masalah diyakini dapat dijawab dengan data yang tersedia, maka data dianggap sempurna. Sebaliknya, jika belum cukup untuk menjawab rumusan masalah, data dianggap belum lengkap, sehingga peneliti wajib kembali ke lapangan untuk melengkapi data dengan bertemu informan lagi. Itu sebabnya penelitian kualitatif berproses secara siklus.

6. Pengolahan Data.

Setelah data dianggap sempurna, peneliti melakukan pengolahan data, yakni melakukan pengecekan kebenaran data, menyusun data, melaksanakan penyandian (coding), mengklasifikasi data, mengoreksi jawaban wawancara yang kurang jelas. Tahap ini dilakukan untuk memudahkan tahap analisis.

7. Analisis Data.

Setelah data berupa transkrip hasil wawancara dan observasi, maupun gambar, foto, catatan harian subjek dan sebagainya dianggap lengkap dan sempurna, peneliti melakukan analisis data. Analsis data Studi Kasus dan penelitian kualitatif pada umumnya hanya bisa dilakukan oleh peneliti sendiri, bukan oleh pembimbing, teman, atau melalui jasa orang lain. Sebab, sebagai instrumen kunci, hanya peneliti sendiri yang tahu secara mendalam semua masalah yang diteliti. Analisis data merupakan tahap paling penting di setiap penelitian dan sekaligus paling sulit. Sebab, dari tahap ini akan diperoleh informasi penting berupa temuan penelitian. Kegagalan analisis data berarti kegagalan penelitian secara keseluruhan. Kemampuan analisis data sangat ditentukan oleh keluasan wawasan teoretik peneliti pada bidang yang diteliti, pengalaman penelitian, bimbingan dosen, dan minat yang kuat peneliti untuk menghasilkan penelitian yang berkualitas.

8. Proses Analisis Data.

Pada hakikatnya analisis data adalah sebuah kegiatan untuk memberikan makna atau memaknai data dengan mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi kode atau tanda, dan mengkategorikannya menjadi bagian-bagian berdasarkan pengelompokan tertentu sehingga diperoleh suatu temuan terhadap rumusan masalah yang diajukan. Melalui serangkaian aktivitas tersebut, data kualitatif yang biasanya berserakan dan bertumpuk-tumpuk dapat disederhanakan sehingga dapat dipahami dengan lebih mudah. Tidak ada prosedur atau teknik analisis data yang baku dalam penelitian kualitatif, tetapi langkah-langkah berikut bisa digunakan sebagai pedoman;

  • Peneliti membaca keseluruhan transkrip untuk memperoleh informasi- informasi secara umum (general) dari masing-masing transkrip,

  • Pesan-pesan umum tersebut dikompilasi untuk diambil pesan khususnya (spesific messages),

  • Dari pesan-pesan khusus tersebut akan diketahui pola umum data. Selanjutnya, data tersebut dapat dikelompokkan berdasarkan urutan kejadian, kategori, dan tipologinya. Sebagaimana lazimnya dalam penelitian kualitatif, analisis data Studi Kasus dimulai sejak peneliti di lapangan, ketika mengumpulkan data dan ketika data sudah terkumpul semua.

9. Dialog Teoretik.

Untuk melahirkan temuan konseptual berupa “thesis statement", setelah pertanyaan penelitian terjawab, peneliti Studi Kasus, khususnya calon magister dan lebih-lebih doktor, melakukan langkah selanjutnya, yaitu melakukan dialog temuan tersebut dengan teori yang telah dibahas di bagian kajian pustaka, sehingga bagian kajian pustaka bulan sekadar ornamen belaka. Tahap ini disebut Dialog Teoretik. Sering kali terjadi ketika pertanyaan penelitian sudah terjawab, peneliti mengira tugasnya sudah selesai. Ini kesalahan umum yang terjadi pada peneliti Studi Kasus.

10. Triangulasi Temuan (Konfirmabilitas).

Agar temuan tidak dianggap bias, peneliti perlu melakukan triangulasi temuan, atau yang sering disebut sebagai konfirmabilitas, yakni dengan melaporkan temuan penelitian kepada informan yang diwawancarai. Hal ini juga jarang dilakukan peneliti Studi Kasus, mungkin karena takut hasilnya berbeda dengan yang telah dia temukan. Seorang peneliti harus jujur, sehingga temuannya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah di masyarakat akademik atau masyarakat umum. Karena akan menjadi ilmuwan, seorang peneliti harus memiliki kejujuran, bertindak secara objektif, bertanggung jawab, dan profesional.

11. Simpulan Hasil Penelitian.

Kesalahan umum yang sering terjadi pada bagain ini ialah peneliti mengulang atau meringkas apa yang telah dikemukakan pada bagian-bagian sebelumnya, tetapi membuat sintesis dari semua yang telah dikemukakan sebelumnya. Pada bagian ini peneliti mencantumkan implikasi teoretik.

DATA ---- FACT ---- CONCEPT ---- PROPOSITION THEORY

12. Laporan Penelitian.

Langkah paling akhir kegiatan penelitian ialah membuat laporan penelitian. Laporan penelitian merupakan salah satu bentuk pertanggungjawaban kegiatan penelitian yang dituangkan dalam bahasa tulis untuk kepentingan umum. Menurut Yunus (2010) ada beberapa versi mengenai laporan penelitian, tetapi secara umum terdapat 3 syarat agar laporan penelitian dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah, yaitu:

  1. Objektif,
  2. Sistematik, dan
  3. Mengikuti metode ilmiah.

Objektif artinya data yang diperoleh benar-benar dari subjek yang diteliti, bukan dari peneliti dan pandangan peneliti.

Sistematik artinya urut, yakni pembahasan harus mengikuti alur penalaran yang runtut di mana sejak bagian awal pembahasan hingga akhir menunjukkan keterkaitan logis dan merupakan satu kesinambungan.

Secara garis besar batang tubuh karya ilmiah terdiri atas tiga bagian utama, yaitu bagian awal (prologue), bagian pembahasan (dialogue), dan bagian akhir (epilogue).

  • Bagian prologue merupakan bagian awal penelitian yang menjelaskan latar belakang mengapa suatu penelitian dilaksanakan. Bagian ini memuat latar belakang/konteks, fokus/rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, originalitas penelitian dan definisi operasional istilah-istilah kunci.

  • Bagian dialogue merupakan batang tubuh utama penelitian karena merupakan proses penalaran yang dibangun atas dasar kaidah-kaidah ilmiah. Secara umum bagian ini mengemukakan tiga hal, yakni:

    1. Hal-hal yang dibutuhkan dalam pembahasan,
    2. Proses pembahasan dan
    3. Produk pembahasan.

    Hal-hal yang dibutuhkan dalam penelitian terdiri atas tinjauan pustaka, metode penelitian, dan deskripsi atau gambaran tentang lokus penelitian di mana penelitian dilakukan.

Sedangkan mengikuti metode ilmiah yang dimaksudkan ialah kegiatan penelitian mengikuti langkah-langkah memperoleh pengetahuan ilmiah sesuai yang telah disepakati oleh para ilmuwan. Memang juga terdapat beberapa versi tentang langkah memperoleh pengetahuan ilmiah.

Untuk penelitian Studi Kasus, langkah-langkah berikut dapat digunakan sebagai pedoman, yakni:

  1. Penentuan fokus kajian (focus of study), yang mencakup kegiatan memilih masalah yang memenuhi syarat kelayakan dan kebermaknaan,

  2. Pengembangan kepekaan teoretik dengan menelaah bahan pustaka yang relevan dan hasil kajian sebelumnya,

  3. Penentuan kasus atau bahan telaah, yang meliputi kegiatan memilih dari mana dan dari siapa data diperoleh,

  4. Pengembangan protokol pemerolehan dan pengolahan data, yang mencakup kegiatan menetapkan piranti, langkah dan teknik pemerolehan dan pengolahan data yang digunakan,

  5. Pelaksanaan kegiatan pemerolehan data, yang terdiri atas kegiatan mengumpulkan data lapangan atau melakukan pembacaan naskah yang dikaji,

  6. Pengolahan data perolehan, yang meliputi kegiatan penyandian (coding), pengkategorian (categorizing), pembandingan (comparing), dan pembahasan (discussing),

  7. Negosiasi hasil kajian dengan subjek kajian, dan

  8. Perumusan simpulan kajian, yang meliputi kegiatan penafsiran dan penyatu-paduan (interpreting and integrating) temuan ke dalam bangunan pengetahuan sebelumnya, serta saran bagi kajian berikutnya.

Karena sifat dasar bahan yang dikaji serta tujuan yang ingin dicapai, bisa saja langkah-langkah tersebut diubah menurut dinamika lapangan. Rumpun kajian, misalnya, mungkin mengalami penajaman dan perumusan ulang setelah peneliti melakukan penjajakan lapangan. Tentu saja, penajaman ulang perlu dilakukan berdasarkan ketersediaan data, serta dimaksudkan untuk meningkatkan kebermaknaan kajian.

Sumber : Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo, M.Si, Studi kasus dalam penelitian kualitatif: Konsep dan prosedurnya, UIN Maulana Malik Ibrahim.

Langkah-langkah dalam melakukan metode penelitian dengan menggunakan metode studi kasus antara lain adalah sebagai berikut :

  • Penggunaan teori
  • Membuat pertanyaan penelitian
  • Pengumpulan data
  • Analisis data
  • Melakukan standar kualitas dan verifikasi

Bagaimana penggunaan teori dan pertanyaan penelitian dalam studi kasus ?

Studi kasus kualitatif menerapkan teori dalam cara yang berbeda. Creswell mengungkapkannya dengan contoh studi kasus kualitatif dari Stake (1995) tentang reformasi di Sekolah Harper yang menggambarkan sebuah studi kasus deskriptif dan berorientasi pada isu. Studi ini dimulai dengan mengemukakan isu tentang “reformasi sekolah”, kemudian dilanjutkan dengan deskripsi sekolah, komunitas dan lingkungan. Selama isu suatu kasus masih berkembang, teori belum dapat digunakan dalam studi kasus ini. Menurut Creswell sebuah teori membentuk arah studi (Mc Cormick, 1994).

Studi dimulai dengan definisi “non pembaca”, kemudian dilanjutkan pada dasar teori bagi studi yang “dibingkai” dalam sebuah teori interaktif. Studi berlanjut dengan melihat kemampuan dan ketidakmampuan membaca siswa akan memprediksi kegagalan dan keberhasilan siswa dalam membaca dan menulis. Hal ini berhubungan erat dengan faktor internal dan eksternal. Kemudian studi berlanjut dengan mengeksplorasi pengalaman seorang siswa yang berusia 81/2 tahun.

Dalam kasus penembakan di kampus, kita tidak memposisikan studi di dalam dasar teori tertentu sebelum pengumpulan data, tetapi setelah pengumpulan data sehingga acapkali dikenal dengan teori-setelah.

Menurut Creswell dalam studi kasus kualitatif, seseorang dapat menyusun pertanyaan maupun sub pertanyaan melalui isu dalam tema yang dieksplorasi, juga sub pertanyaan tersebut dapat mencakup langkah-langkah dalam prosedur pengumpulan data, analisis dan konstruksi format naratif. Sub pertanyaan yang dapat memandu peneliti dalam melakukan penelitian studi kasus sebagai berikut :

  • Apa yang terjadi ?

  • Siapa yang terlibat dalam respons terhadap suatu peristiwa tersebut ?

  • Tema respons apa yang muncul selama 8 bulan mengikuti peristiwa ini ?

  • Konstruksi teori apa yang dapat membantu kita memahami respons di kampus?

  • Konstruksi apa yang unik dalam kasus ini ?

Sedangkan pertanyaan-pertanyaan prosedural adalah sebagai berikut :

  • Bagaimana suatu kasus dan peristiwa tersebut digambarkan ? (deskripsi kasus)

  • Tema apa yang muncul dari pengumpulan informasi tentang kasus ? (analisis materi kasus)

  • Bagaimana peneliti menginterpretasikan tema-tema dalam teori sosial dan psikologi yang lebih luas ? (pelajaran yang dipelajari dari kasus berdasarkan literatur).

Bagaimana pengumpulan data studi kasus ?

Pengumpulan data dalam studi kasus dapat diambil dari berbagai sumber informasi, karena studi kasus melibatkan pengumpulan data yang “kaya” untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Yin mengungkapkan bahwa terdapat enam bentuk pengumpulan data dalam studi kasus yaitu:

  1. dokumentasi yang terdiri dari surat, memorandum, agenda, laporan-laporan suatu peristiwa, proposal, hasil penelitian, hasil evaluasi, kliping, artikel;

  2. rekaman arsip yang terdiri dari rekaman layanan, peta, data survei, daftar nama, rekaman-rekaman pribadi seperti buku harian, kalender dsb;

  3. wawancara biasanya bertipe open-ended;

  4. observasi langsung;

  5. observasi partisipan dan

  6. perangkat fisik atau kultural yaitu peralatan teknologi, alat atau instrumen, pekerjaan seni dll.

Lebih lanjut Yin mengemukakan bahwa keuntungan dari keenam sumber bukti tersebut dapat dimaksimalkan bila tiga prinsip berikut ini diikuti, yaitu:

  1. menggunakan bukti multisumber;

  2. menciptakan data dasar studi kasus, seperti : catatan-catatan studi kasus, dokumen studi kasus, bahan-bahan tabulasi, narasi;

  3. memelihara rangkaian bukti.

Sedangkan Asmussen & Creswell menampilkan pengumpulan data melalui matriks sumber informasi untuk pembacanya. Matriks ini mengandung empat tipe data yaitu: wawancara, observasi, dokumen dan materi audio-visual untuk kolom dan bentuk spesifik dari informasi seperti siswa, administrasi untuk baris.

Penyampaian data melalui matriks ini ditujukan untuk melihat kedalaman dan banyaknya bentuk dari pengumpulan data, sehingga menunjukkan kekompleksan dari kasus tersebut. Penggunaan suatu matriks akan bermanfaat apabila diterapkan dalam suatu studi kasus yang kaya informasi.

Lebih lanjut Creswell mengungkapkan bahwa wawancara dan observasi merupakan alat pengumpul data yang banyak digunakan oleh berbagai penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa kedua alat itu merupakan pusat dari semua tradisi penelitian kualitatif sehingga memerlukan perhatian yang tambahan dari peneliti.

Bagaimana analisis data studi kasus ?

Menganalisis data studi kasus adalah suatu hal yang sulit karena strategi dan tekniknya belum teridentifikasikan secara baik. Tetapi setiap penelitian hendaknya dimulai dengan strategi analisis yang umum yang mengandung prioritas tentang apa yang akan dianalisis dan mengapa. Demikian pun dengan studi kasus, oleh karena itu Creswell memulai pemaparannya dengan mengungkapkan tiga strategi analisis penelitian kualitatif, yaitu: strategi analisis menurut Bogdan & Biklen (1992), Huberman & Miles (1994) dan Wolcott (1994).

Menurut Creswell, untuk studi kasus seperti halnya etnografi analisisnya terdiri dari “deskripsi terinci” tentang kasus beserta settingnya. Apabila suatu kasus menampilkan kronologis suatu peristiwa maka menganalisisnya memerlukan banyak sumber data untuk menentukan bukti pada setiap fase dalam evolusi kasusnya. Terlebih lagi untuk setting kasus yang “unik”, kita hendaknya menganalisa informasi untuk menentukan bagaimana peristiwa itu terjadi sesuai dengan settingnya.

Stake mengungkapkan empat bentuk analisis data beserta interpretasinya dalam penelitian studi kasus, yaitu:

  1. pengumpulan kategori, peneliti mencari suatu kumpulan dari contoh-contoh data serta berharap menemukan makna yang relevan dengan isu yang akan muncul;

  2. interpretasi langsung, peneliti studi kasus melihat pada satu contoh serta menarik makna darinya tanpa mencari banyak contoh. Hal ini merupakan suatu proses dalam menarik data secara terpisah dan menempatkannya kembali secara bersama-sama agar lebih bermakna;

  3. peneliti membentuk pola dan mencari kesepadanan antara dua atau lebih kategori. Kesepadanan ini dapat dilaksanakan melalui tabel 2x2 yang menunjukkan hubungan antara dua kategori;

  4. pada akhirnya, peneliti mengembangkan generalisasi naturalistik melalui analisa data, generalisasi ini diambil melalui orang-orang yang dapat belajar dari suatu kasus, apakah kasus mereka sendiri atau menerapkannya pada sebuah populasi kasus.

Lebih lanjut Creswell menambahkan deskripsi kasus sebagai sebuah pandangan yang terinci tentang kasus. Dalam studi kasus “peristiwa penembakan”, kita dapat menggambarkan peristiwa itu selama dua minggu, menyoroti pemain utamanya, tempat dan aktivitasnya. Kemudian mengumpilkan data ke dalam 20 kategori dan memisahkannya ke dalam lima pola. Dalam bagian akhir dari studi ini kita dapat mengembangkan generalisasi tentang kasus tersebut dipandang dari berbagai aspek, dibandingkan, dibedakan dengan literatur lainnya yang membahas tentang kekerasan di kampus.

Dari paparan di atas dapat diuraikan bahwa “persiapan terbaik” untuk melakukan analisis studi kasus adalah memiliki suatu strategi analisis. Tanpa strategi yang baik, analisis studi kasus akan berlangsung sulit karena peneliti “bermain dengan data” yang banyak dan alat pengumpul data yang banyak pula. Untuk Robert K. Yin merekomendasikan enam tipe sumber informasi seperti yang telah dikemukakan pada bagian pengumpulan data. Tipe analisis dari data ini dapat berupa analisis holistik, yaitu analisis keseluruhan kasus atau berupa analisis terjalin, yaitu suatu analisis untuk kasus yang spesifik, unik atau ekstrim.

Lebih lanjut Yin membagi tiga teknik analisis untuk studi kasus, yaitu

  1. penjodohan pola, yaitu dengan menggunakan logika penjodohan pola. Logika seperti ini membandingkan pola yang didasarkan atas data empirik dengan pola yang diprediksikan (atau dengan beberapa prediksi alternatif). Jika kedua pola ini ada persamaan, hasilnya dapat menguatkan validitas internal studi kasus yang bersangkutan;

  2. pembuatan eksplanasi, yang bertujuan untuk menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu eksplanasi tentang kasus yang bersangkutan dan

  3. analisis deret waktu, yang banyak dipergunakan untuk studi kasus yang menggunakan pendekatan eksperimen dan kuasi eksperimen.

Creswell mengemukakan bahwa dalam studi kasus melibatkan pengumpulan data yang banyak karena peneliti mencoba untuk membangun gambaran yang mendalam dari suatu kasus. Untuk diperlukan suatu analisis yang baik agar dapat menyusun suatu deskripsi yang terinci dari kasus yang muncul. Seperti misalnya analisis tema atau isu, yakni analisis suatu konteks kasus atau setting dimana kasus tersebut dapat menggambarkan dirinya sendiri.

Peneliti mencoba untuk menggambarkan studi ini melalui teknik seperti sebuah kronologi peristiwa-peristiwa utama yang kemudian diikuti oleh suatu perspektif yang terinci tentang beberapa peristiwa. Ketika banyak kasus yang akan dipilih, peneliti sebaiknya menggunakan analisis dalam-kasus yang kemudian diikuti oleh sebuah analisis tematis di sepanjang kasus tersebut yang acapkali disebut analisis silang kasus untuk menginterpretasi makna dalam kasus.

Bagaimana penulisan laporan studi kasus ?

Merriam (1988) mengungkapkan bahwa tidak ada format standar untuk melaporkan penelitian studi kasus. Lebih lanjut Yin menyatakan bahwa tahap pelaporan merupakan salah satu tahap yang sebenarnya paling sulit dalam menyelenggarakan studi kasus. Creswell mengemukakan bahwa studi kasus membentuk struktur yang “lebih besar” dalam bentuk naratif tertulis. Hal ini disebabkan suatu studi kasus menggunakan teori dalam deskripsikan kasus atau beberapa analisis untuk menampilkan perbandingan kasus silang atau antar tempat. Untuk itu Yin menyarankan bahwa untuk menyusun laporan studi kasus seorang peneliti hendaknya menyusun rancangan beberapa bagian laporan (misalnya bagian metodologi) daripada menunggu sampai akhir proses analisis data.

Dalam menyusun laporan studi kasus, Yin menyarankan enam bentuk alternatif yaitu: analisis-linear, komparatif, kronologis, pembangunan teori, “ketegangan” dan tak berurutan.

Keseluruhan Struktur Retorika

Peneliti dapat membuka dan menutup dengan suatu gambaran untuk menarik pembaca ke dalam suatu kasus. Pendekatan ini disarankan oleh Stake (1995) yang memberikan gambaran umum bagi penyerapan ide-ide dalam suatu studi kasus sebagai berikut :

  • Penulis hendaknya membuka dengan sebuah gambaran umum sehingga pembaca dapat mengembangkan sebuah pengalaman yang mewakilinya untuk mendapatkan suatu “feeling” dari waktu dan tempat yang diteliti

  • Kemudian, penulis mengidentifikasi isu-isu, tujuan dan metode studi sehingga pembaca dapat mempelajari mengenai bagaimana studi tersebut, latar belakang dan isu-isu seputar kasus

  • Hal ini kemudian diikuti oleh deskripsi ekstensif tentang kasus dan konteksnya

  • Agar pembaca dapat memahami kompleksitas dari suatu kasus, penulis agar menampilkan beberapa isu-isu kunci. Kekompleksan ini dibangun melalui referensi hasil penelitian maupun pemahaman pembaca terhadap suatu kasus

  • Kemudian beberapa isu diteliti “lebih jauh”. Pada poin ini penulis hendaknya memilah dengan baik data yang terkumpul

  • Penulis menyusun suatu ringkasan tentang apakah penulis memahami kasus itu, apakah melakukan generalisasi naturalistik awal, kesimpulan yang diambil apakah merupakan pengalaman pribadi atau pengalaman yang mewakili bagi pembacanya yang kemudian membentuk persepsi pembaca

  • Pada akhirnya penulis mengakhiri pemaparannya dengan sebuah gambaran penutup, sebuah catatan pengalaman yang mengingatkan pembaca bahwa laporan ini adalah pengalaman seseorang yang mengalami suatu kasus kompleks

Creswell mengungkapkan bahwa ia menyukai gambaran umum di atas, karena memberikan deskripsi kasus dengan menampilkan tema, pernyataan atau interpretasi pembaca serta memulai dan mengakhiri dengan skenario yang realistis. Sebuah model laporan kasus lain adalah laporan kasus substantif Lincoln dan Guba (1985) yang menggambarkan sebuah deskripsi dengan teliti mengenai konteks atau setting, sebuah deskripsi transaksi atau proses yang diamati dalam konteks, isu yang diteliti dan hasil penelitian (pelajaran yang dipelajari). Sedangkan pada tingkat yang lebih umum pelaporan studi kasus dapat ditemukan pada matriks 2x2 dari Yin (1989).

Matriks tersebut didasarkan pada asumsi bahwa studi kasus tunggal dan multikasus mencerminkan pertimbangan desain yang berbeda yaitu: desain kasus tunggal holistik, desain kasus tunggal terjalin, desain multikasus holistik dan desain multikasus terjalin. Desain kasus tunggal dipergunakan apabila mengkaji suatu kasus unik atau beberapa sub-unit analisis seperti studi kasus yang berkenaan dengan program publik tunggal, sedangkan desain holistik digunakan untuk mengkaji sifat umum dari suatu program. Desain holistik mungkin bersifat lebih abstrak karena desain ini mencakup keseluruhan kasus yang lebih baik daripada desain terjalin.

Struktur Retorika Terjalin

Desain terjalin merupakan suatu perangkat penting guna memfokuskan suatu inkuiri studi kasus. Asmussen dan Creswell mencontohkan “peristiwa penembakan di kampus”. Pertama-tama dimulai dari kota dimana situasi dikembangkan, kemudian diikuti oleh kampus dan ruangan kelas. Pendekatan “menyempitkan” setting dari sebuah lingkungan kota yang tenang pada ruangan kelas di kampus akan memudahkan peneliti melihat kedalaman studi ini dengan sebuah kronologi peristiwa yang terjadi.

Dalam membandingkan deskripsi vs analisis, Merriam (1998) menyarankan keseimbangan yang tepat seperti : 60% - 40% atau 70% - 30% antara sebuah deskripsi kongkrit mengenai setting dengan peristiwa sebenarnya. Studi tentang peristiwa insiden penembakan di kampus juga menampilkan sebuah studi kasus tunggal dengan naratif tunggal tentang kasus tersebut, temanya maupun interpretasinya.

Lebih lanjut Stake memberikan sebuah “daftar cek kritik” untuk laporan studi kasus dan membaginya ke dalam 20 kriteria untuk menilai sebuah laporan studi kasus yang baik sebagai berikut:

  1. Apakah laporan itu mudah di baca ?

  2. Apakah laporan itu tepat secara umum, yaitu tiap kalimat berkontribusi pada keseluruhan laporan ?

  3. Apakah laporan tersebut memiliki sebuah struktur konseptual (misalnya tema atau isu) ?

  4. Apakah isu-isunya dikembangkan secara serius dan ilmiah ?

  5. Apakah kasusnya didefinisikan secara baik ?

  6. Apakah terdapat cerita pada presentasi ?

  7. Apakah pembaca memberikan masukkan dari beberapa pengalaman yang mewakilinya ?

  8. Apakah kutipan-kutipan digunakan secara efektif ?

  9. Apakah heading, angka-angka, instrumen, lampiran, indeks digunakan secara efektif ?

  10. Apakah laporan tersebut diedit dengan baik ?

  11. Apakah pembaca disarankan untuk membuat pernyataan baik itu lewat atau di bawah interpretasi ?

  12. Apakah perhatian yang memadai telah dibayar pada beragam konteks ?

  13. Apakah data mentah yang baik akan ditampilkan ?

  14. Apakah sumber data dipilih dengan baik dan jumlahnya memadai ?

  15. Apakah observasi dan interpretasi yang muncul telah ditriangulasi ?

  16. Apakah peranan dan sudut pandang peneliti muncul dengan baik ?

  17. Apakah “sifat” audiens yang dimaksud akan nampak ?

  18. Apakah empati ditujukan untuk semua aspek ?

  19. Apakah maksud pribadi penulis dikaji ?

  20. Apakah laporan tersebut muncul dan beresiko pada individu ?

Sedangkan Robert K.Yin mengemukakan prosedur laporan studi kasus sebagai berikut :

  1. kapan dan bagaimana memulai suatu tulisan;
  2. identifikasi kasus: nyata atau tersamar ?;
  3. tinjauan ulang naskah studi kasus: suatu prosedur validasi.

Untuk menyusun suatu cerita pada studi kasus, Asmussen & Creswell (1995) mencoba mengkaji studi kasus kualitatif tentang “respon kampus pada seorang siswa penembak” melalui laporan kasus substantif dari Lincoln & Guba. Format Lincoln & Guba ini dimulai dengan :

  1. Membuktikan penjelasan masalah, sebuah deskripsi yang terinci mengenai konteks atau setting serta proses yang diamati, sebuah diskusi tentang elemen penting dan pada akhirnya menyusun hasil penelitian melalui “pelajaran yang dipelajari”.

  2. Setelah memperkenalkan studi kasus dengan masalah kekerasan di kampus, kemudian penulis memberikan deskripsi secara terinci mengenai setting dan kronologis peristiwa. Kemudian beralih kepada tema penting yang muncul dalam analisis. Tema ini terbagi ke dalam dua tema yakni: tema organisasional dan tema psikologis atau sosio-psikologi.

  3. Mengumpulkan data melalui wawancara dengan informan, observasi, dokumentasi dan materi audio-visual. Dengan menanyakan hal-hal sebagai berikut : Apa yang terjadi ?; Apa yang dilibatkan dalam respon peristiwa tersebut ?; Tema respon apa yang muncul selama 8 bulan ?; Konstruksi teoritis apa yang dikembangkan secara unik pada kasus ini ?

  4. Naratif menggambarkan peristiwa dengan menghubungkan konteks pada bingkai kerja yang lebih luas

  5. Melakukan verifikasi kasus dengan menggunakan beberapa sumber data untuk suatu tema melalui triangulasi dan pengecekkan anggota.

Bagaimana melakukan standar kualitas dan verifikasi dalam studi kasus?

Stake (1995) menyatakan bahwa suatu studi kasus memerlukan verifikasi yang ekstensif melalui triangulasi dan member check. Stake menyarankan triangulasi informasi yaitu mencari pemusatan informasi yang berhubungan secara langsung pada “kondisi data” dalam mengembangkan suatu studi kasus. Triangulasi membantu peneliti untuk memeriksa keabsahan data melalui pengecekan dan pembandingan terhadap data.

Lebih lanjut Stake “menawarkan” triangulasi dari Denzin (1970) yang membedakan empat macam tringulasi sebagai teknik pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber data, peneliti, teori dan metodologi.

Untuk member check, Stake merekomendasikan peneliti untuk melakukan pengecekan kepada anggota yang terlibat dalam penelitian studi kasus ini dan mewakili rekan-rekan mereka untuk memberikan reaksi dari segi pandangan dan situasi mereka sendiri terhadap data yang telah diorganisasikan oleh peneliti.

Referensi :

  • John W. Creswell. (1998). Qualitative Inquiry And Research Design: Choosing Among Five Traditions . London: SAGE Publications

  • Michael Quinn Patton. (1991). How to Use Qualitative Methods in Evaluation . London: SAGE Publications

  • Robert K. Yin. (1989). Case Study Research Design and Methods . Washington: COSMOS Corporation

Langkah-Langkah Penelitian Studi Kasus

1) Pemilihan kasus

Dalam pemilihan kasus hendaknya dilakukan secara bertujuan (purposive) dan bukan secara rambang. Kasus dapat dipilih oleh peneliti dengan menjadikan objek orang, lingkungan, program, proses, dan masvarakat atau unit sosial. Ukuran dan kompleksitas objek studi kasus haruslah masuk akal, sehingga dapat diselesaikan dengan batas waktu dan sumbersumber yang tersedia;

2) Pengumpulan data

Terdapat beberapa teknik dalarn pengumpulan data, tetapi yang lebih dipakai dalarn penelitian kasus adalah observasi, wawancara, dan analisis dokumentasi. Peneliti sebagai instrurnen penelitian, dapat menyesuaikan cara pengumpulan data dengan masalah dan lingkungan penelitian, serta dapat mengumpulkan data yang berbeda secara serentak;

3) Analisis data

Setelah data terkumpul peneliti dapat mulai mengagregasi, mengorganisasi, dan mengklasifikasi data menjadi unit-unit yang dapat dikelola. Agregasi merupakan proses mengabstraksi hal-hal khusus menjadi hal-hal umum guna menemukan pola umum data. Data dapat diorganisasi secara kronologis, kategori atau dimasukkan ke dalam tipologi. Analisis data dilakukan sejak peneliti di lapangan, sewaktu pengumpulan data dan setelah semua data terkumpul atau setelah selesai dan lapangan;

4) Perbaikan (refinement)

Meskipun semua data telah terkumpul, dalam pendekatan studi kasus hendaknya clilakukan penvempurnaan atau penguatan (reinforcement) data baru terhadap kategori yang telah ditemukan. Pengumpulan data baru mengharuskan peneliti untuk kembali ke lapangan dan barangkali harus membuat kategori baru, data baru tidak bisa dikelompokkan ke dalam kategori yang sudah ada;

5) Penulisan laporan

Laporan hendaknya ditulis secara komunikatif, rnudah dibaca, dan mendeskripsikan suatu gejala atau kesatuan sosial secara jelas, sehingga memudahkan pembaca untuk mernahami seluruh informasi penting. Laporan diharapkan dapat membawa pembaca ke dalam situasi kasus kehidupan seseorang atau kelompok.