Bagaimana cara melakukan Evaluasi Kampanye?

Kampanye

Kampanye adalah tindakan komunikasi yang terorganisasi mengajak khalayak untuk terlibat dalam suatu kegiatan yang membawa perubahan dan tidak hanya dilakukan dalam satu tindakan, tetapi kombinasi dari beberapa tindakan, pelaporan, dan event yang saling berbeda, pada periode waktu tertentu guna mencapai tujuan tertentu untuk perubahan di masa mendatang

Bagaimana cara melakukan Evaluasi Kampanye ?

Terdapat dua tujuan evaluasi program kampanye komunikasi adalah

  1. menemukan apakah implementasi program berjalan sesuai dengan rencana dan
  2. menentukan apa tujuan yang sudah disusun dalam strategi dapat dicapai.

Pada level yang lebih kompleks dan level strategi evaluasi hendaknya

  1. Menilai ketepatan strategi yang dipilih;
  2. Menilai wilayah-wilayah penting yang mempunyai dampak tinggi dan rendah dari hasil kampanye komunikasi yang telah dilakukan ;
  3. mengindentifikasi tidak hanya perubahan perilaku individu atau kelompok namun juga mengukur outcomes secara sosial dan statistik.
  4. menemukan cara-cara untuk meningkatkan pelaksanaan program dan
  5. mengukur kefektifan biaya (Sullivan, 2003)

Ketika melakukan evaluasi sangat penting untuk menentukan indikator- indikator keberhasilan sebuah program, apakah objectives dari program yang dijalankan bisa dicapai. Untuk mengukur perubahan perilaku dapat diamati pada perubahan sosial. Indikator perubahan perilaku pada level individual dapat diamati dari

  1. Percent of audience with a specific attitude ;
  2. Percent of audience who believe that family, local government, friends, community approve or disapprove of a idea, service or product ;
  3. percent of non user who intend to adopt a certain praktice in the future ;
  4. Percent of audience who are confident that they can adopt a particular behavior.

Evaluasi kampanye merupakan kegiatan untuk memeriksa kembali apakah “segala sesuatu” yang telah dilaksanakan atau yang diimplementasikan sesuai dengan rencana yang telah disusun sebelumnya, tabel berikut menunjukan keempat evaluasi kampanye tersebut.(Coffman, J. Public Communication campaign evaluation: An Enviromental Scan of Challenges, Critisms, Practice, and Oppurtunities. Cambrige, MA: Harvard Family Research Project, 2002)

Tabel Evaluasi Kampanye
image
image
image

Untuk mengetahui problem-problem dalam melakukan kampanye. Maka kajian teori yang dapat digunakan adalah :

1. Mengevaluasi Program Komunikasi

Terdapat dua tujuan evaluasi program kampanye komunikasi adalah :

  1. Menemukan apakah implementasi program berjalan sesuai dengan rencana

  2. Menentukan apakah tujuan yang sudah disusun dalam strategi dapat dicapai.

Pada level yang lebih kompleks dan level strategi evaluasi hendaknya:

  1. Menilai ketepatan strategi yang dipilih
  2. Menilai wilayah-wilayah penting yang mempunyai dampak tinggi dan rendah dari hasil kampanye komunikasi yang telah dilakukan
  3. Mengidentifikasi tidak hanya perubahan perilaku individu atau kelompok namun juga mengukur outcomes secara sosial dan statistik
  4. Menemukan cara-cara untuk meningkatkan pelaksanaan program
  5. Mengukur keefektifan biaya (Sullivan, 2003)

Selanjutnya dalam bukunya Field Guide Designing Health Communication Strategy Sullivan menjelaskan seharusnya untuk mendesain sebuah strategi komunikasi kesehatan harus didasarkan pada langkah-langkah yang strategis yaitu (Sullivan, 2003):

  • Melakukan analisis situasi yang terdiri dari pemahaman terhadap masalah, menentukan khalayak, mengidentifikasi sumber-sumber komunikasi yang potensial serta mengevaluasi kelebihan dan kekurangannya.

  • Menentukan segmentasi khalayak. Khalayak di sini berkaitan dengan khalayak primer, sekunder dan tertier serta pihak- pihak yang mempunyai peran untuk mendorong perubahan perilaku

  • Menentukan tujuan perubahan perilaku yang diharapkan, bagaimana kebutuhan khalayak bisa dipertemukan dengan pesan yang ingin disampaikan.

  • Menentukan pesan dan media sesuai dengan khalayak dan tujuan perubahan yang diinginkan.

  • Melakukan Evaluasi. Dalam merencanakan kampanye social untuk isu kesehatan sangat penting untuk menentukan alat-alat evaluasi dan menentukan indikator-indikator keberhasilan sebuah kampanye yang dilakukan.

Ketika melakukan evaluasi sangat penting untuk menentukan indikator-indikator keberhasilan sebuah program, apakah objectives dari program yang dijalankan bisa dicapai. Untuk mengukur perubahan perilaku dapat diamati pada perubahan sikap individu maupun perubahan sosial.

2. Teori-Teori Proses Perubahan Perilaku

Perubahan perilaku akan terjadi jika seseorang mendapatkan keuntungan jika dia mengubah perilakunya dari yang selama ini telah dilakukan (perilaku lamanya). Biasanya keuntungan-keuntungan jangka pendek lebih diminati atau disukai dibandingkan dengan keuntungan jangka panjang. Yates (1990) dalam David and Barbara menyatakan bahwa keputusan dibuat dengan harapan bahwa mereka akan mendapatkan hasil yang lebih baik.

Selanjutnya dalam artikelnya A Decision Making Approach to Message Design, David menjelaskan bahwa studi yang berkaitan dengan behavior decision making (BDM) ini lebih banyak menekankan pada proses kognitif dan berhubungan dengan teori motivasi, apa yang melatarbelakangi seseorang mengambil keputusan untuk mengubah perilakunya (1995), seperti dinyatakan dalam kutipan berikut:

“BDM is largerly concerned with the cognitive processes by which humans perceive, structure, and evaluate alternative courses of action. It goes far beyond the relatively simplistic cost-benefit components included in the health belief mode, the theory of reasoned action and protection motivation theory. The last area considers how people use cognitive shortcuts in their decisions making and how their judgment displays consistent biases.”

Berkaitan dengan perubahan perilaku ini, teori the health believe model, teori alasan-alasan bertindak dan teori protection motivation memandang bahwa perubahan perilaku atau adopsi sebagai sebuah tindakan dalam sebuah continuum.

Namun teori-teori yang berhubungan dengan BDM menganggap sebuah tindakan yang dilakukan bersifat constant. Oleh karena itu dikembangkan model-model tingkatan berkaitan dengan perubahan perilaku ini. Perubahan perilaku merupakan sebuah proses. Perubahan perilaku tidak semata-mata perubahan dalam tingkatan atau tataran behavior namun perubahan dalam tataran pengetahuan atau pemahaman merupakan sebuah perubahan. Model ini menyatakan bahwa …”investigators can see the influence of factors at the beginning and through-out the change process, rather than expecting all factors to impact the end product of actual behavior change or adoption. ” (2006).

Dengan demikian faktor-faktor dan proses-proses perubahan membantu kita memahami tingkatan-tingkatan perubahan perilaku cukup beragam dari tingkatan ke tingkatan. Tingkatan-tingkatan tersebut missal dapat berupa munculnya kesadaran, dan munculnya daya tarik yang merupakan perubahan perilaku; dan tidak selalu langsung dilihat pada hasil akhir yaitu perubahan perilaku yang berupa tindakan (action). Berkaitan dengan tahap-tahap dalam perubahan perilaku ini, Sullivan dalam bukunya Field Guide Designing Health Communication Strategy menjelaskan perubahan perilaku dari sisi masyarakat.

Terdapat enam tahap yaitu (2000) :

  • Belum tahu : tidak sadar akan adanya masalah atau resiko pribadi bagi mereka

  • Tahu : sadar akan adanya masalah dan mengetahui perilaku yang diinginkan

  • Setuju : setuju dengan perilaku yang diinginkan

  • Berminat : bermaksud secara pribadi melakukan tindakan yang diinginkan

  • Praktik : melakukan perilaku yang diinginkan

  • Mengadvokasi : mempraktikan perilaku yang diinginkan sekaligus memberitahukannya kepada orang lain.

Sekali lagi perubahan perilaku adalah sebuah proses. Keyakinan ini dikembangkan dalam berbagai bidang seperti periklanan yang terkenal dengan konsep AIDA yaitu attention, interest, desire dan action; dan kemudian diperluas menjadi enam langkah yaitu attention, interest, comprehension, impact, attitude dan sales (Palda, 1966 dalam Tilson Phyllis, 1997).

Hal ini sejalan dengan konsep yang dikembangkan oleh Rogers dalam kajian sosiologi pedesaan yang terkenal dengan konsep difusi inovasi yang memperkuat argumen bahwa perubahan perilaku komunikasi adalah sebuah proses. Lima tahapan yang disampaikan oleh Rogers meliputi knowledge, persuasion, decision, implementation dan confirmation. Tilson merangkum teori-teori yang berkaitan dengan tahap-tahap perubahan perilaku ini yaitu knowledge, approval, intention, practice dan advocacy.

Kahneman (1973) melalui capacity model of attention mengindikasikan bahwa ketika seorang individu mengkonfrontasikan sebuah stimulus dimana permintaan lebih daripada ketersediaan kapasitas perhatian, dan ketika perhatian sangat besar, seseorang akan memilih aktivitas yang tepat berkaitan dengan manfaat yang akan diperolehnya.

Selain faktor individual ada faktor-faktor lain yang mendorong atau mempercepat terjadinya perubahan. Menurut Elena faktor- faktor ini bisa dijadikan katalis atau stimulan munculnya dialog agar terjadi sebuah perubahan (2002) yaitu:

  1. Munculnya opinion leader dalam masyarakat sendiri

  2. Agen perubahan dari eksternal misalnya NGO

  3. Adanya temuan baru

  4. Kebijakan

  5. Ketersediaan teknologi

  6. Munculnya isu di media massa

Selanjutnya berkaitan dengan pengaruh kelompok ini, riset Asch menyelidiki tekanan kelompok dan kecenderungan orang untuk menyesuaikan diri dengan tekanan itu mungkin menjadi independen dari tekanan itu. Riset ini menyimpulkan bahwa sebagian orang akan mempunyai pendapat yang sama dengan kelompok bahkan ketika ada informasi yang bertentangan yang berasal dari pikiran sehat mereka sendiri. Bahkan kelompok yang terbentuk secara kebetulan, dengan orang-orang yang tidak pernah bertemu sebelumnya, mempunyai pengaruh yang kuat.

Tampaknya ada kemungkinan bahwa kekuatan kelompok bahkan lebih besar apabila kita merujuk pada kelompok primer seperti keluarga atau kelompok kerja. Karena pengaruh sosial maka kelompok kadang-kadang dapat digunakan sebagai agen atau instrumen perubahan. Penggunaan media massa dalam berkampanye akan menjadi lebih efektif jika dipadukan dengan menggunakan pengaruh kelompok. Ternyata dampak atau perubahan perilaku lebih besar ketika kampanye dilakukan melalui media massa bersamaan dengan kampanye melalui instruksi kelompok (Severin, Tankard, 2005)

3. Teori Perilaku dan Perencanaan Kampanye

Teori perilaku membantu kita memahami lebih baik mengenai proses informasi, dimana seseorang merupakan elemen utama dari analisis masalah. Pemahaman berguna bagi seorang perencana terutama merencanakan sebuah kampanye. Ada beberapa teori perilaku yang dikembangkan untuk memahami perilaku orang sehingga perencanaan kampanye bisa berjalan lebih efektif. Pengalaman dalam kampanye menunjukkan bahwa manajer dan
perencana biasanya harus puas dengan dampak maksimum sangat kurang dari 100% jika pengulangan pesan secara ektensif tidak terjadi.

Hasil penelitian Horn dan Waingrow (1996) menggunakan model perubahan perilaku dalam kategori-kategori dorongan merokok tentang rencana kriteria pengujian untuk menilai resiko kesehatan: apakah ada ancaman terhadap keberadaannya, apakah hal tersebut cukup penting untuk melakukan tindakan, apakah ada sebuah resiko pribadi terlibat dan apakah individu dapat mengerjakan segala hal untuk menghalanginya.

Aktivitas pemecahan masalah relevan untuk mengkomuni- kasikan kampanye-kampanye yang ditawarkan oleh sejumlah konsep: AIDA (arousal/attention, interest, desire dan action). Action / tindakan didesian untuk mengingatkan kepada pembuat pesan untuk menginformasikan kepada audiens apakah tindakan yang tepat sebagai hasil dari pengembangan keyakinan pada tahap-tahap sebelumnya (arousal, interest dan desire). Kahneman (1973) melalui capacity model of attention mengindikasikan bahwa ketika seorang individu mengkonfrontasikan sebuah stimulus di mana permintaan lebih daripada ketersediaan kapasitas perhatian, dan ketika perhatian sangat besar, seseorang akan memilih aktivitas yang tepat berkaitan dengan manfaat yang akan diperolehnya. J

Faktor penting lain yang mempengaruhi perubahan perilaku dan harus diperhatikan oleh seorang komunikator ketika melakukan kampanye adalah memori. Berkaitan dengan memori ini ada dua hal yaitu short dan long term memory. Jika komunikator ingin pesannya relative permanent di benak audiens maka penting untuk mengkaitkan dengan long-term memory yang relevan dengan struktur kognitif individu. Memory storage individu dapat berupa semantik atau kata-kata atau bentuk visual. Beberapa penelitian menjelaskan bahwa pesan visual lebih tertanam di benak audiens dibandingan dengan kata-kata.

Ketika menerima informasi, tidak semua informasi yang diterima oleh audiens akan diproses. Namun audiens melakukan apa yang disebut dengan seleksi. Fenomena selektivitas ini berkaitan dengan persepsi atau terpaan dan proses perhatian seperti halnya memori. Individu akan menghindari pesan-pesan yang mungkin berlawanan dengan perilakunya dan tidak memuaskan kebutuhannya.